Opini
Oleh Djoko Edhi Abdurrahman (Mantan Anggota Komisi III DPR dan Wakil Sekretaris Pemimpin Pusat Lembaga Penyuluhan dan Bantuan Hukum Nahdlatul Ulama, PBNU) pada hari Jumat, 17 Mar 2017 - 14:11:33 WIB
Bagikan Berita ini :

Bahtsul Masail Ahok

42SAVE_20160822_125409.jpg
Kolom bersama Djoko Edhi Abdurrahman (Sumber foto : Ilustrasi )

Reason peserta sidang Bahtsul Masail Ansor, kepemimpinan kafir adalah debatable (khilafiah). Jalan tikus itu yang dilalui dream team. Jalan tersukar, berbahaya dan beresiko tinggi. Yaitu, mengubah hukum. Sejauh ini, baru Gus Dur yang pernah melaluinya. Tapi sekadar penyangkalan. Bukan TbL (tabrak langsung), seperti Ansor kini, langsung menerbitkan hukum sendiri. Tak urung Rois Aam kaget setengah mati. "Tak boleh itu. Kalau putusan muktamar Lirboyo itu mau diubah, harus lewat muktamar", katanya kepada pers.

Dibuat organisasi bernama Forum Bahtsul Masail Ansor untuk merekayasa putusan Bahtsul Masail Muktamar Lirboyo dari tidak boleh menjadi boleh. Saya baca ayat dan haditsnya berbeda dengan Lirboyo. Yaqut Cholil Qoumas, Ketum GP Ansor mengumumkan hasilnya, dengan penekanan untuk mengatasi perpecahan. Believe or Not?

Konon seribu kyai muda Ansor bikin sidang Bahtsul Masail. Yang mau diusir adalah takfiri (ujar-ujaran mengkafirkan orang). Paradoksnya dalam rangka Ahok yang beragama Kristen dan sedang berperkara hukum blasphemi Al Maidah.

Dengan kata lain, tidak ditakfiri pun, memang sudah kafir dalam pengertian pemeluk agama Islam di NU. Yaitu, tidak mengucap sahadat, tuhan dan rasulnya bukan Allah SWT dan Muhammad SAW, kitabullahnya Injil, sedang kitabullah Islam adalah Al Qur-an. Memusuhi Al Qur-an pula. Jadi, kafirnya, kafir harbi. Kafir berat.

Bagaimana caranya agar kafir beratnya Ahok tidak ditakfiri. Itu subtansi. Misalnya diubah menjadi Ahok Islami. Ini beleid dream team. Sebab, untuk menjadi islami, harus berislam dulu. Lebih mudah sebenarnya menempuh jalan Ahoknya masuk Islam daripada dream team.

Question mark: apakah keputusan Muktamar Lirboyo tidak lagi mengikat. Sebab, putusan Bahtsul Masail Ansor menegasikan Lirboyo yang melarang non muslim memangku pekerjaan kepemimpinan.

Tak ada yang gagal paham dalam kasus Bahtsul Masail GP Ansor. Sebab yang bereaksi mula-mula (komplain) atas putusan Bahtsul Masail Ansor, ialah Rois Aam PBNU, KH Makruf Amin. Ansor memberontak dari Muktamar NU. Ansor memang Banom (badan otomom) dari PBNU.

Hadits Ibnu Taimiyyah memang pernah dikutip Ketua Umum PBNU KH. Said Agil Sirodj. Boleh mengangkat pemimpin kafir daripada pemimpin Islam yang dzolim. Tapi dua kali diralat karena menimbulkan kesalahpahaman. Yaitu fallacy, dua pilihan yang sama buruknya. Fallacy hanya boleh pada sikon luar biasa, darurat, dan lex spesialis.

