Opini
Oleh Sayidiman Suryohadiprojo (Mantan Wakil KSAD, Gubernur Lemhanas dan Dubes RI di Jepang) pada hari Rabu, 26 Apr 2017 - 10:01:53 WIB
Bagikan Berita ini :

Mencegah Jadi Negara Vassal Modern

5IMG_20170426_095624.jpg
Sayidiman Suryohadiprojo (Sumber foto : Istimewa )

Pengertian

Yang dimaksudkan dengan Negara Vassal adalah satu negara yang secara formal merdeka dan berdaulat tetapi dalam kenyataan tunduk kepada negara lain yang bersifat sebagai semacam Negara Induk. Mungkin ada yang menyebutnya Negara Boneka, tetapi bentuk ini sebenarnya lebih rendah dari Negara Vassal. Secara halus sekarang juga dinamakan anggota dari satu Persemakmuran ( Commonwealth) seperti masih ada Persemakmuran Brittania (British Commonwealth).

Namun dalam pengertian Persemakmuran ada hubungan masa lalu antara Negara Induk dan Negara Anggota, yaitu Persemakmuran adalah perkembangan dari satu Imperium (British Empire) dengan memberikan otonomi luas kepada bagian-bagian Imperium itu sehingga secara formal ada yang menjadi negara merdeka dan berdaulat. Keterikatan antara Induk dan Bagian dipelihara melalui faktor sejarah dan hubungan rasial. Maka dibanding dengan Negara Vassal satu Negara Anggota Persemakmuran lebih tinggi derajatnya.

Kanada dan Australia dalam Persemakmuran Inggeris lebih mempunyai hakikat kemerdekaan dari pada Polandia dan Hongaria terhadap Uni Soviet di masa Persekutuan Blok Komunis yang rontok setelah tahun 1991. Polandia dan Hongaria dalam Blok Komunis lebih cocok dengan arti Negara Vassal. Secara resmi mereka negara merdeka dan berdaulat, tetapi secara nyata tak dapat lepas dari pengendalian oleh Uni Soviet sebagai Negara Induk. Baru setelah Uni Soviet rontok dan Blok Komunis bubar bekas negara anggota Blok Komunis seperti Polandia, Hongaria dll berubah menjadi negara2 yang merdeka dan berdaulat sepenuhnya

Bahaya Jadi Negara Vassal

Karena karakteristik NKRI dan bangsa Indonesia maka sejak dahulu kala selalu ada negara-negara yang ingin menjadikan Indonesia sebagai Negara Vassalnya. Potensi aneka ragam Sumberdaya Alamnya, baik dillihat dari keragaman maupun kualitasnya, merupakan sifat Indonesia sejak dahulu kala dan hingga kini pun masih berlaku. Sifat dan jumlah manusia yang menjadi penduduk Indonesia pun amat menarik negara lain untuk menjadikan Indonesia Negara Vassalnya.

Dan tak kalah pentingnya adalah faktor geografi yang melekat pada Indonesia, seperti bentuknya sebagai negara kepulauan terbesar di dunia dengan pulau-pulau besar serta lautan yang menghubungkannya. Dan Indonesia sebagai Posisi Silang yang terletak antara dua Benua, Asia dan Australia, dan dua Samudera, Pasifik dan Hindia. Karakteristik obyektif ini benar-benar amat mendukung bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia untuk menjadi kuat dan berwibawa secara internasional. Akan tetapi itu hanya mungkin kalau NKRI dipimpin dan dikelola secara benar dan bermutu oleh putera-puterinya.

Kalau tidak ada kemampuan untuk mengembangkan kepemimpinan dan pengelolaan yang memadai, maka Indonesia jadi amat menarik bagi negara-negara lain yang berambisi meluaskan kekuasaannya di Dunia.
Sebab itu sejarah Indonesia menunjukkan bahwa Indonesia merupakan kekuatan yang penting di Dunia ketika kerajaan Sriwijaya dan Majapahit mampu mengembangkan kepemimpinan dan pengelolaan yang efektif. Akan tetapi adalah satu hal yang tak dapat dihindarkan adalah bahwa segala hal di alam ini ada saat berakhirnya.

