Jakarta
Oleh Alfian Rifsil Auton pada hari Selasa, 25 Apr 2017 - 17:50:59 WIB
Bagikan Berita ini :

Ahok Tumbang, BPK dan KPK Diminta Berani Usut Penyimpangan Dana Pemprov

3pemprov.jpg
Ilustrasi (Sumber foto : Istimewa)

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) - Pasca tumbangnya petahana Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) di Pilgub DKI 2017, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) diminta untuk tidak tutup mata terhadap segala indikasi penyimpangan yang dilakukan Pemda DKI.

Khususnya, terkait pengelolaan dana sosial perusahaan atau Corporate Social Responsibility (CSR) dan dana kompensasi atas pelampauan nilai Koefisien Luas Bangunan (KLB).

Ketua Aliansi Masyarakat Jakarta (Amarta), M Rico Sinaga menyatakan, saat ini tak ada alasan bagi‎ BPK untuk tidak berani mengaudit kekacauan pengelolaan dana CSR dan KLB di Pemprov DKI.

Pasalnya, kata dia, selama berkuasa Ahok bersama korporasinya diduga sangat brutal dalam memainkan dana sosial hingga mencapai angka puluhan triliun rupiah.

Setelah rampung diaudit BPK, lanjut Riko, langkah selanjutnya adalah giliran nyali Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mengusut tuntas tindakan korup dalam pengelolaan dana CSR dan KLB tersebut.

Rico mengungkapkan, setidaknya ada dua pejabat penting di Pemprov DKI Jakarta yang paling bertanggungjawab atas dugaan permainan nakal dana CSR dan KLB.

Kedua pejabat eselon II itu yakni, Kepala Badan Keuangan Daerah (sebelumnya Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah) Heru Budi Hartono dan Asisten Pembangunan dan Lingkungan Hidup Sekda DKI, Gamal Sinurat.

"Dua pejabat ini selama DKI dipimpin Ahok karirnya melejit luar biasa. Ibaratnya karir Heru dan Gamal seperti lompat indah. Dua pejabat inilah orang kepercayaannya Ahok," kata Rico saat berbincang dengan TeropongSenayan, di kawasan Tebet, Jakarta Selatan, Selasa (25/4/2017).

Diketahui, bahkan Heru sebelumnya sempat digadang-gadang menjadi calon wakil gubernur mendampingi Ahok pada Pilgub DKI 2017 lalu.

Dalam catatan Rico, sejak Jokowi-Ahok berkuasa di Ibu Kota, jabatan strategis yang dipegang Heru diantaranya Kepala Biro KDH dan KLN DKI Jakarta (2013), Walikota Jakarta Utara (2014), Kepala Badan Pengelola Keuangan Aset Daerah DKI Jakarta (2015) dan Kepala Badan Keuangan Daerah (2017).

Selanjutnya, tambah Rico, PNS yang mendapat perlakuan istimewa lainnya adalah Gamal Sinurat.

Berdasarkan catatan dari Badan Kepegawaian Daerah (BKD) DKI Jakarta, Gamal Sinurat yang sebelumnya menjabat sebagai Kasudin Tata Ruang Jakarta Selatan dilantik pada 12 Februari 2013 menjadi Kepala Bidang Tata Ruang.

Tak lama kemudian atau dua hari berikutnya yakni pada tanggal 14 Februari 2013, dirinya dilantik kembali menjadi Kepala Tata Ruang, bersamaan dengan 19 pejabat eselon II lainnya. Setelah itu dia memangku jabatan strategis, yakni Asisten Pembangunan dan Lingkungan Hidup Sekda DKI.

"Fenomena ini belum pernah terjadi dalam sejarah birokrasi Pemprov DKI. Pasalnya dalam setiap pelantikan promosi ataupun mutasi pejabat eselon, BKD bersama kepala daerah dan Baperjakat membutuhkan waktu yang cukup lama untuk melakukan rekam jejak si pejabat. Serta melakukan fit and proper test untuk mengetahui layak atau tidaknya si pejabat melaksanakan jabatan baru," beber Rico.

Sementara itu, lanjut Rico, dana CSR dan KLB yang diberlakukan Pemprov DKI harus masuk APBD. Menurutnya, uang kompensasi maupun dana dari CSR harus masuk APBD DKI. Khususnya, pos pendapatan negara bukan pajak (PNBP).

"Secara hukum (uang kompensasi dan dana CSR) wajib haknya masuk APBD-PNBP," ujar Rico.

Hal ini, wajib dilakukan seluruh kementerian/lembaga, termasuk pemerintah daerah (pemda), sebagaimana amanat UU No. 20/1997 tentang PNBP dan Peraturan Menteri Keuangan (Permenkeu) No. 32/PMK.05/2014 tentang Sistem Penerimaan Negara Secara Elektronik (Simponi).

"Tanpa dasar UU PNBP dan Permenkeu Simponi termasuk pungli," tegas Rico.

Apabila hal itu yang terjadi, maka melanggar Pasal 12 (e) serta Pasal 2 dan/atau Pasal 3 atau Pasal 12 (b) UU Tipikor.

Diketahui, dibawah kepemimpinan Ahok, Pemprov DKI melakukan terobosan dalam mencari pendapatan daerah. Misalnya, soal kompensasi atas pelanggaran KLB dan penarikkan CSR.

Peraturan Gubernur (Pergub) DKI Nomor 175/2015 pun dibuat sebagai dasar penentuan nilai kompensasi demi menggencarkan terobosan Ahok tersebut. (icl)

tag: #bpk  #dki-jakarta  #kpk  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
IDUL FITRI 2024
advertisement
IDUL FITRI 2024 MOHAMAD HEKAL
advertisement
IDUL FITRI 2024 ABDUL WACHID
advertisement
IDUL FITRI 2024 AHMAD NAJIB
advertisement
IDUL FITRI 2024 ADIES KADIR
advertisement
Jakarta Lainnya
Jakarta

Mahasiswa Kecewa dengan Sikap KPK: Ancam Akan Lapor ke Jokowi

Oleh Sahlan Ake
pada hari Rabu, 10 Agu 2022
JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Menggugat kembali melakukan aksi di depan Kantor Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bappenas). Massa aksi ...
Jakarta

Muncul Nama Heru Budi Hartono Pengganti Anies Baswedan, Siapa Dia?

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN)- Masa jabatan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan akan habis masa jabatan pada 16 Oktober 2022. Mengingat Pilkada baru digelar 2024, posisi Anies akan diisi oleh penjabat ...