Opini
Oleh Edy Mulyadi (Direktur Program Centre for Economic and Democracy Studies-CEDeS) pada hari Minggu, 02 Jul 2017 - 07:42:17 WIB
Bagikan Berita ini :

Reshuflle dan ‘Jejak Merah ’ Sri Mulyani

13IMG_20170702_073949.jpg
Edy Mulyadi (Direktur Program Centre for Economic and Democracy Studies-CEDeS) (Sumber foto : Istimewa )

Konon, Presiden Jokowi segera mengocok ulang kabinetnya usai Lebaran ini. Berbarengan dengan itu, entah dari mana sumbernya, gosip Menkeu Sri Mulyani Indrawati bakal menjadi Menko Perekonomian belakangan makin santer saja. Tapi amanya juga gosip, bisa benar bisa juga salah.

Terlepas benar-tidaknya gosip yang ini, saya kok jadi benar-benar khawatir. Saya khawatir bahkan takut kalau gosip Ani, begitu dia biasa disapa, benar-benar akan didapuk menjadi Menko Perekonomian. Di samping, tentu saja, saya tetap berharap seperti gosip-gosip lain, yang ini juga tetap menjadi gosip belaka dan bakal menguap seiring berjalannya waktu.

Sosok perempuan kelahiran Lampung, Agustus 1962 ini memang benar-benar kontroversial. Di kalangan pendukungnya, Ani adalah _Wonder Woman_yang gagah perkasa dan sakti mandraguna. Kebanggaan mereka kian membuncah, manakala ibu tiga anak ini diganjar dengan berbagai gelar gemerlap oleh kalangan ‘pasar’. Yang terbilang mencorong adalah penghargaan sebagai Menkeu terbaik Asia.

Tapi sekadar mengingatkan saja, yang dimaksud dengan ‘pasar’ di sini bukanlah pasar tradisional dengan para mbok bakul sayur yang sudah menata dagangannya sejak matahari belum lagi terbit. Jangan juga dibayangkan pasar yang dimaksud area yang umumnya becek dan pengap, dengan hingar-bingar tawar-menawar memperebutkan seribu dua ribu perak selisih harga oleh si pembeli dan penjual. Bukan, bukan pasar yang ini.

Pasar yang memuja-muji Ani adalah lembaga keuangan internasional seperti IMF, Bank Dunia, dan ADB. Pasar di sini adalah para investor, baik lokal maupun, terutama, asing. Mereka inilah yang bermain dan malang-melintang di bursa-bursa internasional, di
_paper market_yang memperdagangkan berbagai komoditas maya, termasuk
_currency_,yang nyaris abai dengan _underlying_produk yang ditransaksikan. Mereka mendikte perekonomian dunia dari pasar-pasar maya. Seolah-olah nasib perekonomian dunia berada di ujung-ujung jemari mereka yang menekan_keyboard-komputer dan atau laptop belaka.

Tulisan yang membahas bagaimana Ani adalah _good girl_-nya pasar sudah terlampau banyak. Bagaimana sepak terjangnya selaku Menkeu yang banyak menguntungkan para majikan asingnya, juga lumayan sering diangkat. Salah satu jasa besarnya adalah, dia banyak menerbitkan surat utang negara alias obligasi dengan _yield_
supertinggi sehingga laris-manis diborong asing.

*Banyak merugikan negara*

Terlepas rekam jejaknya selaku pejuang neolib yang moncer buah polesan media _mainstream_, rakyat Indonesia juga tidak lupa sepak terjangnya yang merugikan negara. Beberapa di antaranya bahkan ditenggarai berbau aksi kriminal. Namun anehnya, hingga kini kasus-kasus tersebut menguap tanpa jelas nasibnya.

Pada 2006, misalnya, selaku Menkeu dia menyetujui langkah Dirjen Pajak Darmin Nasution yang mengurangi pembayaran pajakHaliburton, perusahaan milik mantan Wakil Presiden AS, Dick Cheney, senilai Rp21,7 miliar. Pada kasus ini, Darmin meneken pengurangan pajak Haliburton haya dalam tempo 12 hari kerja. Padahal, Dirjen Pajak sebelumnya Hadi Purnomo konsisten menolak meng-ACC selama empat tahun berturut-turut.

Sebagai Menkeu di Era SBY, Sri Mulyani pernah meminta pembebasan skandal pajak Paus Tumewu (bos PT Ramayana Lestari Santoso). Paulus dituduh mengecilkan omset Ramayana Lestari dan tidak mengisi surat pemberitahuan pajak (SPT) dengan benar. Akibatnya, negara dirugikan sekitar Rp399 miliar. Kasus pajaknya telah dinyatakan P-21 alias lengkap oleh Bareskrim Mabes Polri dan siap dilimpahkan ke Kejaksaann pada akhir 2005.

Tapi, atas permintaan Sri Mulyani, Jaksa Agung mementahkan kembali kasus ini. Padahal dalam kasus pidana pajak Paulus Tumewu sempat ditahan di Bareskrim selama 90 hari. Namun dengan dalih telah menerbitkan Surat Ketetapan Pajak (SKP), Paulus hanya dikenai kewajiban membayar Rp7,99 miliar. Anehnya, hingga artikel ini ditulis, Ani tidak pernah bisa menunjukan SKP yang diterbitkannya itu.

