Opini
Oleh ; Achmad Jaunuri (Guru Besar UIN Sunan Ampel Surabaya) pada hari Selasa, 04 Des 2018 - 12:44:43 WIB
Bagikan Berita ini :

Apa Makna Reuni 212?

9120181204_124009.jpg.jpg
Ilustrasi Aksi Reuni 212 (Sumber foto : Ist)

Reuni 212 menjawab semua ketidakadilan yang ditujukan kepada umat Muslim.

Dua artikel yang secara berturut-turut pernah dimuat dithe New Yorkerpada Mei dan Juni, 1988, menarik untuk dibuka kembali, terkait bagaimana memahami potensi Islam dan umat Muslim di Indonesia.

Menurut media bulanan ini, dua kekuatan politik yang sangat berpengaruh di Indonesia era 1980-an hanya ada dua, semuanya berbaju 'hijau'. Hijau yang pertama adalah ABRI, sedangkan hijau kedua adalah umat Muslim.

Dua kelompok itulah sesungguhnya yang disebutthe real political powerdi Indonesia, jika keduanya berada dalam sistem kekuasaan. Karena rezim yang berkuasa saat itu adalah hijau yang pertama, maka disarankan untuk 'berbaik' dengannya.

Sedangkan 'hijau' yang kedua terabaikan karena tidak berada dalam struktur kekuasaan. Hingga kini, Islam dan Muslim seakan menjadi kekuatan yang bisa dimanfaatkan oleh siapa saja bagi yang menginginkan keuntungan politik darinya.

Dalam perjalanannya, Islam dan Muslim bukan dirangkul menjadi kekuatan positif untuk membangun kehidupan bernegara dan mewujudkan kemakmuran bangsa Indonesia, tetapi sebaliknya dianggap menjadi kekuatan membahayakan bagi kepentingan kelompok politik tertentu.

Di samping itu, umat Muslim sendiri belum mampu mengonsolidasikan diri menjadi satu kekuatan seperti yang ditulis dalamthe New Yorkertersebut.

Karena itu, mudah saja umat Muslim menjadi objek 'pelemahan' karena semata kekhawatiran akan potensi politik yang dimilikinya. Dari rezim Orde Baru hingga sekarang ini, kecenderungan 'pelemahan' umat Muslim terus berlangsung melalui berbagai cara.

Labelisasi umat Muslim identik dengan kekerasan dalam mengekspresikan politik kekuasaan terus berlanjut. Pada era Orde Baru, labelisasi itu muncul dalam Komando Jihad, Teror Warman, Warsidi Lampung, dan Pembajakan Woyla.

Di sinilah makna peringatan Cak Nur “Islam Yes, Partai Islam No” kepada umat Muslim untuk tidak semua terjun ke politik praktis, karena hal itu akan berhadapan dengan rezim yang tidak toleran dengan Islam politik.

Era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono, labelisasi itu muncul dalam berbagai aksi terorisme. Pada era pemerintahan Presiden Joko Widodo, labelisasi itu dikaitkan dengan sikap dan ungkapan yang tidak menyenangkan, seperti intoleran, teroris, radikalis, antipluralisme, anti-NKRI, mengujar kebencian kepada kelompok lain, dan sebagainya.

Di tengah-tengah suasana psikologis labelisasi seperti inilah, Reuni 212 dimaksudkan menjawab semua ketidakadilan yang ditujukan kepada umat Muslim. Dari ungkapan 'unek-unek' perasaan mereka, tersimpan kekhawatiran akan terjadi bencana keretakan kesatuan dan persatuan jika hal ini terus berlangsung.

Kekerasan terhadap para tokoh Muslim sering kali terjadi, pengadangan terhadap mubalig tertentu terjadi di mana-mana. Aparat keamanan tampak tidak berdaya menghadapi sebagian masyarakat yang melakukansweepingterhadap mereka itu.

Ironisnya, yang melakukan ini juga ada sebagian dari kalangan Muslim sendiri. Mereka yang selama ini merasa pluralis dan toleran, justru tidak memberikan ruang perbedaan pada yang lain dan bersikap nonkompromis terhadap ide dan pikiran orang lain.

Ada keinginan memaksakan pendapat diri sendiri kepada orang lain. Hubungan antarsesama tampak lebih didominasi oleh sikap dan perilaku saling menegasikan.

Egoisme masing-masing kelompok muncul dalam sikap merasa benar sendiri, merasa berkuasa sendiri, "siapa lu siapa gue". Revolusi mental yang menjadi salah satu program Presiden Joko Widodo, seakan tidak mampu mengubah semua perilaku di atas.

Ungkapan kritis yang ingin disampaikan, tersumbat oleh tertutupnya media cetak dan elektronik karena tidak sejalan dengan kebijakan pemerintah.

Saluran formal satu-satunya yang diharapkan melalui Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) kandas karena kepentingan diri anggota DPR, yang lebih menomorsatukan partai yang diwakilinya daripada rakyat yang memilihnya.

Di samping itu, tiadanya tradisi oposisi dalam sistem demokrasi Indonensia, menjadikan fungsi kontrol anggota DPR tidak berjalan sebagaimana idealnya. Sebagian anggota DPR menjadi 'keder' manakala ada kritikan balik terhadapnya, “Orangkokbisanyangomong, tidak bisa bekerja.”

Kepada anggota DPR ini harus diyakinkan bahwa tugas DPR adalah berbicara dalam rangka menjalankan salah satu fungsi kontrolnya dan karenanya, tidak pada tempatnya kalau anggota DPR menjalankan proyek.

Jika rasionalitas alasan Reuni 212 dimaksudkan sebagai ungkapan penyampaian aspirasi terkait persoalan di atas, pertanyaannya, pertama, akankah gerakan 212 menjadi gerbong pendorong lokomotif, setelah lokomotif berjalan tinggallah gerbongnya?

Kedua, apakah ikut dalam proses politik tetapi bukan untuk mencapai tujuan kekuasaan politik, kalau demikian, ketiga, siapakah yang bisa memanfaatkan potensi kekuatan politik umat Muslim yang tergabung dalam gerakan 212?

Atau keempat, apakah gerakan 212 akan muncul sebagai kekuatan politik baru di antara kekuatan partai politik yang sudah ada? Sejarah nanti yang akan membuktikannya. (*)

Kanal opini adalah media warga. Setiap opini di kanal ini menjadi tanggung jawab penulis.

Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.

tag: #aksi-212  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
IDUL FITRI 2024
advertisement
IDUL FITRI 2024 MOHAMAD HEKAL
advertisement
IDUL FITRI 2024 ABDUL WACHID
advertisement
IDUL FITRI 2024 AHMAD NAJIB
advertisement
IDUL FITRI 2024 ADIES KADIR
advertisement
Opini Lainnya
Opini

Prabowo dan Gaza Solidarity Encampment

Oleh Syahganda Nainggolan
pada hari Minggu, 05 Mei 2024
JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Presiden terpilih Prabowo Subianto melakukan gerakan internasional melalui pikirannya yang dia suarakan di salah satu kolom majalah terbesar eropa, "the ...
Opini

Pesan Menggetarkan Tokoh Aktivis Indonesia: Menghidupi Diri dan Menghidupkan Demokrasi

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Dalam suatu pertemuan yang melibatkan para aktivis lintas angkatan beberapa hari lalu (2 Mei 2024), dikawasan Mampang, Jakarta Selatan, dr. Hariman Siregar, mantan aktivis ...