JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Kejaksaan Agung sebelumnya mentaksir kerugian negara dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang Pertamina subholding periode 2018-2023 yakni mencapai sekitar Rp 968,5 triliun atau hampir 1 kuadriliun. Hal itu seperti disampaikan Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Harli Siregar pada Rabu (26/2/2025).
Namun kini dalam Sidang dakwaan kasus korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina (Persero) mengungkap kerugian keuangan dan perekonomian negara yang ditaksir mencapai Rp 285,1 triliun. Perbuatan korupsi itu diduga dilakukan oleh anak saudagar minyak Riza Chalid sekaligus beneficial owner PT Navigator Khatulistiwa, Muhammad Kerry Adrianto Riza, bersama empat terdakwa lainnya.
Terkait hal tersebut Pengamat kebijakan publik dari Universitas Trisakti, Trubus Rahadiansyah menilai sikap yang dilakukan Kejaksaan Agung tidak konsisten dalam mengungkap kasus tersebut. Terlebih terjadi penyusutan kerugian negara yang signifikan.
"Saya lihat Kejaksaan tidak konsisten. Harusnya transparan kepada publik asal mula terjadi penyusutan kerugian. Jelaskan latar belakang nya, jangan kemudian dia posisinya sendiri melemah kalau melemah itu artinya Kejaksaan Agung tidak konsisten dalam pemberantasan korupsi," kata Trubus dalam keterangannya, Selasa (14/10/2025).
Lebih jauh Trubus menduga ada upaya untuk meringankan hukuman para tersangka dengan praktik intervensi. Jadi tidak heran bila kini publik menjadi heboh karena dianggap tebang pilih dalam penegakkan hukum.
"Justru publik mencurigai ada permainan-permainan ada intervensi-intervensi di situ. Kalau memang sejak awal kuadriliun itu saja dulu, publik jangan dibuat heboh dan terjadi kegaduhan. Dugaan saya ada upaya untuk meringankan para tersangka jadi arahnya ke sana," ujarnya.
Kendati demikian ia mengharapkan Kejaksaan Agung masih bisa konsisten dalam menegakan keadilan. Apalagi nilai korupsi yang dilakukan para tersangka sangat fantastis.
"Bijaksananya Kejaksaan Agung harus konsisten dan hukum harus ditegakkan jadi harus on the track. Kalau sudah seperti ini terkesan dugaan ada rekayasa jadi, saya khawatir itu," katanya.