Opini
Oleh Shamsi Ali (imam di Islamic Center of New York dan direktur Jamaica Muslim Center) pada hari Kamis, 02 Mei 2019 - 16:14:22 WIB
Bagikan Berita ini :

Isu Garis Keras

tscom_news_photo_1556788462.jpg
Shamsi Ali (Sumber foto : Ist)

Mungkin karena saya dalam perjalanan yang cukup jauh, sehingga pernyataan Prof. Mahfud MD tentang propinsi-propinsi yang memilih paslon tertentu dikategorikan sebagai propinsi-propinsi garis keras terlewatkan.

Ada beberapa propinsi yang disebutkan, antara lain, Jawa Barat, Sul-Sel, dan beberapa lainnya.

Lalu dalam sebuah pernyataan lainnya beliau medefenisikan garis keras itu sebagai “posisi yang tidak fleksible dan tidak mengenal kompromise”. Beliau menyebutkan itu dalam bahasa Inggris terbata-bata: stand on issue which is inflexible and not subject to compromise.

Saya sangat menghormati pak Mahfud karena selain memang ahli dalam bidangnya, juga sangat sederhana, tidak neko-neko dan tidak memburu kepentingan pribadi.

Beliau menerima dengan lapang dada sebuah kenyataan politik pahit baru-baru ini. Dikecewakan oleh pencalonan cawapres, yang mungkin saja dalam bahasa saya sangat pahit dan kejam.

Tapi dalam hal ini saya menilai pernyataan beliau kurang mengena dan sekaligus kurang bijak. Bahkan pada tingkatan tertentu bisa berbahaya dan semakin memecah masyarakat bawah.

Pernyataan Prof. Mahfud MD ini menimbulkan banyak tanda tanya. Apa kriteria fleksibikitas? Apakah memilih paslon tertentu harus dilabeli dengan karakter tidak fleksible?

Lalu sebaliknya mereka yang memilih paslon lain itu dengan sendirinya “fleksible dan kompromise”? Apakah “flessibilitas” itu diukur dengan memakai katamata pilihan paslon?

Nampaknya dari pernyataan Prof. Mahfud itu jelas bahwa defenisi fleksibikitas ditentukan oleh pilihan paslon. Jika ini benar maka sungguh defenisi itu sangat tidak ilmiah.

Tuduhan kepada propinsi-propinsi pemilih Prabowo sebagai propinsi yang tidak fleksible juga kurang mengena. Jabar kita kenal memang kuat memegang tradisi agamanya. Tapi jangan lupa, di Jabar juga banyak kasus-kasus yang tidak relevan dengan agama.

Tapi yang lebih penting, dalam pilkada lalu Jabar memenangkan Kang Emil sebagai Gubenrurnya, yang dicalonkan justeru oleh Partai Nasdem, pendukung paslon 01.

Sul-Sel juga demikian. Memenangkan Prof. Nurdin Abdullah, yang justeru pengusung utamanya adalah Partai PDIP.

Menyebut Sumbar sebagai propinsi garis keras juga rasanya kurang pas. Saya tahu sebagai contoh, Ketua Muhammadiyah Sumber justeru mendukung secara terbuka paslon 01.

Jadi intinya saya kira menuduh propinsi tertentu sebagai “hardliners” berdasarkan pilihan politik, sangat kurang mengena sekaligus kurang ilmiah.

Berbahaya dan memecah

Yang paling berbahaya dari pernyataan Prof. Mahfud MD adalah kemungkinan dipahami secara negatif oleh sebagian masyarakat. Seolah mereka yang memilih Prabowo Sandi itu adalah kelompok garis keras.

Sebaliknya yang memilih Jokowi adalah mereka yang moderat, fleksibel, rasional, dan seterusnya.

Tanpa disengaja, pernyataan ini semakin memperdalam luka dan perpecahan di tengah masyarakat.

Bagaimana tidak? Perdebatan di dunia media sosial begitu memecah belah masyarakat dalam pilpres ini. Kini dengan pernyataan itu semakin membuka perpecahan yang lebih luas.

Jika direspon secara ekstrim oleh pihak lain, anggaplah pemilih paslon 02, maka tuduhan hardliner kepada mereka akan menjustifikasi (membenarkan) jika pemilih paslon 01 adalah mereka yang “anti Islam” dan non Muslim.

Kemenangan Jokowi di NTT misalnya akan menjadi alasan bagi pendukung Prabowo untuk mengatakan bahwa Jokowi memang didukung oleh non Muslim. Dan Muslim yang mendukung akan dilihat oleh pendukung Prabowo sebagai “less keislamannya”.

Padahal tidak harus demikian. Karena sejatinya di Kedua kubu ada pihak-pihak yang keras, kaku, tidak kompromi, terlepas dari agama maupun etnis.

Sebaliknya pada Kedua kubu ada pihak-pihak yang santun, moderat, rasional dan kompromise dalam hal-hal Yang menjadi kepentingan besar bersama.

Karenanya sekali lagi, saya menilai pernyatan pak Mahfud ini kurang bijak, kurang tepat, bahkan pada tingkatan tertentu berbahaya dan semakin memecah. Semoga tidak! (*)

Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.

tag: #pilpres-2019  #mahfudmd  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
IDUL FITRI 2024
advertisement
IDUL FITRI 2024 MOHAMAD HEKAL
advertisement
IDUL FITRI 2024 ABDUL WACHID
advertisement
IDUL FITRI 2024 AHMAD NAJIB
advertisement
IDUL FITRI 2024 ADIES KADIR
advertisement
Opini Lainnya
Opini

Ahlan Wa Sahlan Prabowo Sang Rajawali!

Oleh Syahganda Nainggolan
pada hari Rabu, 24 Apr 2024
JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Mahkamah Konstitusi sudah memutuskan Prabowo Subianto sah sebagai Presiden RI ke delapan. Itu adalah takdir Prabowo yang biasa dipanggil 08 oleh koleganya. Keputusan MK ...
Opini

Jalan Itu Tidaklah Sunyi

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --"Jika Mamah jadi penguasa apakah Mamah akan menjadikan anak Mamah pejabat saat Mama berkuasa?" Itu pertanyaan anakku malam ini. Aku mendengarkan anakku ini. ...