Jakarta
Oleh Alfian Risfil Auton pada hari Kamis, 04 Feb 2016 - 18:17:27 WIB
Bagikan Berita ini :

Kesaksian Ahok: Saya Tak Tahu Kenapa Pengadaan UPS Ada di APBD-P 2014

13Ahok-indra-tscom.jpg
Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok (Sumber foto : Indra Kusuma)

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) - Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama membeberkan mengenai alur pembuatan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Perubahan DKI Jakarta 2014 yang tidak memasukkan pengadaan UPS (uninterruptible power supply atau suplai daya bebas gangguan) untuk SMA.

"Pengadan UPS saya tidak tahu kenapa bisa UPS di APBD Perubahan 2014 saya tidak tahu, tapi anggarannya biasanya kami menandatangani Kebijakan Umum APBD Priorirtas dan Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) lalu menyampaikan KUA-PPAS ke DPRD, disebut prioritas-prioritasnya apa saja," kata Basuki dalam sidang di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis (4/2/2016).

Basuki yang biasa dipanggil Ahok hadir sebagai saksi untuk Kasi Prasarana dan Sarana pada Suku Dinas Pendidikan Menengah Kota Administrasi Jakarta Barat Alex Usman yang menjadi terdakwa dugaan tindak pidana korupsi pengadaan 25 UPS (uninterruptible power supply atau suplai daya bebas gangguan) untuk 25 sekolah SMA/SMKN pada Suku Dinas Pendidikan Menengah Kota Administrasi Jakarta Barat pada APBD-P 2014 yang merugikan keuangan negara sebesar Rp81,433 miliar.

Menurut Ahok, dalam KUA-PPAS 2014 setidaknya ada lima butir penganggaran demi peningkatan pencapaian Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2013-2017 yaitu (1) pengamanan transportasi untuk penambahan anggaran peninggian jalan, (2) antisipasi banjir, rob dan genangan, (3) anggaran untuk lingkungan hidup, (4) soal pelayanan publik dan (5) peningkatan kesehatan masyarakat.

"Jadi kalau tidak ada di sini (KUA-PPAS), tidak boleh keluar dianggarkan. Selanjutnya kami sebagai kepala daerah menunjuk Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) yang bekerja bersama dengan dewan untuk menentukan anggaran berdasarkan KUA-PPAS, tidak boleh rencana kerja anggaran keluar dari KUA-PPAS, kalau keluar artinya penyimpangan, TAPD tidak akan berani," ungkap Ahok.

Proses penganggaran APBD-P dimulai 23 Juni 2014 dengan Ahok yang saat itu menjabat sebagai Plt Gubernur DKI Jakarta menandatangani surat pengantar perubahan KUA-PPAS yang diserahkan ke DPRD. Selanjutnya pada 14 Juli 2014 ia membuat nota kesepahaman (MoU) dengan DPRD tentang kebijakan umum perubahan APBD 2014. Kemudian pada 18 Juli Ahok menghadiri pidato penyampaian Rancangan Peraturan Daerah (Raperda). Dari sana TPAD membahas dengan fraksi-fraksi di DPRD dalam rapat paripurna hingga pada November 2014 saat Ahok sudah resmi menjadi Gubernur DKI Jakarta menggantikan Joko Widodo, ia menandatangani Peraturan Gubernur DKI Jakarta mengenai APBD 2014 dan dikirim ke Kementerian Dalam Negeri, baru setlah dari Kemendagri dikirimkan lagi ke Pemprov.

"Dalam MoU disebutkan pengeolaan kegiatan baru yang bersifat mendesak dan tidak bisa ditunda hingga 2015, " jelas Ahok.

"Apakah badan anggaran bisa juga bisa memasukkan anggaran ke APBD-P?" tanya ketua majelis hakim Sutardjo.

"Prinsipnya harus mengacu pada KUA-PPAS, kalau (kegiatan) itu tidak ada maka tidak bisa, eksektif juga tidak bisa memasukkan," tambah Ahok.

Dalam perkara ini, Bareskrim Polri juga sudah menetapkan anggota Komisi E DPRD 2009-2014 dari fraksi Partai Hanura Fahmri Zulfikar Hasibuan dan Ketua Komisi E DPRD dari fraksi Partai Demokrat 2009-2014 HM Firmansyah sebagai tersangka.

Berdasarkan dakwaan Alex, Alex pernah melakukan beberapa kali pertemuan dengan Fahmi yang bekerja sama dengan Firmansyah agar 25 UPS dengan harga per unit sebesar Rp6 miliar dapat masuk ke APBD-P 2014 dengan imbalan 7 persen dari pagu anggaran Rp300 miliar padahal pengadaan UPS untuk sekolah-sekolah menengah di lingkungan Sudin Dikmen Jakarta Barat tidak direncanakan sesuai kebutuhan riil sekolah karena yang dibutuhkan adalah perbaikan jaringan listrik dan penambahan daya listrik.

Atas perbuatan tersebut, Alex didakwa berdasarkan pasal 2 ayat (1) UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pembarantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dengan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun denda paling banyak Rp1 miliar.

Sidang juga dihadiri oleh Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta dari fraksi PPP Abraham Lunggana alias Lulung yang juga pernah menjadi anggota Komisi E pada 2014. Lulung juga sudah memberikan kesaksian pada sidang 28 Januari 2016.(yn)

tag: #ahok  #korupsi-ups  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
IDUL FITRI 2024
advertisement
IDUL FITRI 2024 MOHAMAD HEKAL
advertisement
IDUL FITRI 2024 ABDUL WACHID
advertisement
IDUL FITRI 2024 AHMAD NAJIB
advertisement
IDUL FITRI 2024 ADIES KADIR
advertisement
Jakarta Lainnya
Jakarta

Mahasiswa Kecewa dengan Sikap KPK: Ancam Akan Lapor ke Jokowi

Oleh Sahlan Ake
pada hari Rabu, 10 Agu 2022
JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Menggugat kembali melakukan aksi di depan Kantor Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bappenas). Massa aksi ...
Jakarta

Muncul Nama Heru Budi Hartono Pengganti Anies Baswedan, Siapa Dia?

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN)- Masa jabatan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan akan habis masa jabatan pada 16 Oktober 2022. Mengingat Pilkada baru digelar 2024, posisi Anies akan diisi oleh penjabat ...