Oleh Rihad pada hari Sabtu, 10 Okt 2020 - 12:49:26 WIB
Bagikan Berita ini :

Tuduhan dan Bantahan Seputar Siapa Dalang Demo

tscom_news_photo_1602309114.jpg
Ilustrasi demo anti UU Cipta Kerja (Sumber foto : Ist)

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN)-Mabes Polri menelusuri adanya sponsor atau penggerak perusuh dalam gelombang aksi demo tolak UU Cipta Kerja di banyak loaksi. Pernyataan adanya dalang dalam dekonitu dilontarkan Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto.

Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Awi Setiyono menyampaikan, pihaknya tidak serta merta dapat mengambil informasi tersebut. Ada mekanisme yang harus dilakukan untuk menegakkan aturan hukum.

"Nanti kita dalami, kita kan bukan bicara A, B, C, kita kan harus membuktikan, polisi harus membuktikan, minimal dua alat bukti baru bisa menggiring seseorang sampai ke pengadilan," tutur Awi, Sabtu (10/10).

Menurut Awi, penyidik akan berupaya mengumpulkan alat bukti tersebut. Jika ditemukan kesesuaian mengarah ke pihak tertentu, polisi tidak segan melakukan penindakan awal. "Itulah tugas polisi untuk mengumpulkan bukti-bukti itu," jelas dia.

Adapun terkait dalang kerusuhan, lanjut Awi, masih dalam pendalaman penyidik. Sejauh ini penyidik mengantongi sejumlah keterangan dari para pengunjuk rasa ricuh yang diamankan dan mengumpulkan fakta di lapangan. "Semoga segera ditemukan dalangnya," kata Awi.

Tudingan Airlangga

Pemerintah menuding ada aktor yang menunggangi demonstrasi tolak Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja yang diwarnai kerusuhan di sejumlah tempat. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengklaim pemerintah sudah mengetahui dan mampu membaca gerak demonstrasi yang menurutnya ditunggangi oleh kaum elite dan intelektual.

Ia berdalih demonstran ditunggangi kaum elite karena empat federasi pekerja atau buruh yang tergolong besar sudah mendukung Omnibus Law Cipta Kerja.

Ketua umum Partai Golkar itu menyatakan bahwa tokoh-tokoh intelektual tersebut mempunyai ego sektoral yang cukup besar dan bersembunyi di balik layar sebagai dalang gerakan massa serentak ini.

"Pemerintah tahu siapa yang demo itu, kami tahu siapa yang menggerakkan, siapa sponsornya, siapa yang membiayai. Pemerintah sudah tahu siapa tokoh-tokoh intelek di balik penggerak demo," kata Airlangga, Kamis (8/10).

Mereka juga mengimbau penolakan seharusnya dilakukan dengan cara sesuai hukum. Salah satunya dengan cara mengajukan judicial review atau uji materi UU tersebut ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Ketegangan aksi tolak UU Ciptaker terjadi di sejumlah daerah. Mulai dari Medan, Batam, Palembang, Bandar Lampung, Serang, Jakarta, Bekasi, Tangerang, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Solo, Surabaya, Palu, Makassar, dan lainnya.

DPR mengesahkan Omnibus Law Cipta Kerja pada Rapat Paripurna, Senin (5/10) lalu. Poin-poin dalam UU tersebut banyak menuai protes karena dinilai memangkas hak buruh dan berpotensi memicu kerusakan lingkungan. Massa buruh dan mahasiswa resah dengan peraturan yang menindas dan memangkas hak-hak warga negara, terutama kaum pekerja. Di sisi lain, pengusaha besar diuntungkan dengan RUU yang proses penyusunannya tak transparan tersebut.

Bantahan Demokrat

Badan Komunikasi Strategis (Bakomstra) DPP Partai Demokrat Ossy Dermawan menegaskan partainya tidak mendanai aksi penolakan omnibus law UU Cipta Kerja pada Kamis (8/10). "Pernyataan ini perlu disampaikan sehubungan dengan adanya upaya fitnah dan berita bohong yang dilancarkan oleh akun-akun buzzer seperti @digeeembok, untuk mendiskreditkan Partai Demokrat (PD) dan Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono, terkait aksi besar buruh dan mahasiswa di seluruh Indonesia yang menolak UU Ciptaker pada Kamis 8 Oktober 2020 kemarin," ujar Ossy dalam pernyataan tertulis yang diterima di Jakarta, Jumat (9/10).

Kepala Bakomstra DPP Partai Demokrat berpandangan pernyataan ini perlu dibuat semata-mata untuk memberikan informasi yang sebenar-benarnya, dalam rangka memenuhi hak informasi publik yang didasari oleh kejujuran dan asas fair and balance.

Fitnah dan hoaks tersebut juga berpotensi melecehkan aksi kaum buruh, mahasiswa, dan elemen masyarakat lain yang turun ke jalan karena murni ingin menyuarakan penolakan mereka terhadap UU Ciptaker.

