Oleh Sahlan Ake pada hari Rabu, 07 Mei 2025 - 10:34:11 WIB
Bagikan Berita ini :

Legislator Desak Kekayaan Intelektual Bisa Jadi Jaminan KUR Pegiat Ekraf, Termasuk Konten Kreator

tscom_news_photo_1746588851.jpg
Yoyok Riyo Sudibyo (Sumber foto : Istimewa)

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Anggota Komisi VII DPR RI, Yoyok Riyo Sudibyo mendesak Pemerintah untuk memperkuat sektor ekonomi kreatif (Ekraf) nasional, khususnya dalam hal pembiayaan inklusif. Ia meminta Pemerintah berkoordinasi dengan lembaga penyalur Kredit Usaha Rakyat (KUR) untuk menyusun skema pembiayaan yang ramah terhadap pegiat Ekraf kecil dan menengah.

"Pemerintah sadar bahwa UMKM ini adalah tulang punggung ekonomi nasional. Karenanya pemerintah membuat program supporting, KUR namanya dengan subsidi 10%. Tapi diantaranya program subsidi lainnya, hanya KUR yang minim penyerapannya," kata Yoyok, Rabu (7/5/2025).

Pemerintah diketahui memiliki program alokasi KUR bagi pegiat Ekraf di mana hal tersebut sebagai tindak lanjut dari UU Ekonomi Kreatif No 24 Tahun 2019, PP Ekonomi Kreatif No 24 Tahun 2022, UU No 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal, dan Perpres RPJMN No 12 Tahun 2025.

Namun kondisi yang ada saat ini, penyaluran KUR di sektor Ekraf yang bersumber dari APBN relatif kecil (hanya 4,28% dari total KUR). Selain itu sektor Ekraf belum memiliki dana abadi untuk akselerasi pengembangan ekraf.

Sementara sebagian besar Pemda belum mengalokasikan APBD secara memadai untuk pengembangan sektor Ekraf karena status Ekraf masih menjadi sub-urusan. Kemudian skema pembiayaan oleh lembaga keuangan bank dan non bank bagi pegiat Ekraf belum optimal.

Yoyok pun menilai pembiayaan modal berbasis kekayaan intelektual, seperti portofolio pegiat Ekraf, juga belum optimal sehingga program-program Pemerintah yang ada tidak terealisasi dengan baik.

"Pemerintah sudah memberikan kebijakan untuk mempermudah rakyat, tapi pelakunya tidak bisa menyalurkan dengan baik. Ini bagaimana tanggung jawabnya kepada rakyat?” tuturnya.

Menurut Yoyok, ada beberapa tantangan yang dihadapi pelaku usaha kreatif mikro dalam mengakses pembiayaan. Khususnya terkait persyaratan agunan dan informasi riwayat kredit nasabah, padahal bantuan modal atau pembiayaan dapat mengembangkan usaha mereka.

"Menurut saya itu ada beberapa persoalan, yang pertama masalah persyaratan agunan. Kedua, tentang BI checking," tutur Yoyok.

Anggota Komisi di DPR yang membidangi urusan Ekraf dan UMKM ini lalu menyoroti pelalu UMKM dan pegiat Ekraf yang banyak tersangkut pinjaman online (pinjol). Yoyok menekankan penting bagi Kementerian Ekraf untuk meningkatkan kinerjanya dalam hal ini.

“Perhatikan lagi persyaratan-persyaratan KUR, agar program Pemerintah ini bisa terserap oleh rakyat yang membutuhkan," ungkapnya.

Hal ini juga pernah disampaikan Yoyok dalam Rapat Kerja bersama Menteri Ekonomi Kreatif/Kepala Badan Ekonomi Kreatif RI, Teuku Riefky Harsya, di Gedung DPR RI pada Rabu (30/4) lalu.

Yoyok juga meminta Kementerian Ekraf untuk mendorong pihak-pihak Perbankan agar mengubah cara pandang terhadap pelaku usaha kreatif yang ingin mendapatkan modal guna mengembangkan usaha dan kreativitasnya. Misalnya terhadap pelaku usaha kreatif di bidang kuliner, iklan, fotografi, musik dan lainnya, termasuk juga bagi para konten kreator.

“64 persen penduduk Indonesia adalah anak muda kreatif yang berpenghasilan namun tak memiliki slip gaji. Padahal mereka punya aset berupa konten, brand atau karya. Tapi aset mereka itu belum dianggap bernilai di mata Perbankan,” papar Yoyok.

Andai saja para pegiat Ekraf seperti konten kreator dan influencer bisa meminjam modal untuk mengembangkan kreativitasnya dengan skema pembiayaan resmi, kata Yoyok, tentu sektor pekerjaan informal seperti ini bisa jadi penggerak ekonomi kerakyatan.

