JAKARTA (TEROPONGSENAYAN)- Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI) mendesak Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan segera mengubah regulasi yang bersifat diskriminatif.
Regulasi itu membedakan pelayanan antara rumah sakit tipe A dengan tipe C, terutama dalam melayani pasien cuci darah bagi penderita gagal ginjal. "Tempat cuci darah adalah barang langka di negeri ini. Pemerintah gagal dalam membangun fasilitas kesehatan tersebut," kata Sekjen KPCDI, Petrus Harianto kepada TeropongSenayan di Jakarta, Selasa (28/4/2015).
Seperti diketahui rumah sakit dengan tipe A, seperti RS Ciptomangunkusumo mendapat klaim sebesar Rp2 juta per cuci darah. Sementara, rumah sakit tipe C, mendapat pembayaran klaim dari BPJS hanya sebesar Rp815.000 per cuci darah.
Menurut mantan Sekjen Partai Rakyat Demokratik (PRD), akibat dari perbedaan pelayanan ini pasien gagal ginjal yang melakukan cuci darah di rumah sakit tipe C atau D masih harus mengeluarkan biaya. "Setiap cuci darah pasien yang HB (hemoglobin)-nya rendah, harus melakukan therapy erytropoitin ini, yang rata-rata biaya suntiknya memakan biaya sekitar Rp 200 ribuan," tambahnya.
Selain itu, kata Petrus, bisa juga pasien yang HB-nya rendah melalui tranfusi darah. Tetapi transfusi darah juga tidak dicover oleh BPJS. Padahal, lanjut Petrus, transfusi darah rata-rata membutuhkan 3 kantong darah, satu kantong biayanya Rp 400 ribu. BPJS hanya membiayai tabung dialiser 1 kali dalam sebulan dan di re-use sebanyak 7 kali (1:7 per bulan).
Bila rusak sebelum satu bulan, pergantian tabung dibebankan kepada pasien. "Padahal, harga tabung tersebut cukup mahal mencapai sebesar Rp240.000 di rumah sakit tipe C dan setiap pemeriksaan darah harus mengeluarkan biaya. Pasien cuci darah harus secara periodik tes laboratorium. Harga tes terkena HIV dan Hepatitis C dan B memakan biaya sebesar Rp 900 ribu," ungkapnya.
Jumlah rumah sakit tipe C dan D paling banyak, karena diselenggarakan oleh swasta. Bagi pasien cuci darah, hal ini sangatlah kesulitan mencari rumah sakit dengan tipe A. "Tempat cuci darah adalah barang langka di negeri ini. Pemerintah gagal dalam membangun fasilitas kesehatan tersebut," imbuhnya. (ec)