Opini
Oleh Djoko Edhi S Abdurrahman (Mantan Anggota Komisi Hukum DPR RI) pada hari Rabu, 25 Jan 2017 - 08:18:52 WIB
Bagikan Berita ini :

Mas Bro, Pembreidelan Itu Membungkam Demokrasi!

90SAVE_20160822_125409.jpg
Kolom bersama Djoko Edhi S Abdurrahman (Sumber foto : Ilustrasi oleh Kuat Santoso/TeropongSenayan )

Indonesia Lawyer Club (ILC) kembali dibreidel. Saya baca pernyataan Fadli Zon, ia sedianya akan bicara di forum bertajuk "Membidik Habib Rizieq". Batal, katanya. Ini berarti kedua kalinya ILC dibreidel. Nyaris pasti berhubungan dengan keamanan negara. Dengan kata lain, suara orang-orang yang akan berbicara itu, diperkirakan akan mengganggu keamanan negara.

Minimal hal itu menjadi perkiraaan Kapolri Tito Karnavian yang bertugas menjamin berdirinya kekuasaan rezim Presiden Jokowi. Itu di satu pihak, dari perspektif kekuasaan. Di pihak lain, perspektif antinominya. Pers dibreidel! Lain lagi membacanya. Itulah sulitnya negara demokrasi. Minimal ada dua perspektif tentang aplikasi kekuasaan, yaitu pihak diametral.

Pembreidelan mau tak mau harus dibaca pembungkaman demokrasi. Saya kira valid: subtansinya memang pembungkaman demokrasi. Saran saya: lawan! Apa ada altermatif lain? I dont think so.

Demokrasi seumur jagung. Belum sempat memperbaikinya, sudah keburu mau mati. Gejalanya, pers lebih dulu dibungkam, lebih lanjut para kritikal, selanjutnya lembaga lembaga kontrol.

Jika kaum pers tak segera sadar, pemberangusan lanjut. Sebab, metodologinya, pers disebut the fourth estate (benteng demokrasi ke 4) segera berhenti. Dan ketika satu pers diberangus berhasil, akan disusul kedua, ketiga, hingga semuanya. Dalam istilah Orde Baru, pers yang konstruktif. Yaitu, pers yang hanya menjadi corong penguasa. Tak boleh ada suara oposisi. Terakhir diseragamkan pers azas tunggal. Itu yang disebut penyeragaman perilaku.

Kini, sosmed sedang diseragamkan perilakunya. Menyusul Islam juga diseragamkan. Pers dimulai dengan ILC. Sebelumnya kelompok diskusi dan seminar diseragamkan dengan ancaman makar. Seminar dan diskusi pun redup. Tak ada lagi yang memprotes. Setelah seragam, perilaku menjadi homogen. Subtansi demokrasi ditandai adanya heterogenitas. Kalau homogen namanya totaliter, mas bro.(*)

Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.

tag: #  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
Leap Telkom Digital
advertisement
PEMPEK GOLDY
advertisement
KURBAN TS -DD 2025
advertisement
We Stand For Palestinian
advertisement
DD MEMULIAKAN ANAK YATIM
advertisement
Opini Lainnya
Opini

Rasionalitas Warga Waras

Oleh Beathor Suryadi
pada hari Jumat, 06 Jun 2025
Seorang tokoh nasional mengaku memiliki ijazah sarjana yang terbit pada 1985. Namun, skripsinya baru dibuat pada 2018. Dugaan pemalsuan itu semula luput dari perhatian publik. Ijazah cukup ...
Opini

MENDENGAR OBAMA YANG MENDUKUNG HARVARD UNIVERSITY, MELAWAN DONALD TRUMP

Barack Obama bukan hanya mantan Presiden Amerika Serikat. Ia juga alumni Fakultas Hukum Universitas Harvard. Ketika saya membaca pernyataan publik Obama yang membela kebebasan akademik dan ...