Opini
Oleh R. Saddam Al-Jihad S.IP.,M.Kesos (Wasekjend Bidang Ekonomi dan Kesejahteraan Rakyat PB HMI 2016-2018 dan Mahasiswa Program Doktor Ilmu Pemerintahan IPDN) pada hari Rabu, 22 Feb 2017 - 18:15:14 WIB
Bagikan Berita ini :

CSR Freeport, Antara Kebijakan Pemerintah dan Ancaman Korporasi

52IMG_20170222_181053.jpg
R. Saddam Al-Jihad S.IP.,M.Kesos (Wasekjend Bidang Ekonomi dan Kesejahteraan Rakyat PB HMI 2016-2018 dan Mahasiswa Program Doktor Ilmu Pemerintahan IPDN) (Sumber foto : Istimewa )

Nilai sebuah tanggung jawab sosial atau CSR bagi perusahaan adalah menjaga citra perusahaan secara positif terhadap masyarakat sekitar perusahaan. Dalam konsepsi CSR yang diberikan oleh World bank memandang bahwa CSR sebagai komitmen bisnis dalam memberikan kontribusi untuk pembangunan ekonomi berkelanjutan bersama para pegawai dan melibatkan komunitas lokal serta masyarakat luas untuk meningkatkan kualitas hidup.

Begitu pentingnya melihat sebuah nilai CSR dalam meningkatkan kualitas hidup masyarakat sekitarnya. dalam hal ini terkait CSR PT Freeport, apakah sudah memaksimalkan peran CSR nya dalam mewujudkan kualitas hidup masyarakat sekitar, karyawan, dan lingkungan?

Kasus terkait CSR PT Freeport diantaranya adalah biaya CSR kepada sedikit rakyat Papua yang digembor-gemborkan itu tidak mencapai 1 persen dari keuntungan bersih PT Freeport Indonesia namun Rakyat Papua membayar lebih mahal dari kerusakan alam yang tidak ternilai dan bertentangan dengan PP 76/2008 tentang kewajiban rehabilitasi dan reklamasi Hutan, artinya telah ada bukti paradoksal sikap Freeport.

Secara pandangan tersebut, bahwa permasalahan yang menyangkut Freeport tidak hanya soal setoran ke Negara, tapi juga soal ketenagakerjaan dan peran perusahaan terhadap kesejahteraan masyarakat Papua.

Menyoal tenaga kerja asli Papua PT Freeport hanya berjumlah 30-36% dari 31000 pekerja merupakan sebuah paradoksial kembali terkait peran PT Freeport yang banyak "hidup" dari tanah papua.

Ditambah lagi dengan rencana Pemutusan Hak Kerja untuk efisiensi keuangan perusahaan karena tidak bisa mengekspor mineral olahan (konsntrat) merupakan bentuk ketiadaan tanggung jawab sosial perusahaan secara internal. Kondisi ini dilakukan Freeport sebagai strategi ancaman terhadap pemerintah Indonesia yang mengubah status kontrak karya (KK) menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).

Terlalu rendahnya kapitalisasi Freeport terhadap masyarakat papua dan pemerintah indonesia merupakan evaluasi yang harus diberikan pemerintah indonesia terhadap Freeport. sebagai catatan, menurut Menteri ESDM bahwa nilai kapitalisasi Freeport hanya sebesar US$ 20 Miliar, kalah dibandingkan BCA US$ 29 Miliar atau bahkan BRI sebesar US$ 21 Miliar. Kapitalisasi pasar Freeport juga kalag dengan Exxon yang mencapai US$ 355 Miliar.

Rata-rata retribusi 1 Triliun selama 25 tahun adalah sangat rendah dibanding cukai rokok 139 Triliun dan penerimaan dari devisa TKI 144 triliun.

Melihat kondisi tersebut menurut saya masyarakat papua bahkan indonesia dan pemerintah indonesia perlu membangun konsolidasi Kedaulatan ekonomi, Kedaulatan Rakyat, dan Kedaulatan Hukum diatas bumi Indonesia terhadap Ancaman Freeport untuk membawa ke jalur arbitrase.

Pertama, Konsolidasi kedaulatan Ekonomi, merupakan keseragaman visi pembangunan ekonomi antara negara dan masyarakat agar tidak dilecehkan secara ekonomi dari perusahaan multinasional. Hari ini dengan rendahnya pemasukan Negara dari Freeport sedangkan bebasnya Freeport memaksimalkan potensi alam papua untuk pemasukannya merupakan penjajahan kedaulatan ekonomi Negara-Bangsa. Sehingga Negara harus mengajak rakyat dalam membangun kedaulatan ekonomi yang kuat.

Kedua, Konsolidasi Kedaulatan Rakyat, merupakan pengawasan yang harus dihadirkan masyarakat terutama masyarakat Papua terkait segala bentuk ketidakadilan Freeport terhadap masyarakat Papua dari sisi Tanggung jawab sosial Perusahaan (CSR). Hal ini perlu sinergitas antara masyarakat dan Negara, seperti yang diungkapkan Woolcock terkait synergy view, bahwa membangun CSR yang baik adalah adanya kerjasama antar setiap stakeholder. Sehingga pembangunan ekonomi masyarakat, pemberdayaan masyarakat dibidang ketenagakerjaan akan terwujud demi meningkatkan Quality of Life masyarakat papua.

Ketiga, Konsolidasi Kedaulatan Hukum, merupakan menyamakan pemahaman antara Negara dan Masyarakat bahwa, Negara-Bangsa sedang diancam kedaulatan hukumnya sehingga perlu adanya pembangunan kesamaan gerakan mempertahankan kedaulatan hukum agar hak pemasukan devisa dari Freeport terhadap Negara dapat dikembalikan demi pembangunan ekonomi di Papua.

Setidaknya tiga hal tersebut yang harus dilakukan pemerintah Indonesia dalam mengembalikan kekuatan ekonomi bangsa indonesia dimata dunia. Rebut kembali Hak Devisa Negara dan Hak Keadilan Sosial Masyarakat Papua.(*)

Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.

tag: #  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
IDUL FITRI 2024
advertisement
IDUL FITRI 2024 MOHAMAD HEKAL
advertisement
IDUL FITRI 2024 ABDUL WACHID
advertisement
IDUL FITRI 2024 AHMAD NAJIB
advertisement
IDUL FITRI 2024 ADIES KADIR
advertisement
Opini Lainnya
Opini

Ahlan Wa Sahlan Prabowo Sang Rajawali!

Oleh Syahganda Nainggolan
pada hari Rabu, 24 Apr 2024
JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Mahkamah Konstitusi sudah memutuskan Prabowo Subianto sah sebagai Presiden RI ke delapan. Itu adalah takdir Prabowo yang biasa dipanggil 08 oleh koleganya. Keputusan MK ...
Opini

Jalan Itu Tidaklah Sunyi

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --"Jika Mamah jadi penguasa apakah Mamah akan menjadikan anak Mamah pejabat saat Mama berkuasa?" Itu pertanyaan anakku malam ini. Aku mendengarkan anakku ini. ...