
JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Indonesia Police Watch (IPW) mengungkap dugaan kuat praktik mafia hukum dalam penanganan perkara pidana yang melibatkan PT Alam Raya Abadi (PT ARA) di lingkungan kepolisian. Dugaan tersebut mencakup pembantuan kejahatan, perintangan penyidikan, hingga perdagangan pengaruh.
Paparan itu disampaikan Ketua IPW Sugeng Teguh Santoso dalam Catatan Akhir Tahun IPW 2025 (Bagian 2) di Jakarta, Senin (29/12/2025). Menurut IPW, perkara PT ARA menunjukkan pola kejahatan terstruktur dan sistematis, bukan peristiwa tunggal.
IPW menyoroti dugaan pembantuan kejahatan oleh oknum Biro Pengawasan Penyidikan (Wassidik) Bareskrim Polri dalam Gelar Perkara Khusus (GPK) pada 11 Desember 2025 terkait LP Nomor LP/B/550/XI/2025/SPKT/Bareskrim Polri.
Selain itu, IPW juga mencatat dugaan praktik serupa dalam penanganan laporan polisi lain di Bareskrim Polri dan Polda Maluku Utara.
Berdasarkan akta pendirian dan data AHU, Liu Xun tercatat sebagai Direktur Utama PT ARA dan pemegang saham melalui Allestari Development Pte. Ltd (Singapura) dengan kepemilikan saham mayoritas.
Namun pada September 2022, terjadi perubahan pengurus PT ARA tanpa RUPS melalui Akta Nomor 87, yang mengeluarkan Liu Xun dan mengangkat Wang Jinglei serta Christian Jaya.
IPW menegaskan, Akta Nomor 87 bersandar pada akta-akta yang telah dinyatakan mengandung pidana pemalsuan berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht). Selain itu, putusan Pengadilan Tinggi Singapura juga secara tegas melarang pemberhentian Liu Xun sebagai Direktur Utama PT ARA.
Dalam praktiknya, IPW menduga Christian Jaya menjadi pengendali utama PT ARA. Dengan menggunakan Akta Nomor 87 yang diduga palsu, PT ARA melakukan perubahan data di sistem Kementerian ESDM, mengajukan RKAB, serta menjual nikel dengan nilai mencapai sekitar Rp 849 miliar.
Untuk melindungi aktivitas tersebut, IPW menduga adanya praktik perdagangan pengaruh dengan melibatkan purnawirawan jenderal polisi.
IPW menilai perkara PT ARA merupakan kejahatan kerah putih (white collar crime). Akta Nomor 87 diduga memenuhi unsur pemalsuan dan penggunaan akta autentik palsu sebagaimana Pasal 263 dan/atau Pasal 266 KUHP.
Atas dasar itu, IPW mendesak Bareskrim Polri segera meningkatkan penyelidikan ke tahap penyidikan serta menetapkan Christian Jaya dan pihak terkait sebagai tersangka, disertai penangkapan dan penahanan.
“Tidak ada alasan hukum untuk menunda. Unsur pidana jelas, alat bukti tersedia, dan putusan pengadilan telah inkracht. Jika dibiarkan, yang dipertaruhkan adalah wibawa hukum dan kepercayaan publik terhadap Polri,” tegas Sugeng.
IPW menutup Catatan Akhir Tahun 2025 Bagian 2 dengan menegaskan bahwa kasus PT ARA menjadi ujian serius komitmen Polri dalam memberantas praktik mafia hukum, dan IPW menyatakan akan terus mengawal perkara ini hingga tuntas.