Kehebatan Sriwijaya dan Majapahit pun mengalami saat akhir tanpa ada gantinya yang memadai setelah itu. Maka sejak awal abad ke 16 Indonesia dijajah dan dikuasai sepenuhnya oleh bangsa-bangsa asing. Baru pada pertengahan abad ke 20 bangsa Indonesia berhasil keluar dari penjajahan selama 300 tahun itu ketika pada 17 Agustus 1945 Soekarno dan Mohammad Hatta atas nama bangsa Indonesia menyatakan Proklamasi Kemerdekaan. Kemerdekaan itu kemudian masih harus diperjuangkan selama lima tahun untuk benar-benar tegak dan kedaulatan negara baru diakui oleh bangsa-bangsa di dunia. Berdirilah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang meluas sepanjang khatulistiwa dan besarnya hampir menyamai wilayah benua Eropa. Sebab itu orang mengatakan bahwa Indonesia adalah satu Benua Maritim yang tiada duanya di dunia.

Namun dua faktor yang telah disebut sebelumnya, yaitu Kepemimpinan dan Pengelolaan, tetap berlaku untuk dapat tumbuh berkembang sebagai negara yang kuat berwibawa secara nasional dan internasional serta dapat menciptakan kehidupan yang tenteram damai, maju dan sejahtera bagi rakyatnya. Syarat penting itu juga dihadapi bangsa Indonesia pada abad ke 21 ini.

Nampaknya Indonesia sejak akhir abad ke 20 mengalami keadaan yang menunjukkan lemah kepemimpinan. Sejak berakhirnya pemerintahan Presiden Suharto terjadi apa yang dinamakan Gerakan Reformasi. Gerakan ini pada mulanya mendapat dukungan luas karena dianggap perlu untuk mengakhiri praktek-praktek tertentu dari pemerintahan Suharto yang merugikan perkembangan bangsa. Sebab itu Reformasi ada manfaatnya kalau dapat meningkatkan pelaksanaan yang lebih luas dan bermutu dari Pancasila sebagai Dasar Negara. Akan tetapi terbukti para pemimpin yang menggerakkan Reformasi tidak mampu menjalankan kepemimpinan yang cukup bermutu. Maka Reformasi malahan dapat “dibajak” pihak-pihak yang ingin menguasai Indonesia, khususnya yang bersumber dari AS.

Maka terjadi perkembangan yang malahan menjauhkan Indonesia dari Pancasila. Keberhasilan para pembajak untuk mengamandemen UUD 1945 empat kali adalah satu contoh. Sejak itu bangsa Indonesia diatur oleh satu konstitusi yang berantakan. Pembukaan masih tetap seperti yang asli dan berisikan Dasar Negara Pancasila tetapi Batang Tubuhnya berisi fasal-fasal yang bertentangan dengan Pancasila. Hal ini luas akibatnya bagi Indonesia sehingga makin rawan untuk dikendalikan sebagai Negara Vassal.

Hal lain yang menjadikan bahaya Negara Vassal makin nyata adalah kehadiran kekuatan-kekuatan luar negeri yang berambisi menguasai Indonesia. Perkembangan di Asia dan Dunia menunjukkan bahwa di samping AS yang sejak keunggulannya dalam Perang Dingin berambisi menjadikan seluruh umat manusia dan Dunia mengikuti dan menjalankan kehendak AS, China sejak tahun 1979 telah berkembang sebagai kekuatan politik-ekonomi-militer yang makin andal. Dan dengan kemampuannya yang andal makin kuat ambisinya untuk meluaskan pengaruh dan kuasanya. Hal itu sudah terbukti dari kegiatan China di Afrika dan Amerika latin yang membuatnya makin berpengaruh di dua wilayah itu . Dan sekarang juga dengan usaha untuk menguasai Asia Timur dan Tenggara yang dengan sendiri mencakup Indonesia dengan segala karakteristiknya yang menguntungkan.

Di samping AS dan China kekuatan yang nampak ingin menjadikan Indonesia bagian dari satu ambisi politik yang besar adalah golongan-golongan Arab yang ingin menghidupkan kembali satu Khilafah Islam semacam Khilafah Utsmania di masa lampau. Kemungkinan besar kekuatan finansial yang timbul dari minyak merangsang timbulnya ambisi ini. Mereka melihat Indonesia dengan umat Islam terbesar di dunia sebagai peluang untuk meluaskan pengaruh dan wibawa mereka di Asia Tenggara.

