JAKARTA (TEROPONGSENAYAN)--Komisi VIII DPR RI menolak usulanpemerintah dalam penetapan Biaya Perjalanan Ibadah Haji (BPIH) tahun 2019 memakai mata uang Dolar Amerika Serikat (AS).
Usulan tersebut dinilai menabtak undang-undang. Yakni, Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2011 Tentang Mata Uang. Pada bab V terkait Penggunaan Rupiah dalam Pasal 21 ayat dikatakan, (1) mewajibkan menggunakan Rupiah dalam setiap transaksi yang mempunyai tujuan pembayaran, penyelesaian kewajiban lainnya yang harus dipenuhi dengan uang, dan/atau transaksi keuangan lainny yang dilakukan di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
"Kita minta dalam menetapkan BPIH 2019 jangan menggunakan mata uang Dolar, tetap menggunakan mata uang Rupiah karena hampir dipastikan semua komponen Haji, menggunakan Rupiah," kata Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Ace Hasan Syadzily di Jakarta, Rabu (5/12/2018).
Diketahui, Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin mengusulkan dalam menetapkan BPIH 2019 perlu menggunakan uang Dolar AS.
Alasannya karena fluktuasi perubahan kurs mata uang Rupiah terhadap Dolar AS maupun Riyal Arab Saudi senantiasa mengalami perubahan. Selain itu, domain penghitungan biaya Haji menggunakan Dolar AS ini lebih aman ketimbang dengan Rupiah atau Riyal.
Menurut Ace, transportasi udara ibadah Haji menggunakan Dolar AS, tapi harus dikembalikan ke mata uang Rupiah. Selain itu ada komponen uang Riyal, itupun bisa dikonversi ke rupiah.
"Komisi VIII minta dalam menetapkan BPIH dengan mata uang Rupiah," ujarnya.
Soal besaran BPIH, Ketua DPP Golkar, meminta kenaikan tidak terlalu tinggi seperti yang diusulkan Kemenag sampai sekitar Rp 3-4 juta.
Ia berharap pembahasan BPIH ini masih pada tahap awal dan DPR RI menganggap kenaikan sebesar itu perlu dikaji lagi.
"Untuk itu, komponen penting seperti tranportasi udara dan hal-hal yang tidak perlu dimasukkan dalam komponen Haji perlu ditetapkan secara efisien," tuturnya.(plt)