“Contohnya, ada seorang desain grafis namanya Dita. Dia punya portofolio brand senilai Rp 300 juta. Dengan Undang-Undang Ekonomi Kreatif, portofolio Dita bisa menjadi agunan dan dia bisa pinjam modal untuk buka studio serta merekrut tim. Akhirnya, ekonomi kreatif tumbuh,” ujarnya.

“Begitupula influencer-influencer lainnya seperti Fuji An, Gen Halilintar, dan masih banyak lagi. Orang-orang kayak mereka dan bahkan konten-konten kreator kecil bisa jadi motor penggerak ekonomi kreatif nasional jika usahanya disokong pembiayaan yang inklusif seperti KUR,” tambah Yoyok.

Yoyok pun menilai, jika Pemerintah tidak segara bergerak untuk menjadikan kekayaan intelektual ini sebagai jaminan atau agunan para pelaku usaha kreatif, maka potensi tersebut bisa diambil oleh pihak luar.

"Mereka para influencer itu sangat butuh, agar kekayaan intelektual mereka itu benar-benar dijadikan aset untuk agunan peminjaman. Saya harap Menteri Ekraf bisa mendorong satu hal ini," tegas Legislator dari Dapil Jawa Tengah X itu.

Yoyok mengatakan, potensi pegiat Ekraf sangat besar untuk mendukung perekonomian nasional. Indonesia dinilai bisa belajar dari negara-negara lain yang sudah berhasil menerapkan perkembangan ekonomi dari sektor Ekraf seperti Korea Selatan.

“Pegiat Ekraf ini pekerjaan dan keterampilan jelas. Hasilnya pun nyata, jadi harusnya kekayaan intelektual mereka bisa jadi jaminan peminjaman modal seperti negara-negara lain,” terang Yoyok.

“Kita lihat Korsel yang pemerintahnya mendukung perkembangan Ekraf dengan modal dan dukungan-dukungan lainnya bagi pelaku Ekraf sampai K-Wave dampaknya besar secara global,” sambungnya.

Menurut Yoyok, dukungan bagi pegiat Ekraf sekaligus dapat menjadi penguatan dalam sektor pekerjaan informal. Hal ini penting di tengah maraknya badai Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di Indonesia yang membuat banyak korban PHK beralih ke sektor informal, termasuk ke bidang Ekraf.

Dukungan bagi pegiat Ekraf juga dinilai dapat mengurangi angka pengangguran di Indonesia. Apalagi International Monetary Fund (IMF) melaporkan Indonesia menjadi negara dengan tingkat pengangguran tertinggi di antara enam negara Asia Tenggara pada tahun 2024. Peringkat pengangguran Indonesia tersebut merujuk laporan World Economic Outlook April 2024.

Indonesia tercatat memiliki tingkat pengangguran mencapai 5,2 persen per April 2024. Bila dibandingkan tahun sebelumnya, angka pengangguran itu hanya turun 0,1 persen dari 5,3 persen pada 2023.

“Masyarakat Indonesia, khususnya generasi muda kita itu punya banyak kreativitas. Baik di bidang kriya, desain, digital, seni/budaya, dan lainnya. Belum lagi mereka yang pernah bekerja di bidang komunikasi, kemampuannya itu juga jadi nilai tambahan. Jadi tinggal bagaimana Negara memfasilitasinya,” ucap Yoyok.

Selain menjadikan kekayaan intelektual sebagai jaminan, Yoyok menilai, pemerintah juga perlu memperluas akses pembiayaan investasi industri rakyat. Menurutnya, Pemerintah perlu bekerja sama dengan lembaga keuangan untuk menyediakan skema pembiayaan mikro bagi industri kerakyatan.

"Termasuk membentuk dana bergulir dengan bunga rendah dan pendampingan intensif agar industri rakyat naik kelas," jelasnya.

Yoyok menambahkan, transformasi ini bukan hanya soal penciptaan lapangan kerja namun juga menjaga martabat pekerja Indonesia agar tidak terjebak dalam wirausaha yang rendah gaji dan tidak produktif.

“Pemerintah harus bekerja keras untuk memastikan skala usaha masyarakat meningkat, bukan stagnan. Kita tidak boleh membiarkan rakyat terdorong ke sektor informal tanpa arah dan tanpa dukungan negara,” pungkas Yoyok.

tag: #dpr  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
Leap Telkom Digital
advertisement
thejoint
advertisement
KURBAN TS -DD 2025
advertisement
We Stand For Palestinian
advertisement
DD MEMULIAKAN ANAK YATIM
advertisement