Opini
Oleh ; M. Nigara (Wartawan senior/Mantan Wasekjen PWI pada hari Selasa, 01 Jan 2019 - 22:09:42 WIB
Bagikan Berita ini :

Masak sih Erick Begitu?

716037451b95e30904f9c3e60459a4eb67.jpg.jpg
Erick Thohir (Sumber foto : Ist)

ASTAGFIRULLAH. Kalimat itu meluncur dari mulut saya begitu membaca komentar Erick Thohir yang kembali menyerang. Agak aneh dan terkesan sungguh-sungguh seperti ketika para eyang yang kehabisan akal menyerang Pak Amien Rais.

Sebelumnya, Eto, begitu sapaan Erick, pernah menyerang Capres dan Cawapres Paslon 02, Prabowo Subianto-Sandiaga Salahuddin Uno. Indonesia akan gagal jika Prabowo yang jadi Presiden. Karena Prabowo orang yang selalu gagal.

Tepatnya seperti ini, ucapan Eto, yang di muat, (www.Tagar 20/12/18) saat di Makassar - Ketua Tim Kampanye Nasional paslon petahana, Erick Thohir mengatakan negara ini akan mundur kalau dipimpin Prabowo Subianto, karena setiap kali Prabowo maju atau memimpin sesuatu, pasti gagal.

Sungguh, saya terkejut dan agak tidak percaya, sampai-sampai kepala saya menggeleng berulang-ulang. Kok bisa ya dia mengucapkan hal itu?

Seperti niat menulis Malu Rasanyaedisi pertama beberapa waktu lalu, kali ini saya pun terus-menerus menunda hasrat untuk menanggapi komentar Eto yang tak masuk akal itu. Tapi, jelang tahun baru 2019, insyaa Allah jadi tahun pergantian presiden dia kembalimenyerang.

Akhirnya saya tak kuat juga untuk menahannya. Bayangkan, bagi Eto, sosok Prabowo dan Sandi bukan 'orang lain'. Dia sangat dekat jika tidak bisa saya sebut terlalu dekat. Dan dia, tidak sepatutnya bicara seperti itu. Eto tidak memiliki kapasitas dan kapabilitas untuk menilai khususnya Prabowo. Atas nama apa pun.

Selama ini, dia saya kenal sebagai anak muda yang lumayan hati-hati dalam berpendapat. Bahkan sebagai ketua Komite Olahraga Indonesia (KOI) nyaris tak pernah membuat pernyataan yang kontroversial. Tepatnya terlalu sunyi. Catatan lagi, dia tidak mudah meledak, dan bukan tergolong orang yang mudah terpancing.

Oh ya, saya juga cukup mengenal Eto, sama seperti dia mengenal saya. Bahkan, saya tahu mulai kapan dia masuk ke lingkungan olahraga nasional.

Kembali ke pokok persoalan. Eto juga sangat dekat dengan SSU, sapaan Sandiaga Salahudin Uno. Keduanya bukan sebatas dekat karena sempat memiliki saham dari beberapa perusahaan yang sama, tapi sudah bersahabat sejak SD.

"Kita tetap dan akan terus bersahabat sampai kapan pun," begitu ucapan Erick saat bertemu dengan SSU, di sebuah acara pesta pernikahan seorang tokoh, beberapa hari setelah petahana mengumumkan ketua timsesnya, Agustus 2018.

Keduanya saling berpelukan. Keduanya sungguh memperlihatkan eratnya persahabatan. Keduanya seolah ingin memperlihatkan pada seluruh rakyat Indonesia, kita boleh berbeda pilihan, tapi kita tetap harus menjaga persahabatan, persaudaraan, pertemanan, dan seterusnya.

Panik?

Tapi, pengetahuan saya tentang Eto, berubah total belakangan ini. Entah apa penyebabnya, tiba-tiba Erick seperti orang, maaf, kerasukan. Seperti tulisan mas Asyari Usman, wartawan senior juga: Secara psikologis, Erick kelihatan ‘letih’. Dia kehabisan bahan. Tulisan “Rekam Jejak” itu menunjukkan bahwa hanya sisi pribadi Prabowoyang masih bisa diutak-atik oleh ET. Dia tak sanggup menghadapi fakta kehidupan rakyat yang dibuat susah oleh Jokowi gara-gara program pembangunan yang hanya terfokus pada infrastruktur.

