JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) - Anggota Komisi VII DPR RI, Eni Maulani Saragih mengaku pesimis dengan langkah pemerintah yang berniat mengambil alih 51 persen saham PT Freeport Indonesia.
Demikian disampaikan Eni dalam Rapat Kerja (Kerja) antara Komisi VII bersama Kementerian Energi dan Sumber Daya Miniral (ESDM), yang dihadiri MenESDM Ignasius Jonan beserta Wakilnya Archandra Tahar.
Agenda rapat sendiri yakni terkait evaluasi kerja Kementerian ESDM di 2017, rencana kerja di tahun ini serta membahas kelanjutan devistasi 51 persen PT. Freeport Indonesia. (PTFI).
"Terkait 51 persen saham bagi saya mimpi. Kita punya saham 51 persen, rasanya gak mungkin, kenapa saya bilang gak mungkin? Ini sudah lama kita negosiasi, jadinya berbelit-belit jalannya, melilit-lilit, gak selesai juga, tiba-tiba muncullah yang namanya Build, Operate and Transfer (BOT) itu kita harus ambil saham, saya pikir mungkin pak menteri (Jonan) harus menyampaikan apa adanya dari proses negosiasi itu, jangan “seolah - olah” kita dapat 51 persen,” tandas Politikus Golkar itu di ruang rapat Komisi VII Gedung Nusantara I Kompleks Parlemen Jakarta, Kamis (25/1/2018).
Menurutnya, selama ini digaungkan pemerintah mengenai proses negosiasi yang katanya berhasil, hanyalah cara pemerintah dalam “membungkus” pernyataan tersebut.
Sebaiknya, saran dia, Pemerintah seharusnya memberikan Informasi yang apa adanya kepada masyarakat.
"Gak mungkin saya pikir dengan lega dia memberikan sahamnya, akhirnya karena pemerintah sudah berkali-kali menyampaikan bahwa kita akan bisa, sudah sukses, ini seperti mencari jalan sesuatu yang tidak mungkin," sindirnya.
"Masyarakat sudah cerdas, saya sendiri kan pernah katakan, saya pernah jadi pedagang, jadi 51 persen diberikan begitu saja rasanya gak mungkin, minimal 50 - 50 Supaya sama, apalagi ini Freeport," sambung dia.
Daripada harus membeli saham 51 persen dengan harga yang sangat mahal, apalagi Eni mengaku pernah mendengar, Bahwa setelah selesai proses mendapatkan saham, Pemerintah harus memberikan modal untuk pembangunan smelter.
"Padahal 3 tahun setelah KK ini slesesai ya semua jadi milik kita, kok jadi berbelit-belit banget, kok kita yang selalu menuntut membangun smelter ternyata menimpa kita, kita yang harus mengeluarkan uang,?" tandas dia.
Maka dari itu, Eni lebih memilih jika pemerintah tidak memiliki modal, sebaiknya kembali kepada KK sampai tahun 2021. Dimana setelah itu mungkin bisa dapat kontrak baru yang lebih Fair.
"Dibanding harus membeli barang kita sendiri," tutup Eni. (icl)