Oleh Sahlan Ake pada hari Jumat, 21 Nov 2025 - 17:09:23 WIB
Bagikan Berita ini :

Dave Berharap Strategi Militer–Diplomatik Indonesia dalam Mendukung Politik Luar Negeri Bebas Aktif untuk Pembangunan Nasional

tscom_news_photo_1763719763.jpeg
Dave Laksono (Sumber foto : Istimewa)

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Wakil Ketua Komisi I DPR RI, Dr. Dave Akbarshah Fikarno Laksono, M.E mengatakan Kebijakan luar negeri Indonesia secara tradisional berpegang pada prinsip Bebas dan Aktif.

Prinsip ini tidak hanya berarti tidak memihak blok kekuatan besar, tetapi juga
menunjukkan peran proaktif dalam mewujudkan ketertiban dunia berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Isu Palestina, dan baru-baru ini berkaitan dengan pemulihan di Gaza.

"Ini menjadi panggung krusial bagi implementasi prinsip tersebut, yang diperkuat dengan pendekatan diplomasi aktif di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto," kata Dave dalam rilisnya.

Menurutnya, ditinjau menggunakan teori Middle Power penggambaran bagi Indonesia saat ini cukup relevan, yakni sebagai Kekuatan Menengah merujuk pada negara yang tidak memiliki kapasitas militer atau ekonomi seperti Great Powers, tetapi Indonesia memiliki kapasitas dan kemauan untuk memengaruhi tatanan global melalui inisiatif diplomatik, multilateralisme, dan kredibilitas nasional.

"Komisi I menilai aksi nyata, seperti pengiriman bantuan kemanusiaan dan
penempatan TNI, mengubah citra Indonesia dari sekadar negara narasi menjadi "beraksi’, yang merupakan ciri khas diplomasi middle power yang efektif," ujarnya.

Ia berpendapat dengan memimpin dalam isu kemanusiaan dan memobilisasi dukungan internasional secara langsung dapat meningkatkan ‘modal diplomatik’ dan menegaskan posisi Indonesia
sebagai pemimpin regional dan global yang bertanggung jawab, keuntungannya tentu adalah meningkatkan daya tawar dan positioning.

Sementara itu, lanjutnya jika meninjau konsep Smart Power oleh Joseph Nye, bahwa Indonesia telah memadukan elemen soft power dan hard power, sehingga menghasilkan Smart Power.

"Dukungan konsisten Indonesia terhadap kemerdekaan Palestina berakar pada
identitas konstitusional anti-penjajahan dan solidaritas, yang merupakan sumber
utama soft power. Sementara secara hard power, pengiriman personel militer untuk
tugas kemanusiaan dan pembangunan menunjukkan profesionalisme, kapabilitas
logistik, dan kesiapan operasional TNI," jelasnya.

Selain itu, kata dia rencana penempatan personil TNI hingga 20.000 prajurit, merupakan manifestasi konkret dari politik luar negeri Aktif Indonesia.

"Namun demikian, Komisi I melihat perlu adanya analisis risiko dan kehati-hatian—
mengingat Gaza adalah zona yang secara historis volatil dan dapat kembali menjadi
zona konflik aktif sewaktu-waktu. Selain itu, secara teoretis, penempatan TNI
memerlukan mandat internasional yang jelas (seperti dari PBB atau kesepakatan
regional) untuk menghindari potensi tumpang tindih kepentingan dan risiko kontak senjata yang dapat membahayakan personel dan bahkan memperkeruh hubungan adalah keuntungan strategis berupa kerangka yang baik bagi Indonesia," tuturnya

Ketua PPK Kosgoro 1957 ini juga memaparkan beberapa hal seperti pertama Penguatan Soft Power (Efikasi) Global, yakni Indonesia membuktikan bahwa kebijakan "Bebas dan Aktif" adalah kebijakan yang efektif dan beraksi, bukan
hanya retorika.

Kedua, Legitimasi Diplomatik, Aksi nyata ini memberikan legitimasi yang dibutuhkan
oleh diplomasi aktif oleh Presiden Prabowo, memungkinkan Indonesia untuk
berdialog dengan semua pihak dari AS hingga OKI dengan modalitas (modal
diplomatik) yang lebih kuat.

Ketiga, Peacebuilding, dimana nantinya Indonesia dapat berkontribusi langsung pada fase penting pasca-konflik, yaitu pembangunan perdamaian,

"Ini adalah cara elegan untuk meningkatkan daya tawar Indonesia sebagai negara yang solutif.” Pendekatan Diplomasi ‘Jemput Bola’ atau diplomasi proaktif yang ditunjukkan oleh Presiden Prabowo Subianto, terutama melalui kunjungannya ke Kairo untuk KTT
Perdamaian Gaza dan dialog dengan tokoh-tokoh kunci global (seperti konsultasi dengan Presiden Sisi, Raja Abdullah II, dan interaksi dengan Amerika Serikat/Donald Trump), merupakan pergeseran dan positioning yang signifikan. Pendekatan ini melampaui diplomasi reaktif dan memasuki ranah active engagement," ungkapnya.

