JAKARTA (TEROPONGSENAYAN)--PT Transportasi Jakarta siap diaudit menyangkut kebijakan biaya pengisian saldo (top up) e-ticket kartu Transjakarta. Di sisi lain, DPRD DKI meminta BUMD DKI itu lebih terbuka soal kebijakan yang sudah berjalan selama 2017 tersebut.
Selama ini, penumpang Bus Transjakarta dikenakan biaya Rp 2000 setiap melakukan pengisian saldo e-ticket. Kepala Humas PT Transportasi Jakarta, Wibowo menegaskan, kebijakan itu telah dikonsultasikan dengan berbagai pihak. Dengan demikian, menurutnya sudah tidak ada masalah lagi dan hanya perlu menyesuaikan dengan aturan BI.
"Kalau memang mau diaudit. Kami sangat siap," kata Wibowo di Jakarta, Sabtu (23/9/2017).
Dia mengklaim semua kebijakan yang diambil PT Transportasi Jakarta sudah melalui kajian secara mendalam dan melibatkan banyak kalangan. Bahkan, perusahaan plat merah yang bergerak di bidang transportasi Jakarta itu mengklaim semua pemasukan tercatat dengan baik.
"Malah PT Transportasi Jakarta menyukseskan program pemerintah ini," tegas dia.
Sementara itu, Anggota Banggar DPRD DKI Probowo Soenirman meminta PT Transportasi Jakarta terbuka soal top up Rp 2000 di setiap halte busway. Sebab, semua pemasukan itu merupakan keuntungan yang didapat dari perusahaan plat merah tersebut.
"Selama ini PT Transportasi Jakarta selalu minta Penyertaan Modal Daerah (PMD). Tapi, tidak pernah melaporkan uang masuk dari top up," tegas dia dengan nada tinggi.
Selain dari PMD, kata Anggota Komisi B DPRD DKI itu, PT Transportasi Jakarta terus mendapatkan tambahan subsidi berupa Public Service Obligation (PSO) setiap tahunya. Misalnya, saja pada 2015 mendapat Rp 900 miliar, pada 2016 naik menjadi Rp 1,6 triliun, kemudian pada 2017 bertambah lagi menjadi Rp 2,8 triliun.
"Ya, memang perlu audit. Tidak hanya keuangan tapi kinerja juga," ujarnya.
Prabowo akan mempertanyakan kebijakan top up tersebut saat rapat dengan Komisi B DPRD DKI nanti. Karena itu, pihaknya akan menjadwalkan rapat bersama pekan depan.
"Saya sih maunya PMD ditahan dulu, sampai ada kejelasan masalah top up," tandasnya.
Secara terpisah, Direktur Institut Studi Transportasi (Instrans), Dharmanigtyas menuturkan, sejak awal dia menolak pemberlakuan pemotongan biaya isi ulang kartu elektronik di halte TransJakarta. Seharusnya, biaya itu dibebankan pada operator.
Tyas mengakui, bahwa dirinya tidak pernah mengetahui sistem pengenaan administrasi tersebut. Jangankan pendapatan atau penggunaan, kerja sama yang dilakukan dengan pihak perbankan saja, kata dia, tidak pernah dipublikasi.
"Kalau buat peningkatan pelayanan, saya sebagai orang yang pertama kali mengampanyekan Transjakarta tidak melihat adanya perubahan headway," beber dia.
"Audit dan segera evaluasi direksi perusahaan daerah itu," tambahnya. (plt)