JAKARTA (TEROPONGSENAYAN)--Aksi massa anarkis di Jakarta pada 21 Mei tidak dapat disebut sebagai gerakan aspirasi. Sebaliknya, massa yang bertindak rusuh itu adalah kelompok pengganggu demokrasi, ketertiban hukum, bahkan merusak.
Hal itu dikemukakan oleh Ketua Umum Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI) Jimly Asshiddiqie, di Jakarta, Jum"at (24/5/2019).
"Beda konteksnya antara yang demo karena benar-benar ingin menyampaikan aspirasinya dengan yang ribut-ribut itu. Yang anarkis itu tujuannya ingin merusak," ujar Jimly.
Ketua Mahkamah Konstitusi pertama periode 2003–2008 ini menuturkan, massa demonstran di gedung Bawaslu dan KPU RI adalah yang taat aturan dan sesuai mekanisme hukum berunjuk rasa. Mereka dapat menghargai hukum dan aparat.
"Kalau mau menganggap massa yang demo itu, ya yang sesuai jam izin unjuk rasa. Setelah itu mereka tertib pulang karena habis jam demonya. Tidak rusak sana sini, lempar-lemparan," tuturnya.
Pemerintah Indonesia, Jimly kembali menerangkan, juga telah memberikan ruang berekspresi kepada massa demonstran yang menganggap Pemilu 2019 curang.
"Kan harus diapresiasi juga pemerintah maupun penegak hukum ya. Mereka kasih demonstrasi yang ingin menyampaikan aspirasi dugaan kecurangan Pemilu 2019, tidak dihambat sama pemerintah," terangnya.
Kendati begitu, kebebasan unjuk rasa mengenai dugaan kecurangan Pemilu 2019 juga harus dipatuhi oleh demonstran bahwa ada batasan waktunya. Ia juga menegaskan, kelompok pengunjuk rasa jangan memaksa terus di lapangan sehingga akan mengganggu ketertiban umum.
"Jadi yang masih terus saja demo padahal jamnya sudah selesai, apalagi mereka juga merusak, membuat keributan, lempar-lemparan, itu bukan golongan pengunjuk rasa lagi. Mereka coreng demokrasi yang ruangnya telah dikasih pemerintah," tegasnya.(plt)