Kemungkinannya hanya dua. Pertama, putusan hukum GP Ansor adalah ayat-ayat politik. Kedua, benar GP Ansor mbalelo seriously.
Saya lebih percaya ayat-ayat politik. Bukan rahasia umum GP Ansor mendukung Ahok. Sebut saja mantan Ketum PB Ansor Nusron Wahid, yang berduet dengan Sekjen Nasdem, Efendy Choiri (Gus Choi) yang menyebabkan Indonesia Lawyer Club (ILC) dibredel.

Duet ini di PBNU cukup kuat. Di Syuriah PBNU ada Gus Ishomuddin. Akibat ayat-ayat politik ini, Nusron Wahid diberhentikan dari Ketua PBNU, sedang Gus Ishomuddin diturunkan dari Syuriah ke Tanfidziah. Akibat itu Jamas Riyadi bin Moctar Riyadi anjangsana ke Gedung PBNU menawarkan pembangunan rumah sakit and soon, jelang Demo Bela Islam. James berada di kubu Kanton yang membackup Ahok untuk menguasai Jakarta.

Sekalipun hanya sekedar ayat-ayat politik, jelas Yaqut bersama Bahtsul Masailnya telah menerbitkan hukum baru yang mau-tak-mau berimplikasi luas terhadap PBNU, induknya. Ansor adalah Banom (Badan Otonom) PBNU. Dengan itu, Ansor memiliki otonomi yang memiliki kekuasaan untuk mengatur dirinya secara otonom. Menurut saya, tipologinya adalah otonomi khusus, bukan otonomi umum.

Ada dua metodologi dalam otonomi. Pertama, dekonsentrasi. Pengalihan sebagian kekuasaan pusat ke otonominya. Kedua, konsentrasi, sebagian kekuasaan pusat tidak dialihkan. Jika seluruhnya kekuasaan dialihkan adalah otonomi umum.

Dari AD/ART PBNU, tampaknya tidak seluruhnya dialihkan kepada otonominya (Muslimat, Ansor, PMII, IPNU/IPPNU). Hukum jelas tak disubkontrakkan, tidak didekon, sepenuhnya konsentrasi di Suriah. Itu sebabnya tak ada Lembaga Bahtsul Masail (LBM) di Ansor. LBM hanya ada di PBNU.

Namun demikian, saya tak menemukan batasan baik pada AD/ART PBNU maupun Ansor. Karena tak dilarang, boleh. Yang tidak boleh adalah yang dilarang dengan terang benderang. Bukan analogi. Di sini implikasinya. Pada dasarnya, pengalihan kekuasaan PBNU adalah otonomi khusus. Hubungan antara partikulirnya pun bukan garis lurus, melainkan garis koordinasi. Sedangkan dengan otonominya, malah putus.

Karena posisinya demikian, ada baiknya Syuriah menerbitkan Kode Etik (Code of Ethics) dan Kode Perilaku (Code of Behaviors) untuk menghindari konflik norma tanpa harus mengubah kekuasaan. Jauh lebih mudah karena normanya tunggal.(*)

Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.

tag: #  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
IDUL FITRI 2024
advertisement
IDUL FITRI 2024 MOHAMAD HEKAL
advertisement
IDUL FITRI 2024 ABDUL WACHID
advertisement
IDUL FITRI 2024 AHMAD NAJIB
advertisement
IDUL FITRI 2024 ADIES KADIR
advertisement
Opini Lainnya
Opini

Ahlan Wa Sahlan Prabowo Sang Rajawali!

Oleh Syahganda Nainggolan
pada hari Rabu, 24 Apr 2024
JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Mahkamah Konstitusi sudah memutuskan Prabowo Subianto sah sebagai Presiden RI ke delapan. Itu adalah takdir Prabowo yang biasa dipanggil 08 oleh koleganya. Keputusan MK ...
Opini

Jalan Itu Tidaklah Sunyi

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --"Jika Mamah jadi penguasa apakah Mamah akan menjadikan anak Mamah pejabat saat Mama berkuasa?" Itu pertanyaan anakku malam ini. Aku mendengarkan anakku ini. ...