Eto buka saja tak sanggup melihat kenyataan rakyat makin susah, ia juga tak sanggup melihat masifnya dukungan pada Prabowo lewat jalur sahabatnya SSU itu. Diakui atau tidak, setiap acara yang ia gelar, ia membutuhkan dana bermiliar-miliar. Sementara SSU malah dapat sumbangan, meski tidak bermiliar nominalnya, tapi makna sumbangan itu jelas dan konkret bahwa pendukung SSU utamanya emak-emakadalah nyata.

Belum lagi pendukung petahana yang makin menyepi di setiap acara, lalu adegan keributan saat pembagian makanan, makin tidak mengenakan. Sementara setiap SSU manggung, emak-emak justru membagikan makanan gratis.

Sampai di sini, jelas ada tingkat emosi yang diaduk-aduk. Maka, pernyataannya bahwa SSU adalah sahabatnya, terpaksa disingkirkan. Saya lupa, Eto itu punya kelemahan satu: tidak mau kalah. Jadi, selain fakta di atas jelas dia kalah, dalam hal kedudukan di pilpres pun dia kalah. SSU adalah cawapres dan dia hanya ketua tim ses, yang secara kasat mata tidak juga memiliki kuasa. "Mana bisa dia memerintah jendral-jendral yang ada di timses. Mana bisa juga dia menyuruh orang-orang bu Mega," celoteh seorang teman.

Lupa?

Terkait Prabowo, saya ingin bertanya: Rick, apakah anda lupa saat Asian Games lalu? Siapakah yang membuat anda terlihat sukses? Cabor apa yang menyumbangkan medali emas terbanyak?

Jawaban dari tiga pertanyaan itu adalah Prabowo Subianto, ketua umum IPSI cabor pencak silat. Tanpa 14 medali emas pencak silat, maka kontingen kita tak akan mampu bercokol di peringkat ke-5. Bayangkan 14 dari 30 medali emas disumbangkan IPSI.

Ingatkah anda Rick? Kok begitu anda bisa bilang Prabowo selalu gagal?

Dan, ingatkah anda menelpon Prabowo untuk meminta bantuan agar cabor silat meraih lebih dari 4 emas yang ditargetkan pemerintah? Ingatkah Prabowo bilang apa?

Kalau saja Prabowo tidak memiliki jiwa nasionalis, tidak cinta NKRI, maka Prabowo tak akan mengintruksikan manajer silat, Eddy Prabowo untuk menambah jumlah medali. Prabowo tak mengindahkan masukan beberapa orangnya agar silat cukup sekedar memenuhi target saja.

"Saya tidak perduli apakah kesuksesan AG ini akan dipergunakan untuk kampanye seseorang. Buat saya Indonesia harus berjaya!"

Ingatkah semua itu? Saya setuju dengan sahabat saya Asyari Usman, Eto emosional. Maaf, saya melihatnya super emosional. Mengapa begitu? Jawabannya hanya satu, dia tahu ada yang tak beres di paslon yang didukungnya.

Lepas dari semua itu, saya tetap tak habis pikir, Masak Sih Erick Begitu? (*)

Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.

tag: #pilpres-2019  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
Leap Telkom Digital
advertisement
BANK DKI JACKONE
advertisement
We Stand For Palestinian
advertisement
DREAL PROPERTY
advertisement
DD MEMULIAKAN ANAK YATIM
advertisement
Opini Lainnya
Opini

Transformasi Laut Cina Selatan

Oleh Radhar Tribaskoro (Komite Eksekutif Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia)
pada hari Selasa, 03 Des 2024
Baru-baru ini rencana kerjasama pembangunan (Joint Development) Indonesia - China di Laut Cina Selatan mendapat kritik lagi. Kali ini dari Majalah The Economist yang cukup berwibawa. Majalah itu ...
Opini

Nausea Fufufafa, Distopia Indonesia

Rakyat Indonesia bakal menderita nausea berkepanjangan, jika Fufufafa terus menjadi orang nomor dua. Nausea adalah istilah medis yang merujuk pada perasaan tidak nyaman, pening kepala dan mual perut, ...