JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Pakar Hukum Tata Negara, Dr Margarito Kamis mengaku tidak heran dengan kekisruhan yang muncul dari internal Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akhir-akhir ini.
Ia menilai kisruh yang terlihat kepermukaan publik menunjukan bahwa dalam institusi tersebut tidak terlepas dari manuver politik yang sedang terjadi.
Bahkan, kata Margarito, sejak KPK mendevinisikan sendiri eksistensinya,kedudukannya yang diatur dalam UU, justru dapat melebihi kewenangan dari lembaga yang diatur oleh konstitusi negara ini.
"Ini organisasi tidak diawasi, komisi III DPR saja kelimpungan mengahadapi mereka padahal menggunakan alat setingkat angket.
Lembaga ini dibuat berdasarkan UU, justru posisinya lebih tinggi dari lembaga yang diatur dalam konstitusi," kata Margarito dalam acara diskusi yang diselenggarakan Koalisi Masyarakt Sipil untuk Penegakan Hukum dan Pemberantasan Korupsi (Kompak) bertajuk "Menyoal Kisruh Internal KPK", di Resto Pulau Dua, Senayan, Selasa (14/5/2019).
Ia berpandangan, situasi seperti ini dalam penegakan hukum dan pemberantasan korupsi akan terus berulang. Selamatidak ada keberanian untuk melakukan revisi terhadap ketentuan UU KPK-nya.
"Dan sepertinya kita akan berada dalam situasi ini, dimana korupsi akan tetap menggila dan penegakan hukum akan tertatih-tatih seperti sekarang ini," ujarnya.
"Karena itu, kalau kita tidak dan rasanya memang berat (mau buat beres KPK) mulai dari perubahan UU, meski saya pesimis. Tanpa mengubah UU anda tidak akan bisa keluar dari situasi seperti saat ini," sebutnya.
Dalam kesempatan yang sama, Anggota Komisi III DPR RI Nasir Jamil mengaku sekapat bahwa pembenahan terhadap institusi anti rasuah yang dipimpin Agus Rahardjo saat ini harus melalui pendekatan regulasi.
"Soal regulasi sebenarnya belum ada pembicaraan setelah waktu berhenti wacana pembahasannya, dan kita sudah berkomunikasi dengan eksekutif dalam hal ini pemerintah yakni Pak Jokowi dan Pak Jusuf Kalla bahwa soal regulasi terkait pemberantasan korupsi, bukan hanya soal KPK saja. Melainkan, KUHP dan aturan UU yang lainnya,"ujar Nasir.
Jadi, kata Nasir, kalau memang ingin memberantas korupsi secara konferhensip di Indonesia ini, maka satu UU harus terintegrasi dengan UU lainnya.
"Maka regulasi yang harus diperbaiki bukan soal KPK saja, katakanlah UU tentang Pembendaharaan negara, UU keuangan negara. Jadi tidak benar kalau mau memberantas korupsi hanya memperbaiki UU KPK nya saja. Sehingga kemudian nanatinya terintegrasi semuannya, tidak menjadi tambal sulam yang selama ini terjadi," paparnya.
Juru Bicara Koalisi Masyarakat Sipil untuk Penegakan Hukum dan Pemberantasan Korupsi (Kompak) Ahmad Hariri pun mendesak KPK untuk berkerja berlandaskan pada acuan aturan perundang-undangan yang berlaku.
"KPK harus lepas dari kepentingan politik dan bertindak dengan tetap merujuk pada ketentuan aturan perundang-undangan berlaku," tegasnya
Kompak, ujar Hariri mengaku khawatir jika kisruh ini dibiarkan berlarut-larut akan mengganggu agenda pemberantasan korupsi di institusi anti rasuah tersebut.
"Karenanya, meminta supaya DPR RI, khususnya Komisi III untuk segera memanggil pimpinan KPK dalam rangka melakukan konfirmasi dan evaluasi kinerja serta penguatan system internal kedepannya," tandas dia.
Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane mengatakan bahwa kisruh ini harus segera dkselesaiakan. Ia meminta supaya komisi III DPR RI sebagai mitra kerja segera memanggil semua jajaran internal institusi anti rasuah tersebut.
"Jangan "ajang cakar-cakaran ini meluas. Karenanya, mulai dari komisioner, penyidik yang terbelah itu dipanggil untuk duduk bareng dan membahas apa persoalan sebenarnya," saran Neta usai menghadiri acara diskusi Kompak.
Neta juga mengingatkan agar tidak ada tebang pilih, bila ada yang diduga melakukan pelanggaran etik, maka harus diperiksa.
"Seperti, misalnya Novel yang dekat dengan kubu 02, ini harus diperiksa juga. Kalau dia mau bermain politik ya harus cantik, jangan terlihat. Kan berbagai temuan berupa foto lagi bersama pendukung 02, Partai Gerindra juga menyebut kalau dia calon jaksa agung kalau Capres 02 jadi presiden," paparnya.
Kendati semua itu, Neta berpandangan bahwa KPK kedepannya sangat memerlukan komisioner yang tegas.
"Kita tidak bisa berharap banyak dari komisioner sekarang ini, tapi paling tidak komisi III harus memanggil, minimal untuk meredakan konflik di sana," pungkasnya. (Alf)