Opini
Oleh M Rizal Fadillah (Mantan Aktivis HMI) pada hari Sabtu, 07 Sep 2019 - 16:50:00 WIB
Bagikan Berita ini :

Rezim Kolaborator

tscom_news_photo_1567848517.jpg
M Rizal Fadillah (Sumber foto : Ist)

Jika kepentingan asing diberi kebebasan masuk ke negara kita, kedaulatan negeri dikorbankan dengan berbagai alasan, atau tidak melakukan proteksi bagi warga sendiri dan semua itu difasilitasi oleh pejabat sah negara, maka rezim yang seperti ini bernama rezim kolaborator. Rezim yang berkolaborasi dengan negara, bangsa atau kepentingan asing. Sebutan ini lebih lunak daripada nama rezim penghianat bangsa.

Kepmenaker No 228 tahun 2019 tentang Jabatan Tertentu Yang Dapat Dididuduki Oleh Tenaga Kerja Asingyang ditandatangani Menteri M Hanif Dhakiri menimbulkan keresahan dan kritik luas publik. Masalahnya meski "tertentu" tapi jabatan itu nyatanya untuk banyak sektor. Sehingga praktis tenaga kerja asing bisa masuk ke mana saja. Dengan jumlah berapa saja. Banyak Analis politik dan sosial menyimpulkan ini adalah pintu masuk tenaga kerja China ke Indonesia.

Memang parah rezim pimpinan Jokowi ini karena sangat tidak nasionalis. Di akhir masa jabatan kran-kran kolaborasi dibuka lebar. Dalih bahwa ini adalah "rezim internasionalis" tidak pas juga karena sangat jelas bangunan poros kerjasama dan tujuannya. Kedaulatan bangsa diacak acak oleh orang dalam kita sendiri.

Setelah impor komoditi asing, rektor asing, dana dan investasi asing, hingga esemka asing, kini diproteksi soal tenaga kerja asing. Permainan politik dengan menggunakan aturan hukum seperti ini sangat mudah terbaca. Rakyat tidak sebodoh yang dikira rezim. Atau memang rezim sudah tak peduli apapun pada penilaian rakyat ? Jika seperti ini maka layak rakyat juga kelak tak peduli pada apapun kebijakan rezim.

Kita bukan rakyat jajahan yang begitu saja bisa diperas dengan pajak pajak dan tarif tarif. Pencabutan subsidi atau kenaikan kenaikan secara sepihak. Sementara kemewahan ditampilkan oleh para pejabat publik baik rumah, kendaraan, maupun gaya hidup. Rezim yang berkhidmah hanya pada lingkaran sendiri atau negara asing tak patut dihargai dan dipertahankan.

Terhadap Kepmenaker yang merobek kedaulatan rakyat, maka Presiden patut menegur dan perintahkan untuk mencabut aturan tersebut. Atau Menaker Hanif Dhakiri mencabut sendiri peraturan yang kontroversi dan menjual "lahan" pada asing ini. Atau masyarakat melakukan uji materiel ke MA atas keputusan Menaker. Atau jika segala upaya tak berhasil, pembangkangan nasional mungkin saja dilakukan rakyat Indonesia yang merasa semakin hidup di negeri jajahan.
Di bawah bendera rezim kolaborator.

7 September 2019 (*)

Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.

tag: #  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
Leap Telkom Digital
advertisement
AMIN BANNER 01
advertisement
AMIN BANNER 02
advertisement
AMIN BANNER 03
advertisement
AMIN BANNER 04
advertisement
AMIN BANNER 06
advertisement
AMIN BANNER 08
advertisement
Opini Lainnya
Opini

In Prabowo We Trust" dan Nasib Bangsa Ke Depan

Oleh Syahganda Nainggolan
pada hari Kamis, 28 Mar 2024
JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Susilo Bambang Yudhoyono dalam pidatonya kemarin di acara berbuka puasa bersama, "Partai Demokrat bersama Presiden Terpilih", tanpa Gibran hadir, kemarin, ...
Opini

MK Segera saja Bertaubat, Bela Rakyat atau Bubar jalan

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Mahkamah Konstitusi (MK) segera bertaubat. Mumpung ini bulan Ramadhan. Segera mensucikan diri dari putusan-putusan nya yang menciderai keadilan masyarakat.  Di ...