JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) - Sebanyak 23 persen pemilih di DKI memilih merahasiakan siapa pilihan Cagub mereka pada Pilkada DKI Jakarta 15 Februari 2017 mendatang.
Hal itu terungkap dalam hasil survei terbaru Lembaga Polmark Indonesia yang dilakukan pada tanggal 6-12 Januari.
Selain itu, sebanyak 7,4 persen warga DKI juga belum memutuskan paslon manapun. Mereka masih menunggu beberapa hari jelang pencoblosan atau baru akan memilih di hari H saat pemungutan suara digelar.
"Ini menarik, berarti total jumlah pemilih yang belum punya pilihan final sebanyak 30,4 persen. Jumlah yang cukup besar," kata CEO dan Founder Polmark Indonesia, Eep Saefullah Fatah di Hotel Akmani, Jakarta Pusat, Kamis, (19/1/2917).
Dengan demikian, kata Eep, persaingan akan sangat ketat dan siapa pun masih berpeluang menjadi gubernur DKI periode 2017-2022.
Dijelaskan Eep, situasi politik Ibu Kota juga membuat banyak masyarakat tidak mau jujur saat menjawab kuisione survei.
"Dengan berbagai alasan mereka tak mau menjawab, atau tidak jujur. Mereka kebanyakan kaget jika disodori pertanyaan yang tajam, misal 'siapa Cagub pilihan anda?'. Sehingga mereka tidak mau menjawab jujur," katanya.
Namun, kata dia, apabila pertanyaan diajukan dengan cara lebih halus, sebagian mereka justru menjawab rahasia.
Meski demikian, secara umum, seluruh responden mengaku mengenal baik calon gubernur maupun calon wakil gubernur yang bersaing di Pilgub 2017.
Bahkan alumnus Ohio State University (OSU), Amerika Serikat itu menyebut semua cagub dan cawagub mendapatkan penilaian yang baik dari masyarakat. "Semua mentok terkenalnya. Di atas 90 persen," ujar dia.
Memang diakui Eep, Polmark selama ini jarang mengumumkan hasil survei mereka. Namun dia menjamin, hasil survei Polmark bisa dipertanggungjawabkan. Apalagi dengan menggunakan responden yang cukup besar. Dengan proporsi yang imbang yakni 50 persen pria dan 50 persen perempuan.
Selain itu, pihaknya juga menggunakan metode yang dianggap layak dan terbukti. Yakni menggunakan metode multistage random sampling.
"Ini dengan margin of error sebesar 2,9 persen," tambahnya.
Tak hanya itu, setiap responden juga diwawancarai dengan metode tatap muka atau face to face. Serta kemudian dilakukan quality control sebanyak 20 persen sampel secara random. Yakni dengan mendatangi kembali responden terpilih atau spot check.
"Jadi Insya Allah cukup akurat," ujarnya. (icl)