JAKARTA (TEROPONGSENAYAN)--Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) mempertanyakan kesediaan rakyat memberikan lagi haknya memilih presiden/wakil presiden kepada MPR. Pertanyaan ini terkait dengan wacana menghidupkan kembali kewenangan MPR menyusun Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN).
"Nanti banyak perubahan yang rakyat juga belum tentu setuju. Contohnya presiden dipilih MPR lagi karena lembaga tertinggi. Kalau begitu lain soal lagi. Apa rakyat setuju diambil lagi haknya untuk memilih langsung?" kata JK di Kantor Wapres, Jakarta, Selasa (13/8/2019).
Menurut JK, pedoman pembangunan yang saat ini berjalan, yakni Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) sebenarnya tidak jauh berbeda dengan GBHN. RPJPN itu kemudian diterjemahkan lagi ke dalam rencana pembangunan jangka menengah nasional (RPJMN) lima tahun sekali.
"Kita setuju (GBHN), soal urgen atau tidak itu lain soal. Ini perlu atau tidak kebutuhan kita untuk kesinambungan pembangunan dimuat lagi di GBHN? Walaupun dulu ada namanya Akselerasi Pembangunan 25 tahun di awal Orde Baru, itu juga bisa," tambahnya.
Perbedaan antara GBHN dan RPJPN, lanjut JK, hanyalah pada penempatan rencana pembangunan. Kalau GBHN, presiden terpilih akan menyesuaikan program kampanyenya dengan pedoman tersebut, sementara RPJPN presiden terpilih menyusun program kerjanya untuk kemudian diterjemahkan dalam RPJMN.
"Kalau hanya (konsep) GBHN itu bagus, cuma asal jangan sampai mengubah seluruh sistem lagi, karena itu juga hasil baru 15 atau 16-17 tahun lalu," jelasnya.
Oleh karena itu, Wapres mengatakan perlu ada kajian lebih lanjut terkait penerapan kembali GBHN untuk disesuaikan dengan sistem demokrasi yang sudah berjalan baik saat ini.
"GBHN itu namanya saja garis besar haluan negara, itu suatu hal yang penting sebenarnya, sehingga negara bisa membikin perencanaan jangka panjang atau jangka menengah lima tahun. Jadi sekali lagi, kita ada RPJM yang diatur di undang-undang juga, mengikat juga," tuturnya.(plt)