Kondisi yang Memperkuat Bahaya

Kondisi masyarakat dewasa ini serta sifat manusia Indonesia sangat memperkuat bahaya ini. Manusia Indonesia yang punya potensi kecerdasan cukup tinggi membuatnya fleksibel menghadapi berbagai keadaan dan mudah menerima sesuatu dari luar. Dalam sejarah itu dibuktikan dengan masuknya semua agama ke Indonesia dan mendapat pengikut yang cukup banyak dan bermutu. Akan tetapi sayangnya potensi ini kurang diimbangi dengan kemampuan menolak karena pengaruh Alam yang membuat manusia Indonesia terkenal ramah tapi juga menimbulkan sifat manja mental yang berakibat kelemahan daya juang. Keadaan itu merupakan sebab utama mengapa Indonesia dapat dijajah begitu lama ketika setelah sirnanya Majapahit tidak timbul Kepemimpinan yang andal.

Hal itu juga tampak dalam perjuangan menegakkan kemerdekaan pada tahun 1945 hingga 1950. Sebagian besar bangsa tidak secara aktif turut berjuang dan cenderung ikut kepada pihak yang kuat. Untung saja ada satu golongan sebagai pengecualian dari sifat lemah bangsa; golongan itu secara aktif dan gigih memperjuangkan kemerdekaan negara dan bangsa. Meskipun bersifat minoritas golongan ini berhasil merebut simpati dan dukungan dunia serta di pihak lain mempersulit penjajah membangun kembali kekuasaannya di Indonesia. Golongan yang minoritas itu dapat memaksa penjajah mengakui kemerdekaan bangsa dan kedaulatan negara Indonesia. Namun bekas Penjajah berhasil untuk membuat perumusan yang mengikat negara baru itu menjadi negara vassal Belanda.

Kembali karena keuletan dan kegigihan Golongan Pejuang yang minoritas dalam waktu kurang dari satu tahun ikatan yang menjadikan Indonesia vassal Belanda dapat dipatahkan dan berdirilah Republik Indonesia yang sepenuhnya merdeka dan berdaulat. Maka mayoritas bangsa yang nyatanya tidak turut berjuang memperoleh nikmat kemerdekaan sebagai hasil perjuangan.

Di samping golongan mayoritas dan golongan Pejuang ada segolongan kecil yang amat setia kepada penjajah dan setelah tahun 1950 meninggalkan Indonesia turut ke Belanda. Inilah sejarah yang nyata dan hingga kini belum ada perubahan dalam kondisi bangsa; golongan pejuang belum menjadi mayoritas.
Kurangnya Semangat Pejuang luas dampaknya dan bahkan mempengaruhi Kepemimpinan.

Rencana melakukan Nation and Character Building atau membangun Negara dan Bangsa dengan berkarakter dan berideologi Pancasila tidak dilakukan dengan kesungguhan dan intensitas yang tinggi. Akibatnya adalah bahwa Pancasila tidak kunjung menjadi kenyataan dalam kehidupan masyarakat. Hal ini membuka peluang bagi masuk dan meluasnya pengaruh sikap hidup dunia Barat berupa Individualisme, Liberalisme dan Materialisme, apalagi setelah banyak warga Indonesia menjalankan pendidikan di AS.

Juga terbuka peluang bagi komunisme dengan PKI sebagai pembawanya. Padahal sebetulnya adanya Pemberontakan PKI Madiun pada tahun 1948 PKI telah cacat besar dan tidak boleh aktif kembali di Indonesia. Juga terjadi usaha sebagian umat Islam untuk mendirikan Negara Islam dengan jalan kekerasan. Ini semua adalah akibat ketledoran Kepemimpinan Nasional untuk melakukan Pembangunan Negara dan Bangsa secara sungguh-sungguh dan intensif sejak 1950. Hal ini merupakan faktor yang menguntungkan pihak-pihak yang berambisi menjadikan Indonesia satu Negara Vassal bagi kepentingannya.

