JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) -- Perdebatan antara kubu Panja dan kubu Pansus di DPR menangani skandal Jiwasraya masih terus berlangsung. Meski banyak fraksi lebih memilih Panja, namun desakan membentuk Pansus hak angket Jiwasraya sampai saat ini terus bergulir.
Dinamika tersebut tak lepas karena gencarnya lobi fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) beserta rekannya Demokrat yang bersikukuh mendorong pembentukan panitia khusus (pansus) hak angket Jiwasraya. Pada Selasa 4 Februari lalu, kedua partai ini secara kompak telah melayangkan usulan hak angket tersebut kepada Wakil Ketua DPR Azis Syamsudin.
Berbagai argumentasi tak habis dilontarkan demi mempertahankan posisi. Salah satu politisi Golkar yang bersarang di Komisi III, Supriansa, menyebut perdebatan itu tidaklah menjadi hal yang substansial, mengingat Panja dan Pansus sama-sama berfungsi sebagai alat politis.
Hal utama yang seharusnya menjadi fokus saat ini, kata dia, adalah membongkar kasus gagal bayar Jiwasraya hingga ke akar-akarnya. Bukan mempeributkan Pansus atau Panja. Toh, keduanya memiliki tujuan yang sama kendati dinilai Pansus lebih memiliki kekuatan hukum.
Sementara, Anggota komisi II DPR, Mardani Ali Sera, membantah argumen tersebut. Menurutnya, penanganan kasus besar seperti Jiwasraya tidak rasional jika hanya mengandalkan kekuatan Panja yang lebih sederhana dibanding Pansus.
Dia menganalogikan kemampuan Pansus ibarat mendirikan bangunan menggunakan perangkat yang lengkap dan modern, bangunan tersebut pastinya akan cepat terselesaikan. Namun bila memakai perangkat tradisional, proses pembangunan pun akan memakan waktu yang lama.
"Justru untuk bongkar [Jiwasraya] paling efektif dengan Pansus. Misal mau bangun gedung tinggi enggak pakai crane tapi pakai tangga ya enggak bisa," ucap Mardani kepada TeropongSenayan, Senin (17/2/2020).
Politisi Partai Keadilan Sejahtera ini menjelaskan, meski kedua solusi ini memiliki fungsi yang sama, tetapi ruang lingkup Pansus lebih luas.Tidak seperti Panja, Pansus memiliki kekuatan hukum. Sebab, Pansus dapat memanggil pihak terkait secara paksa.
Kekuatan hukum Pansus tercantum dalam Pasal 175 Tata Tertib DPR, yang berbunyi:
(1) Panitia khusus meminta kehadiran pejabat negara, pejabat pemerintah, badan hukum, atau warga masyarakat meminta secara tertulis dalam jangka waktu yang cukup dengan menyebutkan maksud permintaan tersebut dan jadwal pelaksanaannya.
(2) Pihak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib hadir untuk memberikan keterangan, termasuk menunjukkan dan/atau menyerahkan segala dokumen yang diperlukan kepada panitia khusus.
(3) Panitia khusus dapat menunda pelaksanaan rapat akibat ketidakhadiran pihak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) karena suatu alasan yang sah.
(4) Dalam hal pihak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak hadir tanpa alasan yang sah, atau menolak hadir, panitia khusus dapat meminta satu kali lagi kehadiran yang bersangkutan pada jadwal yang ditentukan.
(5) Dalam hal pihak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak memenuhi permintaan kehadiran yang kedua tanpa alasan yang sah atau menolak hadir, yang bersangkutan dikenai panggilan paksa oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia atas permintaan panitia khusus.
(6) Dalam hal panggilan paksa sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tidak dipenuhi tanpa alasan yang sah, yang bersangkutan dapat disandera paling lama 15 (lima belas) Hari oleh aparat yang berwajib sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Atas sebab itu, Mardani melanjutkan, jika DPR serius dengan kasus yang menimpa Jiwasraya dan ingin mengusut masalah hingga tuntas, pilihannya adalah membentuk Pansus hak angket Jiwasraya. "Sama fungsi [antara Panja dan Pansus], tapi koordinasi terhambat. Karena panja hanya mampu sebatas lingkup mitra komisinya," kata Mardani menjelaskan.
Pansus kata Mardani, "bisa gabungan Mitra Komisi dan memanggil pihak terkait. Bisa OJK, Pengawas BUMN, Menteri terkait," ujar dia.
Kolapsnya keuangan Jiwasraya akibat korupsi beberapa pejabat tinggi menanggung kerugian hingga 17 Triliun. Langkah lembaga penyidik sendiri sampai saat ini terlihat kelimpungan menangani kasus tersebut. Oleh sebab itu, imbuh Mardani, solusi Pansus menjadi diperlukan guna membantu lembaga penyidik.
Terlebih, Pansus merupakan perangkat lengkap yang mampu menyelesaikan kasus Jiwasraya secara efisien.
"Mestinya bisa [lembaga Penyidik menyelesaikannya]. Justru mereka mesti bergerak lebih dulu. Karena mereka punya aparat dan tugasnya penegakan hukum. DPR memberi solusi politis bukan penegakan hukum," pungkasnya. (Al)