JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Putusan Mahkamah Agung (MA) terhadap Baiq Nuril terus menuai kritik. Putuasan tersebut dinilai menjauhkan penanganan kasus hukum dari keadilan.
Pasalnya, Nuril yang merupakan korban pelecehan seksual dari mantan atasannya justru dinyatakan bersalah atas tindakan yang bukan perbuatannya.
Politikus PDI-P Eva Kusuma Sundari mengatakan, putusan MA harusnya hanya menelaah putusan-putusan pengadilan di bawahnya yaitu Pengadilam Negeri (PN) atau Pengadilan Tinggi (PT). Bukan malah membuat putusan atas perkaranya sendiri yang itu jadi wewenang hakim PN dan PT.
"MA harus melakukan koreksi diri terhadap kinerja para hakim yang menurut berbagai riset menjadi lembaga yang integitasnya rendah karena korupsi dan diskriminatif terhadap perempuan yang lemah," kata Eva saat dihubungi, Senin (19/11/2018).
Dirinya juga menilai wajar jika Presiden Jokowi memberikan amnesti dan kemudian juga rehabilitasi kepada Ibu Nuril.
"MA harus stop pola ‘pemindahan’ pertanggungjawaban hukum pelaku pelecehan seksual kepada korban (viktimisasi korban)," katanya.
Eva juga meminta MA mempertimbangkan politik pelaksanaan UU ITE yang digunakan balas dendam personal.
"Para penegak hukum sepatutnya menggunakan hak independensinya dalam membuat putusan hukum untuk memajukan demokrasi, perlindungan hukum bagi yang lemah, maupun untuk mewujudkan kesetaraan gender," kata Eva. (Alf)