Berita
Oleh Syamsul Bachtiar pada hari Kamis, 16 Agu 2018 - 15:00:01 WIB
Bagikan Berita ini :

Ketua MPR Salah Sebut Dirgahayu RI

76Zulkifli-Jokowi.jpg.jpg
(ki-ka) Ketua DPR Bambang Soesatyo, Ketua MPR Zulkifli Hasan, Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla sebelum acara pelakanaan sidang tahunan MPR/DPR/DPD di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (16/8/2018) (Sumber foto : Istimewa)

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN)--Ketua MPR RI Zulkifli Hasan saat menutup sidang tahunan salah menyebut dirgahayu kemerdekaan RI k-37 tahun, dan kemudian diralat sendiri dengan mengucapkan dirgahayu RI ke 73 tahun.

“Sidang ini saya tutup dengan dirgahayu RI ke – 37 tahun, dan mohon maaf dirgahayu RI yang ke 73 tahun,” ujarnya di Kompleks Parlemen, Senayan Jakarta, Kamis (16/8/2018).

Sidang tahunan ini dihadiri oleh Presiden Jokowi, Wapres Jusuf Kalla, 689 (enam ratus delapan puluh sembilan) anggota MPR RI yang terdiri dari anggota DPR dan DPD RI. Juga hadir BJ. Habibie, Try Soetrisno, Sinta Nuriyah Abdurrahman Wahid, Megawati Soekarnoputri, Hamzah Haz, Boediono, dan hanya Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Selain itu dihadiri kabinet kerja, para duta besar negara sahabat, dan para teladan yang merupakan sebagian rakyat Indonesia berprestasi dan berdedikasi dari berbagai elemen, seperti juara-juara perlombaan yang diadakan oleh pemerintah, serta guru.

Dalam sambutannya Zulkifli mengingatkan saat memasuki tahun politik ini mengajak semua untuk membuka kembali kisah keteladanan para pendiri bangsa untuk saling menghargai, menghormati, dan bersatu meski berbeda pilihan politik.

“Kita ingat persahabatan Bung Karno dan Bung Hatta yang tetap hangat dan akrab meski sudah tak bisa bersama lagi. Padahal mereka berbeda pandangan yang tak ada titik temunya tentang demokrasi. Kita juga ingat kisah persahabatan Pak Simatupang dengan Pak Kasman dan Pak Prawoto ketika sama-sama bergerilya akibat agresi Belanda,” ujarnya.

Selain itu dia menyebut kisah Buya Hamka yang bergegas untuk mengimami shalat jenazah Bung Karno meski dulu pernah dipenjarakan tanpa proses peradilan. Bagi Buya Hamka perbedaan politik bukan halangan untuk memaafkan.

“Jadi, pendiri bangsa telah memberi keteladanan bahwa memimpin adalah mengabdi, bukan sekedar jalan mencari kekuasaan. Seperti Bung Hatta yang tak mampu membeli Sepatu Bally sampai akhir hayatnya, atau seperti prinsip yang selalu diajarkan KH Agus Salim: Leiden is Liijden, memimpin adalah jalan menderita,” pungkasnya.(yn)

tag: #mpr  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
IDUL FITRI 2024
advertisement
IDUL FITRI 2024 MOHAMAD HEKAL
advertisement
IDUL FITRI 2024 ABDUL WACHID
advertisement
IDUL FITRI 2024 AHMAD NAJIB
advertisement
IDUL FITRI 2024 ADIES KADIR
advertisement