Semoga saja hanya soal keterlambatan administrasi penonaktifan Ahok dari jabatan gubernur -- kendati seharusnya tak boleh terjadi seperti itu. Karena jika hal itu disengaja atau dalam kesadaran, maka sungguh sangat menjadikan administrasi pemerintahan Jokowi mempertontonkan pelanggaran hukum secara terbuka. Mengapa?
Pertama, Ahok sudah berstatus sebagai terdakwa dengan tuntutan 5 tahun penjara atas kasus tuduhan penistaan agama. Ini sudah memenuhi syarat untuk dinon-aktifkan sesuai pasal 83 ayat 1 UU nomor 23 tahun 3014 tentang Pemda. 'Setiap kepala daerah yang telah menjadi terdakwah dengan ancaman hukuman 5 tahun wajib diberhentikan sementara", begitulah penegasan pasal itu. Istilah "wajib" dalam pasal itu merupakan sesuatu yang tak boleh ditawar lagi, sudah memiliki kepastian yang oleh anak SD pun memahaminya. Dengan demikian, jika Presiden tak juga non aktifkan Ahok, maka sama dengan melanggar kewajiban hukum.
Kedua, menjalankan UU adalah sumpah Presiden RI (termasuk Jokowi) yang telah diikrarkan saat pelantikannya Oktober 2014 lalu. Kita bisa bayangkan jika seorang Presiden sudah secara terbuka melanggar sumpah dan janjinya sendiri, tentu akan berdampak negatif baik dalam pengelolaan negara ini, bagi para penyeleggara negara, maupun masyarakat umum. Kenapa? Karena sikap presiden adalah rujukan. Presiden adalah panutan publik bangsa ini. Tak perlu heran kalau kelak ada yang kian banyak akan lakukan pelanggaran hukum, dengan beralasan: "presiden saja sudah beri pelanggaran hukum secara terbuka, apalagi barisan penyelenggara negara di bawahnya."
Ketiga, presiden harusnya sadari bahwa status hukum Ahok akibat sikap dan pernyataannya yang dituduhkan menista agama atau meremehkan pimpinan Islam di negara mayoritas muslim ini, telah menjadikan situasi sosial politik di bangsa ini mengalami instabilitas bahwa terjadi keterbelahan komunitas berbasis agama dan suku. Maka sebagai pemimpin negara, tak ada alasan untuk tetap membiarkan dalam posisinya sekarang ini.
Semua itu belum termasuk akan munculnya tuduhan bahwa Presiden telah pilih kasih terhadap Kepala Daerah (KDH) pelanggar hukum.(*)
Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.
tag: #