Oleh Bachtiar pada hari Rabu, 27 Mei 2020 - 21:33:20 WIB
Bagikan Berita ini :

Jika Harus Adaptasi New Normal, PKS ke Pemerintah: Jujurlah Terlebih Dulu

tscom_news_photo_1590590000.jpg
Sukamta Politikus PKS (Sumber foto : Istimewa)

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN)- Berkali-kali pemerintah wacanakan pelonggaran PSBB dan juga akhir-akhir ini sering gunakan idiom "new normal" agar masyarakat siap untuk hidup berdampingan dengan Covid-19.

Menanggapi hal tersebut, Wakil Ketua Fraksi PKS Sukamta mengatakan, pemerintah harusnya jujur sampaikan situasi dan kondisi yang ada saat ini.

Mengingat berbagai wacana yang muncul dari pemerintah, kata dia, seakan-akan situasi sudah semakin membaik sehingga direspon masyarakat dengan mulai longgarkan aktivitas.

"Belum lama ini (21/05/2020) Pak Wapres sampaikan permintaan maaf karena virus corona bukan sesuatu yang mudah dihadapi. Dalam suasana Idul Fitri tentu kita semua memaafkan. Tetapi tidak cukup hanya minta maaf, yang terpenting pemerintah harus jujur kepada rakyat," tandas Sukamta.

Saat ini, jelas dia, protokol beradaptasi dengan tatanan normal baru sudah diterbitkan Kemenkes dan Presiden juga sudah minta agar ada sosialiasi secara masif terhadap protokol ini.

"Kan sudah jelas arahnya ke depan pelonggaran PSBB. Mestinya pemerintah jelaskan secara jujur, benarkah situasi penanganan Covid-19 saat ini sudah semakin terkendali atau wacana "new normal" ini hanya sebagai kedok untuk menutupi ketidakmampuan pemerintah tangani Covid-19," sindir Politikus PKS itu.

Lebih lanjut Sukamta mencatat ada lima persoalan mendasar sejak awal penanganan Covid-19 oleh pemerintah.

Pertama, tidak pernah ada kejelasan grand desain penanganan virus corona. Bahkan setelah masa tanggap darurat berjalan hampir 3 bulan tidak jelas tahapan apa saja yang akan dilakukan selain hanya pandai berwacana soal pelonggaran PSBB dan "new normal.

"Padahal kejelasan tahapan itu penting tidak hanya dalam upaya penanganan pandemi tetapi juga menjadi rujukan bagi dunia pendidikan, dunia usaha, pariwisata dalam memulai kembali aktivitasnya," ujarnya.

Yang kedua menurut Sukamta, persoalan mendasar ada pada sistem koordinasi. Sejauh ini tidak terlihat jelas garis komando antara presiden, kementerian dan gugus tugas dan pemerintah daerah.

"Hari ini (27/05/2020) Presiden berstatemen menagih lagi jajarannya target uji spesimen 10 ribu per hari yang sudah dia pesan beberapa bulan yang lalu. Pesan ini tidak jelas ditujukan kepada siapa, apakah Menteri Kesehatan atau Gugus Tugas atau menagih dirinya sendiri sebagai komando tertinggi," sindir dia lagi.

Menurutnya, ini semakin menunjukkan selama ini tidak ada koordinasi yang baik di pemerintah pusat. Sementara komunikasi dengan daerah juga seperti dalam soal pengaturan transportasi yang simpang siur.

"Sudah begitu Presiden mengatakan daerah harus mampu mengendalikan penyebaran Covid-19 sebelum menerapkan new normal. Ini kan artinya lempar tanggung jawab," tandasnya.

Ketiga, dari pernyataan presiden soal menagih target uji spesimen menunjukkan bahwa selama ini tes Covid-19 masih jauh dari optimal.

"karena hanya 2 kali yang bisa lebih dari 10 ribu uji spesimen. Sementara angka-angka yang diumumkan setiap sore oleh Jubir Gugus Tugas tidak memberikan gambaran nyata penyebaran virus. Banyak ahli epidemiologi yang mengkritik soal ini. Ini artinya jika kurva Covid-19 yang tersaji hingga saat ini tidak bisa menjadi rujukan dalam membuat kebijakan pelonggaran karena masih terbatasnya pengujian yang dilakukan," ungkapnya.

Keempat, masih ada kesenjangan sarana prasaran kesehatan di setiap daerah dan juga SDM tenaga kesehatan.

Rasio jumlah tempat tidur rumah sakit di tahun 2018 hanya 1 dibanding 1000 penduduk, di Korea Selatan rasio 11 dibanding 1000 penduduk. Sementara Presiden meminta Puskemas untuk lebih dilibatkan dalam penanganan Covid-19 namun baru 33 persen yang kondisinya memadai.

"Ini artinya sarpras kesehatan yang ada saat ini tidak memadai untuk menghadapi lonjakan jumlah pasien positif, belum lagi soal ketersediaan APD yang banyak dikeluhkan oleh rumah sakit hingga hari ini."

Kelima, pelaksanaan PSBB di berbagai daerah tidak optimal dan banyak pelanggaran terjadi. Ini bisa dibaca tingkat kedisiplinan masyarakat masih rendah. Apakah dengan kondisi masyarakat seperti ini akan siap dengan protokol kesehatan yang ketat.

Jadi, menurutnya, sangat penting kejujuran pemerintah dalam situasi saat ini, seberapa jauh berbagai persoalan mendasar yang kami sebut tadi sudah tertangani dengan baik.

"Dan kurangi komentar yang bernada meremehkan oleh pihak Pemerintah sebagaimana pak Menko Polhukam kemarin (26/05/2020) yang menyebutkan kematian akibat kecelakan dan diare lebih banyak dibandingkan Virus Corona," sesalnya.

"Komentar-komentar seperti ini bisa mendorong masyarakat menjadi permisif dan akhirnya mengurangi kewaspadaan," pungkasnya.

tag: #psbb  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
Leap Telkom Digital
advertisement
AMIN BANNER 01
advertisement
AMIN BANNER 02
advertisement
AMIN BANNER 03
advertisement
AMIN BANNER 04
advertisement
AMIN BANNER 06
advertisement
AMIN BANNER 08
advertisement
Lainnya
Berita

Kini Nasabah Bank DKI Bisa Tarik Tunai Tanpa Kartu di ATM BRI

Oleh Sahlan Ake
pada hari Kamis, 28 Mar 2024
JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Bank DKI kembali menunjukkan komitmennya dalam memberikan layanan terbaik kepada nasabah khususnya dalam layanan digital. Melalui kerja sama dengan PT Jalin Pembayaran ...
Berita

DPR Sahkan RUU Daerah Khusus Jakarta Jadi UU

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --DPR RI resmi mengesahkan Rancangan Undang-Undang Daerah Khusus Jakarta (RUU DKJ) menjadi Undang-Undang (UU). Pengesahan dilakukan pada Rapat Paripurna DPR RI ke-14, di ...