JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) – Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo diminta untuk segera bersikap terkait kondisi kenaikan bahan bakar minyak (BBM) jenis Pertalite sebesar Rp 200.
Koordinator Investigasi Center for Budget Analysis (CBA), Jajang Nurjaman meminta Mendagri mendorong seluruh pemerintah daerah tingkat Provinsi agar mengambil langkah pemecahan terhadap persoalan tersebut.
"Salah satu kebijakan yang bisa dilakukan pemerintah tingkat Provinsi adalah, dengan menurunkan pajak bahan bakar kendaraan bermotor atau PBBKB," kata Jajang kepada wartawan di Jakarta, Jumat (30/03/2018).
Hal ini, menurutnya, sebagai langkah yang paling bijak dan memungkinakan dilakukan Pemerintah Provinsi(Pemprov) di tengah-tengah kesulitan masyarakat.
Diungkapkan Jajang, langkah ini juga sudah dicanangkan Pemprov Riau, yang berencana menurunkan PBBKB.
“Nah, ini bias dicontoh daerah-daerah lain, meskipun sebelumnya PBBKB Riau dua kali lipat dibandingkan Provinsi lain, yakni sebesar 10 persen,” ungkapnya.
"Dengan adanya kenaikan BBM Pertalite, pemerintah daerah ini mengambil langkah baik. Diharapkan kebijakan final yang diambil Pemprov Riau bisa mengurangi PBBKB di bawah 3 persen," ujarnya.
Dikatakan Jajang, saat ini yang merasakan dampak dari naiknya BBM jenis Pertalite bukan hanya warga Riau, tetapi juga masyarakat di daerah lain turut merasakan hal yang sama.
Karenanya, dia berpendapat, melihat kondisi ini seharusnya Pemprovhadir dengan mengambil sikap bijak yakni menurunkan PBBKB yang sebelumnya sebesar 5 persen menjadi 3 persen atau di bawahnya.
"Menurut kami, Pemerintah Provinsi tidak perlu khawatir dan bahkan menjadikan alasan enggannya menurunkan PBBKB karena takut Pendapatan Asli Daerah (PAD) menurun," ujarnya.
Sebab, kata dia, faktanya selain PBBKB masih banyak sumber pendapatan lainnya yang dapat dimaksimalkan. Seperti Pajak kendaraan bermotor, Bea balik nama kendaraan bermotor, Pajak Air Permukaan, Pajak Rokok. Belum lagi termasuk retribusi, serta PAD lain-lain yang sah.
Selain itu, terang dia, hingga saat ini seluruh pemerintah daerah juga masih mengandalkan kebutuhan belanjanya dari pemerintah pusat, bukan PAD.
Bahkan, untuk urusan yang berkaitan langsung dan penting bagi masyarakat contohnya dana pendidikan, ungkap dia, hanya Provinsi DKI Jakarta yang sanggup menganggarkan dana pendidikan sampai 20 persen dari PAD. “Provinsi lainnya sebagian besar di bawah 5 persen dari PAD,” katanya.
Belum lagi, lanjut Jajang, fakta lainnya adalah sebagian besar dana APBD habis untuk pos anggaran tidak produktif. contohnya data di tahun 2016, APBD seluruh Provinsi 70,9 persen dihabiskan untuk belanja pegawai.
"Melihat fakta-fakta dni, CBA meminta Mendagri untuk tidak ragu-ragu mendorong dan menginstruksikan Pemerintah Provinsi agar segera merevisi kebijakan terkait pajak daerah yakni menurunkan pajak bahan bakar kendaraan bermotor paling tinggi 3 persen," pungkasnya. (Alf)