Opini
Oleh M Rizal Fadillah (Mantan Aktivis IMM) pada hari Jumat, 17 Mei 2019 - 18:14:31 WIB
Bagikan Berita ini :

Otokrasi Dalam Demokrasi

tscom_news_photo_1558091671.jpg
Ilustrasi (Sumber foto : Ist)

Otokrasi dan demokrasi adalah dua hal yang berbeda dan biasa berposisi diametral. Berlawanan dan pilihan asas dalam sistem politik. Akan tetapi dua hal yang berhadap hadapan tersebut sering dipraktekkan tidak demikian. Negara komunis sering menyebut dirinya sebagai negara yang paling merakyat. Cina negara otokrasi menyebut dirinya "People Republic". Sudah "res publica" ditambah "people" lagi. Kurang apa. Tapi semua tahu negara yang paling otoriter di berbagai belahan dunia adalah negara komunis. RRC adalah contoh nyata.

Indonesia bukan negara komunis, melainkan negara Pancasila. Negara berkedaulatan rakyat, negara yang menganut asas demokrasi. Tak ada tempat bagi kekuasaan yang otoriter. Bahkan eksplisit mengakui kekuasaan dari Tuhan Yang Maha Esa. Hal ini menyebabkan Indonesia menjadi Negara dengan sistem politik yang imanen. Yang religius, dimana pertanggungjawaban akhir dari kekuasaan politik adalah kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Rakyat pun mengawasi penyelenggaraan kekuasaan dengan nilai-nilai relijiusitasnya itu.

Di tengah proses demokrasi Pemilu untuk memilih Wakil Rakyat dan khususnya menentukan Kepala Pemerintahan, telah terjadi dinamika. Yang menonjol adalah peningkatan tensi otokrasi di tengah pesta demokrasi. Hukum kausalìtas politik menjadi faktor dari dinamika tersebut. Mulainya dari keinginan kuat atau semangat Presiden yang sedang menjabat ingin memperpanjang masa kekuasaannya. Lalu membuat pranata hukum bersama lembaga pembentuk hukum. Presidential treshold dengan parameter masa lalu sebagai landasan yang memungkinkan muncul kandidat tunggal. Angka persentase tinggi menyulitkan kompetitor muncul. Namun akhirnya dengan susah payah berhasil juga adanya kompetisi.

Presiden tidak cuti, karenanya kompetsi menjadi berat sebelah. Ketidakjujuran juga melekat. Fasilitas digunakan, birokrasi digalang, pengusaha dikonsolidasikan, BUMN diinstruksikan, sembako dibagikan, amplop diselipkan, aparat dikomunikasikan , penyelenggara dibisikkan, lawan dimainkan dan dikecilkan. Presiden bertarung dengan rakyat dan warga negara biasa.
Otokrasi di medan demokrasi.

Kini para pengkritisi kecurangan mulai dibungkam dengan berbagai alasan. Takut dan gelisah khawatir bahwa misi untuk memperpanjang kekuasaan gagal. Kejutan-kejutan terjadi. Skenario selalu terkuak dan
terganjal. Tidak semulus lima tahun yang lalu. Ternyata lawan semakin tangguh dan rakyat tidak mudah untuk diiming iming dan dikibuli. Sikap represif adalah pilihan terakhir dengan cara tangkap, periksa, takut-takuti. Bahasakan demi keamanan negara dan kewibawaan penguasa. "Anda telah berbuat makar" Itu bahasa yang memang selalu kemukakan oleh penguasa panik dimana-mana.
Otokrasi dalam demokrasi.

Kewajiban kita hanya berjuang dan Allah SWT yang menetapkan hasil. Keadilan dan kejujuran selalu kita dengungkan untuk melawan berbagai kecurangan, kebatilan, dan kezaliman baik di bidang budaya, ekonomi, maupun politik. Inilah misi moral bersama.
Kita ingat ucapan Lucius Calpurnius Piso yang kemudian menjadi frasa hukum "Fiat Justitia Ruat Caelum" Tegakkan keadilan walaupun langit akan runtuh !
Kita lawan otokrasi dalam demokrasi.

Bandung, 17 Mei 2019 (*)

Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.

tag: #ekonomi-indonesia  #pilpres-2019  #jokowi  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
Leap Telkom Digital
advertisement
PEMPEK GOLDY
advertisement
KURBAN TS -DD 2025
advertisement
We Stand For Palestinian
advertisement
DD MEMULIAKAN ANAK YATIM
advertisement
Opini Lainnya
Opini

GOLKAR: Dari Mesin Orde Baru Menuju Dinamika Demokrasi Modern

Oleh Ariady Achmad,Aleg Fpg 1997-2004
pada hari Minggu, 06 Jul 2025
Partai Golongan Karya, atau yang akrab disebut Golkar, merupakan salah satu entitas politik paling berpengaruh dalam sejarah Republik Indonesia. Dari awal berdirinya hingga saat ini, Golkar telah ...
Opini

Kembali ke UUD 1945: Refleksi atas Dekrit 5 Juli 1959 dalam Konteks Demokrasi Kontemporer

Pada 5 Juli 1959, Presiden Soekarno mengeluarkan sebuah dekrit yang menandai titik balik perjalanan konstitusional Indonesia: Dekrit Presiden tentang Kembali ke UUD 1945. Dekrit ini, yang menandai ...