JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --BMKG mengonfirmasi tsunami yang terjadi di Selat Sunda akibat gempa vulkanik longsoran erupsi anak Gunung Krakatau.
Tsunami tersebut tak terpantau lantaran sensor gempa tektonik di BMKG tak dapat memantau tsunami dari gempa vulkanik.
"Kami mengonfirmasikan benar apa yang kami sampaikan sebelumnya, tsunami ini adalah berkaitan dengan erupsi vulkanik. Oleh karena itu tidak dapat terpantau oleh sensor gempa tekotonik yang ada di BMKG. Jadi BMKG ini memantau khusus gempa-gempa tektonik," ujar Kepala BMKG Dwikorita Karnawati saat jumpa pers di kantornya, Kemayoran, Jakarta Pusat, Senin (24/12/2018).
Dia menjelaskan, lebih dari 90 persen bencana tsunami di Indonesia terjadi akibat gempa tektonik. BMKG baru bisa mengiformasikan ada-tidaknya potensi tsunami jika mendapat data dari sensor gempa tektonik.
"Karena lebih 90 persen kejadian tsunami di Indonesia itu akibat gempa tekotnik, dengan informasi gempa tektonik kami bisa menginformasikan maksimal 5 menit setelah kejadian gempa apakah itu berpotensi tsunami atau tidak," tuturnya.
Dia menegaskan lagi, karena bencana tsunami Selat Sunda bukan gempa tektonik, BMKG tak dapat menyampaikan informasi adanya tsunami. BMKG tidak memiliki akses terkait data gempa vulkanik. Data itu ada di instansi kebencanaan lain.
"Tapi sekali lagi peristiwa kemarin itu karena bukan gempa tektonik, sehingga karena kami tidak punya akses, data itu tidak ada di BMKG, ada di kantor yang lain. Sehingga itu yang terjadi dan itu yang menjadi alasan kenapa saat itu kami press conference mengajak kepala Badan Geologi karena beliau yang paling tahu dan punya otoritas untuk mengelola data tersebut dan sudah terkonfirmasi," tegas Dwikorita. (Alf)