Opini
Oleh Tony Rosyid (Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa) pada hari Senin, 11 Jun 2018 - 09:15:22 WIB
Bagikan Berita ini :

Para Ulama "Paksa" Anies Nyapres

605a8b71850fa611519088005-ganjar.jpg.jpg
Tony Rosyid (Sumber foto : Ist)

Belum genap setahun jadi gubernur, nama Anies Baswesan muncul di sejumlah lembaga survei. Sebagai capres. Urutan ketiga, setelah Jokowi dan Prabowo.

Itu bukti, Anies diperhitungkan. Banyak orang menjagokan Anies. Bukankah masih harus selesaikan tugas sebagai gubernur? Disinilah poinnya.

Setidaknya, ada tiga pendapat:

Pertama, Tak Suka Anies Nyapres

Jadi gubernur saja kelompok ini tak milih, apalagi nyapres. Bisa dipahami. Di pikiran orang tak suka, Anies selalu dipersepsikan, bahkan diopinikan buruk. Tak ada baiknya. Ukurannya? _Like and dislike._ Pokoknya gak suka, semuanya jadi buruk.

Risiko pemimpin. Banyak yang cocok, banyak juga yang tak cocok. Yang dukung banyak, tapi tak sedikit yang tak setuju. Ada yang paham, banyak juga yang tak mau ngerti. Dinamika yang wajar. Karena itu, seorang pemimpin dituntut untuk bekerja keras dan cerdas serta berkemampuan komunikasi yang baik. Merangkul semua pihak sebagai bagian dari tanggungjawabnya melayani rakyat secara adil.

Kedua, Pendapat Bahwa Anies Tak Etis Jika Nyapres

Selesaikan dulu Jakarta. _Track recordnya_ cukup bagus. Dapat opini WTP dari BPK. Ini prestasi yang tak pernah didapatkan Jokowi, Ahok dan Djarot ketika jadi gubernur. Ketegasannya soal penegakan aturan banyak diapresiasi. Hingga Alexis dan Reklamasi tutup. Sembilan naga tak berkutik. Ini sisi kelebihan Anies dibanding pendahulu-pendahulunya. Lanjutkan hingga lima tahun ke depan. Buat prestasi maksimal dulu. 2024, jika ada kesempatan, Anies bisa nyapres.

Ketiga, Pendapat Bahwa Anies Mesti Nyapres

Bukan karena ambisi, apalagi demi kelompok kepentingan. Haram hukumnya. Forboden. Tapi, untuk bangsa. Kok bisa?

Menurut pendapat ini, untuk selamatkan bangsa, mesti ganti presiden. _Hashtag_ #2019GantiPresiden dan munculnya kelompok ABJ (Asal Bukan Jokowi) yang semakin massif, adalah indikator betapa kegelisahan rakyat semakin akut.

Lalu, siapa tokoh yang potensial ganti Jokowi?

Kelompok ini mengungkapkan kriteria. Tokoh-tokoh itu mesti memenuhi syarat integritas, komitmen, kapasitas dan elektabilitas.

Ada tiga nama yang muncul. Prabowo Subianto, Anies Baswedan dan Gatot Nurmantyo.

Prabowo memenuhi syarat integritas, komitmen dan kapasitas. Jangan ragukan nasionalisme Prabowo. Darahnya darah merah putih. Darah NKRI. Tapi, sayangnya Prabowo lemah di elektabilitas. Elektabilitasnya dua digit, tapi stagnan dan sulit dinaikkan. Brandingnya terlalu berat. Tak banyak memiliki momentum dan daya kreatif untuk naikkan citra diri. Karena, Prabowo tipe manusia yang apa adanya. "Broto Suto"

Gatot memenuhi syarat kapasitas dan elektabilitas. Tapi, integritas dan komitmennya, masih banyak pihak yang mempertanyakan. Ragu, maksudnya. Apalagi kedekatannya dengan para taipan, jadi faktor kecurigaan publik. Sangat disayangkan.

Anies, adalah satu diantara tokoh yang relatif memenuhi empat kriteria. Selain punya kelebihan konseptual dan brilian dalam komunikasi. Soal ini, Anies menonjol kepintarannya.

Selain Anies? Itulah masalahnya. Menurut pendapat kelompok ini, belum ditemukan tokoh yang selengkap Anies saat ini. Situasinya dharurat.

Bukan berarti Anies tak punya kelemahan. Malaikat kali. Tetap saja banyak kekurangan. Tapi setidaknya, diantara tokoh yang muncul, Anies relatif bersih. Baik secara moral, maupun politik. Peluangnya kalahkan _incumbent_ sangat besar. _Track record_ dan variabel debat menjadi faktor yang besar pengaruhnya.

*Anies vs Jokowi? Adu debat dan konsep? Adu track record? Kebayang siapa _"the winnernya."_*

Di Pilpres 2019, mau menang, atau mau sekedar ikut kontestasi? Kalau mau menang, calonkan Anies. Kalau mau perubahan, calonkan Anies. Kalau mau ganti presiden, calonkan Anies. Begitulah pendapat kelompok yang ketiga ini.

Deklarasi yang diinisiasi oleh sejumlah ulama yang diwakili Haekal Hasan (MIUMI), Fahmi Salim (PP Muhammadiyah), K.H Wahfiuddin Sakam (PBNU), Dr. Taufan Maulamin

(Akademisi), para mahasiswa dan LSM seperti GUM kemarin adalah bagian dari kekhawatiran sejumlah ulama jika tak ada pergantian pemimpin bangsa di 2019. Kondisi inilah yang mendorong mereka "paksa" Anies nyapres.

Kabarnya, di belakang mereka, ada ulama-ulama besar yang nama dan wajahnya belum mau dimunculkan. Nunggu momentum yang tepat. Siapa mereka? Mudah melacaknya kalau anda serius.

Tiga pendapat di atas memiliki dinamikanya sendiri di dunia politik jelang pendaftaran pilpres Agustus 2018 . Tapi, apapun dinamika itu, tetap saja partai yang menentukan takdirnya.

Pada akhirnya, apakah Anies akan dapat tiket atau tidak untuk nyapres, tetap saja partai yang punya otoritas untuk membuat keputusan.

Setidaknya, gerakan moral para ulama yang mendeklarasikan Anies bisa jadi bahan pertimbangan penting bagi parpol dalam menyiapkan kepemimpinan bangsa ke depan.

Jakarta, (11/6/2018)

Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.

tag: #pilpres-2019  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
IDUL FITRI 2024
advertisement
IDUL FITRI 2024 MOHAMAD HEKAL
advertisement
IDUL FITRI 2024 ABDUL WACHID
advertisement
IDUL FITRI 2024 AHMAD NAJIB
advertisement
IDUL FITRI 2024 ADIES KADIR
advertisement
Opini Lainnya
Opini

Ahlan Wa Sahlan Prabowo Sang Rajawali!

Oleh Syahganda Nainggolan
pada hari Rabu, 24 Apr 2024
JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Mahkamah Konstitusi sudah memutuskan Prabowo Subianto sah sebagai Presiden RI ke delapan. Itu adalah takdir Prabowo yang biasa dipanggil 08 oleh koleganya. Keputusan MK ...
Opini

Jalan Itu Tidaklah Sunyi

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --"Jika Mamah jadi penguasa apakah Mamah akan menjadikan anak Mamah pejabat saat Mama berkuasa?" Itu pertanyaan anakku malam ini. Aku mendengarkan anakku ini. ...