Jejak suram lainnya adalah ketika selaku Menkeu dia melakukan reformasi perpajakan di era Presiden SBY. Tidak tanggung-tanggung, dana yang digelontorkan mencapai US$500 juta. Sayangnya, duit itu bersumber dari pinjaman Bank Dunia. Ini jelas pemborosan yang keterlaluan. Reformasi perpajakan yang dijanjikannya ternyata majal alias tidak membuahkan hasil seperti yang diharapkan. Bahkan, pada era itu juga mencuat skandal Gayus Tambunan, pegawai Pajak golongan III yang punya simpanan ratusan miliar rupiah.

Sepanjang periode 2006-2010, sebagai Menkeu Ani juga sukses mengembungkan utang negara sebesar Rp473,3 triliun dalam bentuk surat berharga negara (SBN). Jumlah ini tidak termasuk utang yang dibuatnya saat menjadi Menkeu babak kedua, yaitu sejak Juli 2016 hingga hari ini sebagai buah _reshuffle_kabinet Jokowi.

Dan, _last but not least_,publik juga belum lupa skandal Bank Century yang merugikan negara Rp6,7 triliun. Sebagai Menkeu, saat itu dia juga menjadi Ketua Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK). Nah posisinya inilah yang punya peran penting dalam skandal Bank Century. Di pengadilan, namanya jelas-jelas disebut turut terlibat. Namun hingga kini, skandal dengan kerugian tiga kali lipat dari korupsi E-KTP itu cuma berhasil menjebloskan mantan Deputi Gubernur Bank Indonesia Budi Mulya 15 tahun ke penjara. Sedangkan Sri dan Boediono (saat itu Gubernur BI) yang berperan sentral, bisa melenggang lolos dari jerat hukum.

Sekadar membuka _file_lama saja, saat skandal Bank Century merebak DPR, khususnya PDI-P, termasuk yang galak menyalak. Pada 2010, Ketua DPR Fraksi PDI Tjahjo Kumolo sempat menyatakan pihaknya secara resmi menolak kehadiran Menteri Keuangan Sri Mulyani mewakili pemerintah dalam setiap sidang, baik di Komisi XI maupun Badan Anggaran. Namun dalam _reshuffle_tahun lalu yang membawa Ani kembali ke lingkaran kabinet, PDIP ternyata memilih bungkam, sampai hari ini.

Jadi, berbincang soal Sri Mulyani, kita tidak saja bicara soal pejabat yang tanpa prestasi selain mengobral utang dengan bunga supertinggi. Kita juga bukan sekadar berbicara Menkeu yang rajin memangkas anggaran yang berakibat kontraksi. Tapi kita juga tengah bicara seorang pejuang neolib yang dalam banyak kebijakannya banyak merugikan kepentingan bangsa dan rakyat Indonesia. Lebih dari itu, kita juga bicara tentang pejabat publik yang belum tuntas dari belitan skandal korupsi Bank Century dengan kerugian negara Rp6,7 triliun.

Semua kisah tadi sudah menjadi informasi publik yang mudah diakses. Tidak sulit bagi Presiden untuk menelusurinya. Akan jadi pertanyaan besar, jika Jokowi kelak, akan mempertahankan bahkan menjadikan Sri Mulyani sebagai Menko Perekonomian.

Semestinya kali ini Presiden tidak lagi berjudi dengan nasib perekonomian nasional. Jangan pernah memasang kembali figur-figur neolib yang sama sekali tidak layak, apalagi penuh catatan merah, di jajaran tim ekonomi. Jokowi hendaknya ingat kembali Nawacita dan Trisakti yang jadi andalannya saat kampanye Capres 2014. Jangan biarkan rakyat kecewa dan menuduh Nawacita dan Trisakti hanyalah dagangan untuk merebut simpati dan suara pemilih, untuk kemudian dicampakkan ke comberan. (*)

Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.

tag: #  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
IDUL FITRI 2024
advertisement
IDUL FITRI 2024 MOHAMAD HEKAL
advertisement
IDUL FITRI 2024 ABDUL WACHID
advertisement
IDUL FITRI 2024 AHMAD NAJIB
advertisement
IDUL FITRI 2024 ADIES KADIR
advertisement
Opini Lainnya
Opini

Ahlan Wa Sahlan Prabowo Sang Rajawali!

Oleh Syahganda Nainggolan
pada hari Rabu, 24 Apr 2024
JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Mahkamah Konstitusi sudah memutuskan Prabowo Subianto sah sebagai Presiden RI ke delapan. Itu adalah takdir Prabowo yang biasa dipanggil 08 oleh koleganya. Keputusan MK ...
Opini

Jalan Itu Tidaklah Sunyi

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --"Jika Mamah jadi penguasa apakah Mamah akan menjadikan anak Mamah pejabat saat Mama berkuasa?" Itu pertanyaan anakku malam ini. Aku mendengarkan anakku ini. ...