Kerawanan lain yang berkembang akibat kurangnya Semangat Pejuang adalah bahwa Ekonomi Indonesia makin didominasi golongan yang diragukan kesetiaannya kepada Indonesia. Sejak masa penjajahan pihak Belanda membagi masyarakat Indonesia dalam tiga golongan, kaum Belanda dan Eropa lainnya – golongan Timur Asing (Vreemde Oosterlingen ) meliputi warga China, Jepang, Arab, India – golongan Pribumi (Inlanders, Inheemsen). Golongan Pribumi masih dibedakan antara mereka yang beragama Kristen dan Katolik dengan yang bukan Kristen Katolik. Dalam struktur ini golongan Belanda dan Eropa adalah kelas atas, sedangkan golongan Timur Asing kelas menengah dan Pribumi kelas bawah dengan yang bukan Kristen Katolik paling bawah. Di kelas menengah warga China dan keturunan China paling banyak jumlahnya dan juga dominasinya.

Sebagai kelanjutan kondisi ini dan tanpa adanya usaha Pembangunan Negara dan Bangsa secara sunggugh-sungguh dan intensif, Indonesia Merdeka mengalami dominasi Ekonomi oleh warga China dan keturunan China. Dominasi ini makin kuat dengan berkembangnya kemampuan warga China dan keturunan China hasil pendidikan lebih bermutu di luar negeri dan adanya ikatan antara mereka, baik antara yang kaya dengan yang kaya maupun yang kaya membantu yang belum kaya. Juga diperkuat tumbuhnya hubungan dan koneksi mereka dengan pihak luar negeri yang sama kepentingan ekonominya.

Meskipun belum ada studi mendalam tentang dominasi Ekonomi Nasional tapi ada perkiraan bahwa golongan China yang menurut Sensus Penduduk tahun 2012 berjumlah 12 juta orang atau 5% dari jumlah penduduk RI menguasai 80% Ekonomi Nasional. Menurut perhitungan Forbes tahun 2016 dari 20 orang terkaya di RI hanya ada 2 orang Pribumi dan 1 orang keturunan India, sedangkan 17 orang adalah keturunan China. Semua ini tidak ada masalah bagi Indonesia kalau mereka atau mayoritas mereka setia dan loyal kepada NKRI.

Namun dalam kenyataan sekalipun mereka lahir dan tumbuh serta menjadi kaya di Indonesia dan berstatus Warga Negara Indonesia hanya sebagian kecil mereka benar-benar setia kepada Indonesia. Sebagian besar adalah opportunis yang memihak kepada mana yang kuat dan menguntungkan mereka serta ada yang berorientasi kepada negara leluhur China. Hal ini makin menjadi persoalan ketika pemerintah China menganggap semua orang keturunan China sebagai warga China, tanpa melihat apakah mereka menjadi warga negara bangsa lain.

Ketika China berkembang menjadi kekuatan kedua terbesar dunia maka hanya WNI keturunan China yang kuat rasa keterikatannya dengan Indonesia yang tidak berpihak tanah asalnya. Dengan kekuatan ekonomi WNI keturunan China yang tidak setia kepada RI, baik karena bersikap opportunis maupun yang anggap Indonesia hanya sebagai “ayah angkat” sedang ayah kandung mereka adalah China, diperkuat oleh usaha yang berpusat di China dan mungkin juga Singapore untuk secara diam-diam menguasai Indonesia (silent penetration), bahaya bagi NKRI menjadi negara vassal adalah nyata.

Kerawanan Indonesia ditambah dengan masalah usaha menjadikan Indonesia bagian dari Khilafah Islam. Sebenarnya umat Islam di Indonesia pada awalnya sudah merupakan golongan yang sepenuhnya mendukung eksistensi dan jayanya Republik Indonesia. Ummat Islam di Indonesia yang tergabung dalam Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah sudah sejak 18 Agustus 1945 bersedia untuk mengakui Pancasila sebagai Dasar Negara, yaitu Pancasila tanpa disertai Piagam Jakarta, untuk menjaga agar seluruh rakyat Indonesia yang tinggal di wilayah dari Sabang ke Merauke dan yang menganut berbagai agama dan kepercayaan hidup dalam kebersamaan di Negara Kesatuan Republik Indonesia. Malahan belakangan ummat Islam di Indonesia itu menyatakan diri sebagai ummat Islam Nusantara. Dengan pernyataan itu mereka menegaskan bahwa NKRI berdasarkan Pancasila adalah sikap dan pendirian final. Tidak ada pikiran membentuk satu negara Islam Indonesia, apalagi menjadi bagian dari satu kalifah yang berpusat di bagian lain dunia.

