JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) melaporkan temuan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II-2016 kepada Presiden Joko Widodo (jokowi).
Berdasarkan hasil pemeriksaan pada pemerintah pusat, pemerintah daerah, BUMN, dan badan lainnya, secara umum Badan Pemeriksa Keuangan RI (BPK) mengungkap 5.810 temuan yang memuat 1.393 kelemahan sistem pengendalian intern (SPI) dan 6.201 permasalahan ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan senilai Rp19,48 triliun.
"Dari ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan itu permasalahannya ada yang berdampak finansial atau 32% senilai Rp12,59 triliun yang rinciannya adalah yang jelas-jelas merugikan kerugian negara sebanyak 1.205 temuan senilai Rp1,37 triliun atau 61% dan 329 potensi kerugian negara sekitar 17% yang nilainya lebih besar Rp6,55 triliun dan yang ketiga yaitu yang 22% atau sebanyak 434 kekurangan penerimaan yang nilainya sebesar Rp4,66 triliun," kata Ketua BPK Harry Azhar Azis di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (17/4/2017).
IHPS II Tahun 2016 merupakan ringkasan dari 604 Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) yang diselesaikan BPK pada semester II tahun 2016. LHP tersebut meliputi 81 LHP (13%) pada pemerintah pusat, 489 LHP (81%) pada pemerintah daerah dan BUMD, serta 34 LHP (6%) pada BUMN dan badan lainnya.
Berdasarkan jenis pemeriksaan, LHP dimaksud terdiri atas 9 LHP (1%) keuangan, 316 LHP (53%) kinerja, dan 279 LHP (46%) dengan tujuan tertentu (PDTT).
Mengutip keterangan tertulis dari BPK, hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia yang signifikan pada semester II Tahun 2016 adalah terkait dengan pengelolaan pendapatan pajak dan pengelolaan penerimaan negara bukan pajak (PNBP). BPK menyimpulkan bahwa kegiatan pengawasan dan pemeriksaan terhadap kewajiban perpajakan Wajib Pajak (WP) belum sepenuhnya sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Permasalahan yang perlu mendapat perhatian antara lain bahwa WP Wajib Pungut Pajak Pertambahan Nilai pada empat KPP WP Besar terindikasi belum menyetorkan PPN yang dipungut sebesar Rp910,06 miliar dengan potensi sanksi administrasi bunga minimal Rp538,13 miliar. Selain itu, Wajib Pungut PPN terlambat menyetorkan PPN yang dipungut dengan potensi sanksi administrasi berupa bunga sebesar Rp117,70 miliar.
Terkait dengan pemeriksaan atas pengelolaan PNBP, permasalahan yang perlu mendapat perhatian adalah piutang macet biaya hak penggunaan frekuensi berpotensi tidak tertagih sebesar Rp1,85 triliun pada Kementerian Komunikasi dan Informatika. Temuan lainnya adalah tentang pengenaan tarif biaya pendidikan dan sewa Barang Milik Negara pada Perguruan Tinggi Agama Negeri belum mendapatkan persetujuan Menteri Keuangan, sehingga tidak memiliki landasan hukum yang kuat.
IHPS Il Tahun 2016 juga memuat hasil pemantauan pelaksanaan tindak lanjut rekomendasi hasil pemeriksaan. Sejak 2005 sampai dengan 2016, BPK telah menyampaikan 437.343 rekomendasi hasil pemeriksaan BPK kepada entitas yang diperiksa senilai Rp241,71 triliun. Secara kumulatif sampai dengan 2016, rekomendasi BPK atas hasil pemeriksaan Periode 2005-2016 telah ditindaklanjuti entitas dengan penyerahan aset, penyetoran uang ke kas negara/daerah sebesar Rp70,19 triliun.
Dari entitas yang diperiksa BPK selama 2016, terdapat 10 entitas telah selesai menindaklanjuti rekomendasi BPK pada periode yang sama. Sepuluh entitas tersebut adalah Dewan Ketahanan Nasional, Badan Intelijen Negara, Lembaga Ketahanan Nasional, Badan Koordinasi Penanaman Modal, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, serta Pemkab Lampung Barat, Pemkab Pringsewu, Pemkab Boyolali, Pemkot Bima, dan Pemkab Lamandau. Hal ini menunjukkan adanya komitmen yang tinggi dari pimpinan entitas tersebut untuk menindaklanjuti rekomendasi.(yn)