Oleh Sahlan Ake pada hari Kamis, 13 Nov 2025 - 15:56:39 WIB
Bagikan Berita ini :

Waka Komisi IX DPR: Penyerapan Tenaga Kerja Lokal di Proyek Lotte Chemical Banten Harus Jadi Prioritas!

tscom_news_photo_1763024199.jpeg
Yahya Zaini (Sumber foto : Istimewa)

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Wakil Ketua Komisi IX DPR RI, Yahya Zaini menyoroti soal aspek ketenagakerjaan dalam proyek pembangunan Lotte Chemical Indonesia New Ethylene (LINE Project) di Cilegon, Banten. Ia pun menekankan pentingnya penyerapan tenaga kerja lokal dalam proyek tersebut.

Pasalnya, sebagai salah satu Proyek Strategis Nasional (PSN), LINE Project diperkirakan akan menciptakan sekitar 40.000 lapangan kerja langsung dan tidak langsung selama fase konstruksi dan operasional, serta menjadi katalis penting bagi pertumbuhan ekonomi daerah.

“Kami memandang proyek ini bukan hanya sebagai investasi industri, tetapi juga sebagai peluang besar untuk memperkuat kualitas tenaga kerja nasional. Kesejahteraan, keselamatan, dan peningkatan kompetensi tenaga kerja lokal harus menjadi prioritas utama,” kata Yahya, Kamis (13/11/2025).

Seperti diketahui, Pemerintah telah meresmikan pabrik petrokimia milik PT Lotte Chemical Indonesia, di Cilegon, Banten, Kamis (6/11). Peresmian pabrik dilakukan usai pembangunan dan investasinya sempat mangkrak, setidaknya selama enam tahun. Usai diresmikan, pabrik petrokimia itu ditargetkan beroperasi komersial pada Oktober 2025.

Pemerintah menyebut proyek tersebut merupakan bagian dari petrochemical terintegrasi di Cilegon, Banten, yang masuk dalam PSN. Proyek petrokimia itu memiliki investasi sebesar 3,9 miliar, kemudian naik menjadi 4 miliar dollar AS yang apabila dikurskan saat ini sudah mencapai kurang lebih sekitar Rp 63-64 triliun. Nilai ini menjadikan salah satu investasi petro dunia terbesar di Asia Tenggara.

Sebagai informasi, pabrik petrokimia di Cilegon itu sempat mangkrak pada 2016. Kemudian, pabrik petrokimia milik PT LCI ini memulai pembangunan konstruksi sejak awal 2022 dan dijadwalkan rampung pada 2025.

Hasil produksi PT Lotte Chemical akan menjadi substitusi atau pengganti dari sejumlah bahan kimia yang selama ini diimpor oleh Indonesia. Nantinya, substitusi produk kimia impor bisa mencapai 70 persen dan 30 persen sisanya akan diekspor ke luar negeri.

Sementara dari sisi ketenagakerjaan, pabrik petrokimia raksasa hasil kerja sama Indonesia dan Korea Selatan tersebut, yakni PT Lotte Chemical Indonesia (LCI) menyerap hingga 40.000 tenaga kerja selama masa pembangunan dan operasionalnya.

Serapan tenaga kerja tersebut merupakan akumulasi dari tenaga kerja langsung dan tidak langsung. Dalam masa konstruksi, total pekerja saat ini berjumlah 17.000 karyawan.

Terkait hal ini, Yahya menekankan pentingnya penyerapan tenaga kerja lokal dalam setiap tahapan proyek. Ia mendorong agar pemerintah pusat dan daerah berkoordinasi dengan manajemen PT Lotte Chemical Indonesia (LCI) untuk memastikan tenaga kerja Indonesia mendapat porsi dominan, baik di tingkat teknis maupun manajerial.

“Kami mendorong agar proyek ini tidak hanya menjadi etalase investasi asing, tetapi juga menjadi ladang pembelajaran dan peningkatan kompetensi bagi tenaga kerja Indonesia,” sebut Yahya.

“Ketenagakerjaan lokal harus menjadi tulang punggung PSN seperti ini,” imbuh Legislator dari Dapil Jawa Timur VIII itu.

Yahya juga menyoroti pentingnya penerapan standar keselamatan dan kesehatan kerja (K3) di seluruh lini proyek. Mengingat kompleksitas industri petrokimia yang berisiko tinggi, Yahya mengingatkan bahwa penerapan protokol keselamatan internasional harus menjadi standar minimum.

"Protokol keselamatan bukan sekadar formalitas," tegas Yahya.

Pimpinan Komisi di DPR yang membidangi urusan ketenagakerjaan itu memandang pembangunan kompleks petrokimia seperti LINE Project harus diikuti dengan strategi jangka panjang pengembangan SDM nasional.

Yahya pun meminta agar LCI bersama Kementerian Tenaga Kerja dan lembaga pendidikan vokasi menyiapkan program pelatihan dan sertifikasi tenaga lokal yang terintegrasi dengan kebutuhan industri petrokimia modern.

“Proyek ini adalah momentum untuk mengakselerasi program vokasi industri. Harus ada mekanisme transfer keahlian nyata dari tenaga ahli asing kepada tenaga kerja lokal. Dengan begitu, proyek ini akan meninggalkan warisan kompetensi, bukan sekadar infrastruktur,” paparnya.

Lebih lanjut, Yahya menekankan pentingnya keterlibatan lembaga pendidikan tinggi dan politeknik di sekitar Banten, seperti Politeknik Krakatau, dalam skema kolaborasi pelatihan tenaga kerja untuk mendukung kemandirian teknologi nasional.

Yahya mendorong pemerintah dan manajemen proyek untuk memastikan bahwa seluruh tenaga kerja yang terlibat memperoleh perlindungan hak-hak dasar ketenagakerjaan, termasuk upah layak, jaminan sosial tenaga kerja, serta lingkungan kerja yang aman dan sehat.

“Kami akan memastikan bahwa setiap pekerja yang berkontribusi pada proyek besar ini tidak hanya dihargai secara ekonomi, tetapi juga dilindungi secara hukum dan sosial. Pembangunan ekonomi harus selalu sejalan dengan pembangunan manusia,” ungkap Yahya.

Yahya juga mengingatkan agar kontraktor dan subkontraktor proyek tunduk pada aturan perundangan ketenagakerjaan Indonesia, termasuk kepatuhan terhadap sistem pengupahan, perlindungan pekerja kontrak, dan jam kerja yang manusiawi.

Menurut Yahya, proyek LINE harus menjadi peluang untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkeadilan, dengan memastikan manfaat langsung dirasakan oleh masyarakat sekitar, terutama para pekerja dan keluarganya.

"Koordinasi antara Kementerian Tenaga Kerja, Kementerian Perindustrian, dan pemerintah daerah Banten harus diperkuat agar dampak sosial dan ekonomi proyek dapat dimaksimalkan," tutup Yahya.

tag: #dpr  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
Leap Telkom Digital
advertisement
thejoint
advertisement
We Stand For Palestinian
advertisement
DD MEMULIAKAN ANAK YATIM
advertisement