Akan tetapi sejak di Timur Tengah ada gerakan yang mengutamakan Islam di atas umat lain dan atas dasar itu hendak membangun kembali kalifah yang meliputi seluruh umat Islam dunia atau sekurangnya umat Islam di beberapa negara seperti yang dulu ada, mula-mula lewat gerakan Al Qaeda dan kemudian NIIS, maka gerakan itu menimbulkan daya tarik pada sementara kalangan umat Islam di Indonesia. Timbul organisasi Islam yang berpaham ekstrim-radikal dan menolak segala pikiran dan paham yang tidak sesuai dengan paham mereka.

Mulai anggota organisasi itu menyusun diri untuk mengembangkan Indonesia sebagai bagian dari gerakan di Timur Tengah itu. Dukungan keuangan yang bersumber gerakan di Timur Tengah membuat gerakan Islam ekstrim-radikal di Indonesia makin berkembang. Dan belakangan ini nampaknya kepemimpinan di NU dan Muhammadiyah kalah pengaruh pada kalangan muda Islam sehingga ada kesan bahwa ummat Islam di Indonesia sudah beralih menjadi Islam Radikal. Inilah bahaya kedua bagi Indonesia menjadi negara vassal, yaitu vassal dari kalifah yang berpusat di Timur Tengah.

Usaha Pencegahan menjadi Negara Vassal

Syarat pertama untuk tidak menjadi Negara Vassal adalah terwujudnya Kepemimpinan Nasional di Indonesia yang benar yakin kepada kebenaran Pancasila sebagai Dasar Negara. Keyakinan itu akan menjadi sumber untuk berbagai kebijakan yang dapat mengembangkan Ketahanan Nasional yang efektif. Sebab hanya dengan Pancasila dapat dibangun Persatuan dan Kesatuan Bangsa yang tersebar di wilayah begitu luas dan menganut berbagai paham dan pikiran yang berbeda-beda. Dan keyakinan yang teguh kepada Pancasila akan menghasilkan Kepemimpinan yang kuat berwibawa dan disegani oleh jutaan rakyat Indonesia.

Syarat Kedua menyangkut factor Konstitusi. Satu Negara dan Bangsa memerlukan satu konstitusi yang menjadi pedoman untuk perjuangannya di masa depan. Sejak UUD 1945 di-amandemen empat kali bangsa Indonesia telah kehilangan konstitusi yang menjadi pedoman bagi perjuangan yang sesuai dengan Tujuan Nasional bangsa Indonesia. Sebab itu Syarat Kedua untuk dapat mencegah menjadi Negara Vassal adalah mengembalikan konstitusi kepada keadaan yang sesuai dengan Dasar Negara Pancasila. Dapat dilakukan dengan menetapkan UUD 1945 yang asli sebagai konstitusi atau melakukan Kaji Ulang terhadap konstitusi yang sekarang berlaku sehingga terwujud UUD 1945 yang benar-benar merupakan keutuhan antara Pembukaan dengan Batang Tubuhnya dengan disertai bagian Penutup yang berisikan penjelasan yang diperlukan.

Hanya dengan konstitusi yang sesuai dengan Dasar Negara Pancasila NKRI akan dan dapat berkembang kondisi Politik yang makin sesuai dengan Pancasila dan makin jauh dari Individualisme dan Liberalisme yang sejak masa Reformasi amat mengganggu kehidupan masyarakat yang harmonis. Dengan begitu Hukum akan lebih mungkin benar-benar berfungsi sehingga dapat memenuhi keinginan masyarakat yang mendambakan keadilan. Hal ini merupakan landasan yang baik untuk menghasilkan Ketahanan Nasional, yaitu kekuatan nasional yang ulet dan tangguh dan mampu mengatasi berbagai ancaman, tantangan dan gangguan baik yang datang dari luar negeri maupun dalam negeri.

