JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Anggota Komisi I DPR RI, Mayjen TNI (Purn) TB Hasanuddin, menegaskan bahwa Selat Hormuz merupakan jalur strategis pengiriman minyak mentah yang menghubungkan Teluk Persia dengan pasar dunia. Setiap hari, sekitar 20-30% minyak mentah global melewati jalur ini.
Namun, eskalasi konflik di Timur Tengah saat ini dan potensi penutupan Selat Hormuz membawa risiko serius bagi stabilitas pasokan energi dunia, termasuk Indonesia.
“Blokade Selat Hormuz akan menyebabkan terganggunya pasokan minyak dan memicu kenaikan harga minyak mentah dunia,” ujar TB Hasanuddin, Senin (23/6/2025).
Sedangkan harga minyak mentah Brent naik dari USD 65 per barrel di awal Juni menjadi USD 73 di pertengahan Juni 2025. Kalau Iran menutup selat ini, maka dapat dibayangkan apa yang terjadi terhadap harga minyak dan LNG ke depan. Ada yang berspekulasi bahwa harga minyak mentah bisa naik diatas USD 90 per barrel.
Walaupun hingga saat ini kedua negara belum menargetkan serangan ke fasilitas-fasilitas migas, namun potensi serangan tetap ada dan ini merugikan suplai minyak mentah dunia. Iran sendiri diketahui memiliki cadangan minyak nomor delapan di dunia dan cadangan gas nomor empat di dunia. Diperkirakan 3% suplai minyak mentah di dunia akan terganggu.
Sebagai negara importir minyak utama dari Timur Tengah, Indonesia diperkirakan akan terdampak dalam beberapa hal, antara lain: pembengkakan subsidi bahan bakar minyak (BBM) pada APBN, kenaikan harga BBM domestik, serta inflasi akibat tekanan terhadap daya beli masyarakat.
Selain itu, Indonesia juga mengalami hambatan pasokan energi lain, yaitu LPG yang diimpor dari Qatar dan Uni Emirat Arab (UEA) yang melewati Selat Hormuz. “Peningkatan biaya logistik juga akan terjadi jika Indonesia harus mencari jalur alternatif untuk suplai energi,” tambah TB Hasanuddin.
Dalam menghadapi situasi ini, TB Hasanuddin menyarankan langkah-langkah strategis yang dapat ditempuh Indonesia, seperti diversifikasi sumber energi ke energi terbarukan, mengupayakan diplomasi energi dengan negara-negara di luar Teluk Persia, serta memperkuat cadangan energi strategis dan mempercepat pembangunan kilang minyak dalam negeri. Hal ini penting untuk menghindari Indonesia dari krisis energi jika eskalasi konflik makin tinggi.
Mengenai eskalasi konflik pasca serangan AS ke Iran, TB Hasanuddin mengingatkan potensi peningkatan konflik jika Iran melakukan serangan rudal ke pangkalan militer AS di Irak, Suriah, Qatar, atau UEA.
“Kemungkinan eskalasi juga meningkat jika Iran menyerang kapal perang atau tanker minyak di Teluk Persia. Penguatan kelompok militan pro-Iran seperti Hizbullah di Lebanon, Houthi di Yaman, dan milisi Syiah di Irak juga dapat melancarkan serangan asimetris terhadap AS, Israel, dan sekutu-sekutunya di Timur Tengah,” jelasnya.
Ia menegaskan bahwa situasi ini berpotensi menyebabkan perang terbuka antara negara-negara besar dunia, seperti Rusia, China, Inggris, Prancis, dan AS, apabila polaritas konflik terus meningkat.
Dewan Tertinggi Keamanan Nasional Iran bersiap menutup Selat Hormuz setelah Amerika Serikat menyerang tiga fasilitas nuklir di negara itu pada Minggu (22/6).
Berdasarkan laporan Press TV dikutip dari Reuters, keputusan Dewan Tertinggi Keamanan Iran tersebut harus diambil setelah parlemen mendukung penuh rencana blokade Selat Hormuz.
Iran sebelumnya mengancam akan menutup selat yang amat penting untuk sekitar 20 persen permintaan minyak dan gas dunia itu.
Ancaman itu disampaikan sebagai cara untuk menangkal tekanan negara-negara Barat yang kini mencapai puncaknya setelah AS menyerang fasilitas nuklir Iran.
Keputusan untuk menutup Selat Hormuz belum final dan belum dilaporkan secara resmi bahwa parlemen telah mengadopsi rancangan undang-undang berkaitan dengan rencana itu.