Ia melihat, Indonesia tidak lagi menunggu undangan, melainkan secara aktif mencari
peluang untuk memediasi, menginisiasi solusi, dan mendudukkan dirinya di meja
perundingan. Hal ini sejalan dengan teori Middle Power, sebagaimana sudah
disinggung sebelumnya di mana negara dengan kekuatan ekonomi dan politik yang
moderat menggunakan inisiatif diplomatik dan kredibilitasnya untuk memengaruhi
isu-isu global.

"Perimbangannya atas ini semua adalah, menjaga dan mengelola isu koherensi
kebijakan agar kunjungan intensif dan pernyataan yang cepat tidak berpotensi
menimbulkan kebingungan di antara diplomat dan mitra asing mengenai posisi resmi atau ‘sinyal ganda’ atas Indonesia. Pada sisi lainnya, peluang yang dapat dioptimalkan adalah dengan melakukan penguatan kapasitas pertahanan secara berkelanjutan," tegasnya.

Misalnya, tambah Dave peningkatan kapasitas industri pertahanana untuk produksi Alutsista yang dapat dikerjasamakan atau bahkan bisa dipromosikan kepada negara-negara mitra.
Kapasitas dan kemampuan Industri Pertahanan (Indhan) dalam negeri seperti PT Pindad, PT PAL, PT Dirgantara Indonesia, dan swasta nasional adalah penghubung krusial yang menjamin efektivitas Strategi Militer–Diplomatik.

Produk industri pertahanan yang berkualitas, misalnya Anoa, Kapal Cepat Rudal dapat menjadi komoditas ekspor ke negara-negara berkembang atau sahabat, yang sekaligus memperkuat hubungan bilateral dan menunjukkan kemandirian teknologi Indonesia.

"Ini adalah implementasi praktis dari diplomasi pertahanan melalui
pertumbuhan industri pertahanan. Membangun industri pertahanan yang kuat merupakan perwujudan nyata bagian dari politik luar negeri Bebas dan Aktif, yang pada akhirnya menegaskan kedaulatan dan kemandirian bangsa. Karena, Showcasing bagi industri pertahanan dan produk Alutsista Indonesia saat ini dilakukan melalui
strategi yang komprehensif, menggabungkan promosi dagang, diplomasi pertahanan,
dan pembangunan kapasitas," paparnya.

Dengan demikian, Komisi I kata Dave akan menyoroti apakah ‘diplomasi proaktif’
tersinkronisasi secara efektif dengan jalur diplomatik yang dilakukan oleh
Kementerian Luar Negeri (Kemlu) RI termasuk bagi Kementerian Pertahanan RI
dalam mengeskalasi industri pertahanan nasional untuk mendukung kebijakan luar
negeri Indonesia dan meningkatkan daya saing yang tinggi.

"Sinergitas antara militerdiplomasi yang tengah aktif dijalankan Indonesia dapat menjadi etalase paling efektif
dan non-agresif untuk mempromosikan beragam produk industri pertahanan
nasional, sekaligus menegaskan peran aktif Indonesia dalam perdamaian dunia.
Berkaitan dengan rencana penempatan TNI dalam misi di Gaza, yang tergolong
sebagai Operasi Militer Selain Perang (OMSP) dan dengan mempertimbangkan
elemen penting diplomasi pertahanan, diplomasi proaktif dan kapasitas industri
pertahanan—Komisi I akan memastikan bahwa penempatan TNI memiliki mandat
hukum yang kuat, baik dari segi regulasi (UU TNI) maupun Hukum Internasional," bebernya.

Termasuk, lanjutnya memastikan juga tentang Rules of Engagement (ROE) dan status hukum personel. Termasuk kesiapan operasional dan logistik TNI untuk misi yang kompleks dan berisiko tinggi, seperti jumlah force multiplier, jenis peralatan medis, dan skema rotasi operasional.

Secara strategis, Dave menyebutkan ini adalah langkah Komisi I dalam memastikan anggaran pertahanan yang telah disetujui dialokasikan secara efektif. Komisi I DPR RI pada prinsipnya mendukung langkah-langkah strategis pemerintah yang proaktif, baik dalam aspek diplomasi pertahanan, yakni rencana penempatan TNI di Gaza maupun diplomasi politik ‘proaktif’ serta peluang memperkuat kapasitas industri pertahanan nasional dan promosi produknya.

Namun, dukungan ini perlu menjadi perhatian dan pencermatan dalam berbagai aspek, diantaranya legitimasi hukum, manajemen risiko, dan efektivitas hasil.

"Komisi I ingin memastikan bahwa peningkatan daya tawar Indonesia berjalan optimal dan terinstitusionalisasi secara komprehensif serta memberikan manfaat konkret bagi kepentingan nasional Indonesia, terutama stabilitas keamanan, pertumbuhan ekonomi dan kapasitas industri pertahanan nasional guna percepatan pembangunan nasional," pungkasnya.

tag: #dpr  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
Leap Telkom Digital
advertisement
thejoint
advertisement
We Stand For Palestinian
advertisement
DD MEMULIAKAN ANAK YATIM
advertisement