Ossy mengatakan DPP Partai Demokrat akan menempuh jalur hukum kepada pihak-pihak yang melancarkan fitnah dan tuduhan yang tidak berdasar terhadap Partai Demokrat tersebut.

Memang benar, Partai Demokrat melakukan penolakan terhadap RUU Ciptaker, sebagaimana yang disampaikan dalam pandangan mini fraksi, tanggal 3 Oktober 2020, dan juga disampaikan dalam Sidang Paripurna tanggal 5 Oktober 2020.

"Sikap berbeda tersebut merupakan hal biasa dalam demokrasi. Sebagaimana partai lain juga melakukan hal yang sama di parlemen, dalam konteks dan masalah yang berbeda," kata Ossy.

Ossy mengatakan sikap berbeda menolak UU Ciptaker itu tidak hanya dilakukan oleh Partai Demokrat, tapi juga dilakukan oleh organisasi kemasyarakatan, seperti Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah, akademisi, lembaga swadaya masyarakat, serikat buruh, organisasi mahasiswa serta sejumlah kepala daerah.

Kendati demikian, Ketua DPP Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono telah mengeluarkan arahan kepada para Ketua DPD dan DPC Partai Demokrat seluruh Indonesia pada tanggal 7 Oktober 2020, agar seluruh kader Partai Demokrat tidak melakukan provokasi dan pengerahan massa pada aksi demo menolak omnibus law UU Cipta Kerja.

"Surat nomor: 119/INT/DPP.PD/X/2020 itu menjadi bukti bahwa Partai Demokrat taat dan patuh pada konstitusi dan mematuhi hukum negara," kata Ossy.

Ossy membenarkan bahwa surat arahan tanggal 7 Oktober 2020 itu juga berisi arahan AHY agar para anggota DPRD dari Partai Demokrat dapat menerima para pendemo di kantor DPRD-nya masing-masing.

Namun, tujuan arahan itu dibuat adalah agar aspirasi masyarakat terkait omnibus law UU Cipta Kerja bisa tersalurkan dengan baik, sehingga pendemo tidak perlu melakukan tindakan anarkis karena suaranya tersalurkan.

Untuk melanjutkan perjuangan politik terkait itu, Fraksi Partai Demokrat juga telah mengirimkan Surat kepada Ketua DPR RI Nomor : FPD.155/DPR.RI/X/2020 pada tanggal 9 Oktober 2020. Surat kepada Ketua DPR RI Puan Maharani itu berisi Permohonan Permintaan Dokumen RUU Cipta Kerja.

Ossy mengatakan alasan surat itu dikirim kepada Ketua DPR adalah karena Fraksi Partai Demokrat belum secara resmi mendapatkan dokumen UU Ciptaker pasca-pengesahan RUU tersebut menjadi UU.

Padahal lazimnya, kata Ossy, jika RUU tersebut akan disahkan menjadi UU, setiap Fraksi di DPR RI akan menerima dokumennya.

Ossy mengatakan ada banyak versi dokumen draf UU Cipta Kerja yang berseliweran di ruang publik. Namun tidak diketahui mana yang versi finalnya.

Agar tidak membuat chaos informasi yang dapat membingungkan publik, sehingga menimbulkan kecurigaan masyarakat kepada pemerintah, Partai Demokrat berniat untuk mempelajari dokumen final UU Ciptaker tersebut secara utuh, agar dapat diketahui substansinya secara lengkap dan jelas, pasal per pasal.

"Partai Demokrat ingin mengajak seluruh elemen masyarakat untuk mencegah hoaks dan penyesatan informasi yang dapat mengancam stabilitas sosial, politik, dan keamanan dalam negeri," kata Ossy.

tag: #ruu-ciptaker  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
IDUL FITRI 2024
advertisement
IDUL FITRI 2024 MOHAMAD HEKAL
advertisement
IDUL FITRI 2024 ABDUL WACHID
advertisement
IDUL FITRI 2024 AHMAD NAJIB
advertisement
IDUL FITRI 2024 ADIES KADIR
advertisement
Lainnya
Zoom

Mengapa Jual Beli Jabatan Merupakan Modus Korupsi yang Populer?

Oleh Wiranto
pada hari Kamis, 06 Jan 2022
JAKARTA (TEROPONGSENAYAN)-Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menangkap Walikota Bekasi Rahmat Effendi, pada Rabu (5/1/2022). KPK mengamankan 12 orang termasuk Wali Kota Bekasi Rahmat ...
Zoom

Anies dan Ridwan Kamil Akan Digugat Apindo, Ini Alasannya

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN)- Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan kini sedang berhadap-hadapan dengan pengusaha. Anies vs pengusaha ini terkait dengan keputusan Anies yang mengubah kenaikan UMP dari ...