Konflik antara pemerintah vs Freeport bisa jangan dianggap remeh untuk posisi politik Papua dalam NKRI. Ngototnya Freeport yang tak mau tunduk pada UU Minerba dan PP nomor 1/2017 memang terasa menyakitkan karena meremehkan pemerintah dan sekaligus memposisikan diri terkesan mensubordinasi pemerintah Indonesia.
Kendati begitu, sikap Freeport itu juga tak bisa dianggap 'ngeyel' yang irasional, karena mereka memiliki alas administrasi hukum bisnis internasional seperti yang terdapat dalam Kontrak Karya (KK).
Yang juga perlu dicatat oleh rezim sekarang ini adalah bahwa sejarah kehadiran Freeport di tanah Papua (Irian Barat) tahun 1967. Tak ada yang bisa menyangkali, ada latar belakang politik antara pemerintah AS dengan Indonesia pasca masuknya tahun 1963 (1 Mei). Sekali lagi, rezim sekarang ini, tampaknya perlu membuka lembaran sejarah itu dan merenungkan proses negosiasi sehingga ada investasi begitu besar untuk eksploitasi mineral di provinsi ujung timur Indonesia itu.
Saya, tentu saja tak sedang mengajak untuk abaikan atau langgar aturan perundangan seraya mengagungkan kompani asing. Karena kalau itu dilanggar, maka bukan saja akan jadi preseden buruk bagi bangsa ini, melainkan membuka ruang untuk munculnya lagi isu dan gerakan politik lengserkan Presiden Jokowi.
Yang mau saya katakan adalah agar pemerintah mencari alternatif terbaik agar investasi Freeport tetap jalan dan skaligus stabilitas di Papua tak terganggu atau kian buruk. Semua pihak di Jakarta atau Indonesia juga harus menahan diri dari ucapan dan gerakan yang berwatak bluffing seperti yang dilontarkan oleh salah satu anasir ormas besar di tanah air. Karena jangan anggap ucapan-ucapan atau aksi-aksi 'menggertak' Freeport akan selalu peroleh simpati baik dari warga asli Papua maupun scra lebih khusus para tenaga kerja yang terancam akan kehilangan pendapatan jika nanti akan di PHK.
Para warga Papua, pada tingkat tertentu, untuk sebagiannya, berpotensi lebih berpihak pada Freeport ketimbang pemerintah RI. Soalnya, Freeport sudah nyata memberi kontribusi pada masyarakat Papua, apalagi para pekerjanya. Sementara pemerintah RI bisa dianggap sebagai 'pengambil untung' saja.(*)
Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.
tag: #