Syarat Ketiga adalah terwujudnya Kesejahteraan lahir batin bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Tingkat kesejahteraan Rakyat amat penting dalam pelaksanaan Dasar Negara Pancasila. Dan itu amat berpengaruh terhadap pembentukan Ketahanan Nasional. Kondisi Rakyat Indonesia yang hingga kini masih parah dalam tingkat kemiskinan tinggi, ditambah lagi dengan kesenjangan yang lebar antara golongan kaya dan miskin, membuat bangsa Indonesia amat rawan untuk diganggu dan diserang pihak lain. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) pada bulan Maret 2016 jumlah Rakyat yang miskin adalah 28,01 juta orang atau 10,86 prosen dari jumlah penduduk Indonesia. Sedangkan kesenjangan antara kaya dan miskin menurut koefisien Gini adalah 0,397. Angka-angka ini menunjukkan indikasi kerawanan tinggi bagi bangsa Indonesia.

Sebab itu perlu ada kebijakan Pemerintah yang serieus dan sungguh-sungguh untuk memperbaiki Kesejahteraan Rakyat. Kegemaran sementara orang memuji tingkat pertumbuhan ekonomi Indomesia tidak ada maknanya selama pertumbuhan itu hanya menyangkut golongan kecil yang kaya dan tidak menyentuh kemiskinan yang parah dan kesenjangan yang lebar itu.
Peningkatan produksi dari kalangan bawah harus benar-benar diusahakan dengan menjadikan UMKM lebih berkembang baik dalam jumlah perusahaan maupun produksinya, mutu dan jumlah produksi.

Perkembangan UMKM harus dilihat baik dari sudut perluasan kesempatan kerja untuk Rakyat banyak, khususnya di daerah pedesaan, maupun untuk meningkatkan kesejahteraannya.
Hal itu perlu sekali ditunjang dengan kondisi Pendidikan Nasional yang menghasilkan Manusia Indonesia yang berwatak Pancasila dan memiliki kemampuan serta kecakapan kerja yang sesuai dengan perkembangan usaha dan teknologi. Juga perlu ditunjang dengan pemilikan tanah yang lebih luas bagi kaum petani dan pemilikan perahu dan alat penangkap ikan bagi para nelayan. Sebagai perbandingan pantas dilihat bagaimana bangsa Jepang yang sebelum Perang Dunia II diliputi kondisi kemiskinan di kalangan petani dan nelayan, setelah Perang Dunia II menjadi bangsa kaya dengan adanya pembagian tanah bagi petani dan penguatan koperasi nelayan. Serta adanya pendidikan umum yang luas bagi seluruh rakyatnya.

Ini adalah syarat-syarat pokok yang perlu dikembangkan bangsa Indonesia untuk mencegah NKRI menjadi negara vassal. Dengan terwujudnya tiga syarat pokok itu akan dapat dikembangkan satu kehidupan bangsa yang memungkinkan terbentuknya Ketahanan Nasional yang ulet dan tangguh, terbentuk dari Kesejahteraan Nasional baik lahir maupun batin dan Keamanan Nasional yang efektif.

Perkembangan bangsa Indonesia itu diharapkan dapat menjadi kenyataan dalam waktu sesingkat mungkin agar pada tahun 2045 ketika NKRI berusia satu abad mulai ada tanda awal dari Indonesia Raya.(*)

Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.

tag: #  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
IDUL FITRI 2024
advertisement
IDUL FITRI 2024 MOHAMAD HEKAL
advertisement
IDUL FITRI 2024 ABDUL WACHID
advertisement
IDUL FITRI 2024 AHMAD NAJIB
advertisement
IDUL FITRI 2024 ADIES KADIR
advertisement
Opini Lainnya
Opini

Ahlan Wa Sahlan Prabowo Sang Rajawali!

Oleh Syahganda Nainggolan
pada hari Rabu, 24 Apr 2024
JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Mahkamah Konstitusi sudah memutuskan Prabowo Subianto sah sebagai Presiden RI ke delapan. Itu adalah takdir Prabowo yang biasa dipanggil 08 oleh koleganya. Keputusan MK ...
Opini

Jalan Itu Tidaklah Sunyi

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --"Jika Mamah jadi penguasa apakah Mamah akan menjadikan anak Mamah pejabat saat Mama berkuasa?" Itu pertanyaan anakku malam ini. Aku mendengarkan anakku ini. ...