Opini
Oleh Fadh Ahmad Arifan (Alumni Pascasarjana UIN Malang, Pernah meneliti tentang ide Partai terbuka PKS) pada hari Jumat, 08 Apr 2016 - 17:22:08 WIB
Bagikan Berita ini :

Mereka yang Tersingkir dari PKS

57ipan.jpg
Fadh Ahmad Arifan (Alumni Pascasarjana UIN Malang, Pernah meneliti tentang ide Partai terbuka PKS) (Sumber foto : )

Awal bulan April 2016, internal Partai keadilan sejahtera (PKS) kembali bergejolak. Penyebab utamanya adalah pemberhentian Politikus Fahri hamzah dari jabatan wakil DPR RI dan keanggotaan Partai. Bapak John biloman, non Muslim asal NTT yang menjadi simpatisan PKS turut mencurahkan isi hatinya melalui akun facebooknya, “Aku turut prihatin dengan dipecatnya FH, tapi aku masih percaya sama PKS.

Yang aku sesalkan saat ini debat kusir sesama pendukung PKS, sudah nggak sehat lagi, yang diuntungkan saat ini adalah para pembenci PKS, mereka tepuk tangan kegirangan dan boleh jadi mereka ikut mengomporin, manas-manasin biar terus bertengkar antar pendukung. Wahai pendukung PKS sadarkah kalian, semoga Tuhan membuka mata hati kalian”

Di Media sosial, peristiwa pemberhentian Fahri memunculkan fanpage “Kami Bersama Fahri Hamzah”, entahlah siapa yang membuat dan mengelola fanpage facebook ini. Dugaan saya, fanpage ini dibuat oleh mantan aktivis KAMMI yang mengidolakan sosok Fahri. Di fanpage ini ada status yang mengulas pengunduran diri Taufik ridlo dari jabatan Sekjen PKS pada pertengahan Februari 2016.

Menurut pengelola fanpage ini, Taufik dipaksa menandatangani "sebuah dokumen penting" yang kelak menjadi dasar dipaksakannya pemecatan terhadap Fahri Hamzah. Pertanyaannya, mengapa setelah Anis matta tidak lagi menjabat sebagai presiden PKS, baik Taufik maupun Fahri mengalami nasib tragis? Apakah ini merupakan program bersih-bersih pucuk pimpinan partai dari Faksi Sejahtera? Faksi yang selama ini dikenal mendukung terhadap kebijakan “Partai terbuka”.

Fahri tengah menggunggat Presiden PKS Dr. Mohammad Sohibul iman ke PN Jakarta selatan. Bila gugatannya kandas, Fahri bisa mengikuti jejak Misbakhun atau pulang kampung ke NTB. Entah disana membuka lembaran baru sebagai kepala daerah atau bisa juga mendirikan Pesantren modern seperti yang dilakukan Prof Din Syamsuddin.

Posisi Fahri di DPR selanjutnya digantikan oleh Leida hanifa Amaliah. Leida semasa dibawah kepemimpinan Anis matta pernah bersuara tentang Partainya yang diindentikkan dengan partai yang Pro kepada poligami. Kata beliau, bukan hanya PKS saja yang permisif dengan poligami, kader partai lain pun juga mempraktikkan poligami tersebut. Leida mengatakan,“PKS masih mau terbuka ke publik soal masalah itu, sementara partai lain tidak membukanya” (Rakyat merdeka online, 27/1/2014).

Dalam catatan saya, kader/anggota PKS yang tersingkir dari “kapal dakwah” bukan hanya Fahri hamzah. Sebelumnya ada M. Misbakhun, Ust Yusuf Supendi, Ust Dr. Daud rasyid, Ust Mashadi dan Ust H. M. Syamlan Lc. Misbakhun kini menjadi anggota DPR RI dari partai Golkar. Misbakhun dulu menjadi bagian dari fraksi PKS. Ia adalah Caleg non Tarbiyah asal Pasuruan jawa Timur.

Saat menjadi anggota DPR periode 2009-2014 dari fraksi PKS, ia dan Fahri termasuk yang amat lantang mengkritisi skandal bank Century. Karena suara kritisnya itu, Misbakhun tiba tiba terjerat kasus pemalsuan dokumen PT Selalang Prima International miliknya. Tahun 2011, Misbakhun terkena PAW (pergantian antar waktu) dan posisinya digantikan oleh Muhammad Firdaus. Tahun 2012, pasca menang PK di Mahkamah agung dan dibebaskan dari semua dakwaan, posisinya di DPR RI tidak bisa ia raih lagi. Akhirnya Misbakhun pindah haluan ke Partai Golkar.

Setelah tidak berada di PKS, Yusuf Supendi kini menjadi bagian dari partai Hanura. "Jadi mau dia masuk Hanura atau partai mana pun, terserah saja. Bagi kami, dia sudah tidak punya ikatan apa pun dengan PKS," kata H. Refrizal (Sindonews, 15/3/2013). Ust Yusuf supendi mengkritisi penyimpangan elit PKS mulai dari soal poligami ilegal, pemberhentian paksa Dr. Hidayat Nurwahid sebagai presiden PKS, hingga penggelapan dana partai. Akhirnya beliau didepak dari PKS dengan alasan yang tidak jelas.

Sedangkan para kader senior seperti Ust Mashadi dan kawan-kawan juga mengalami hal yang sama. Bermula dari keberanian beliau-beliau itu menasehati Hilmi Aminuddin pasca Mukernas di Bali yang sempat menimbulkan gejolak internal. Para kader senior tersebut menyampaikan beberapa pokok permasalahan dalam Jama’ah: Masalah Kesalahan dalam penerapan manhaj tarbiyah, Ketidak-konsistenan (ketika ditanya) dalam beberapa isu diantaranya: ketika plin-plan dalam kebijakan soal isu “terbuka” pasca Mukernas Bali 2008, Pelanggaran-pelanggaran/pencederaan terhadap syuro dan merosotnya kepercayaan masyarakat kepada PKS (Surat untuk ustadz Hilmi Aminuddin, 2011).

Terakhir adalah Ust H.M. Syamlan yang kabar pemberhentiannya pernah menjadi topik perbincangan di Grup facebook “IHIMA”. Rata-rata kader non struktural maupun simpatisan tidak ada yang mengetahui penyebab pasti mengapa beliau tidak aktif lagi di PKS. Akan tetapi informan saya di Bengkulu yang pernah menanyakan langsung kepada beliau mengatakan bahwa diberhentikannya Ust Syamlan karena beliau tidak punya dana 5 Miliar rupiah untuk disetorkan ke DPP PKS saat minta dukungan untuk maju Cagub Bengkulu. Beliau kabarnya hanya punya dana 1 Miliar rupiah. “Dalam perjalanannya DPP sudah deal 7,5 Miliar dengan seorang perwira polisi yang minta dukungan DPP PKS. Lalu muncul perintah harus jadi Cawagub polisi tersebut dan beliau menolak. Akhirnya dipecat dah” kata informan tadi.

Masalah pemberhentian kader ini jika ditinjau dari fungsi parpol sebagai sarana pengatur konflik, sangat tidak baik bagi masa depan partai. Kader yang didepak tadi akan membuat kekuatan partai berkurang. Ini terbukti dari menurunnya perolehan kursi PKS pada pileg 2014. Begitu pula dampak pasca Fahri tersingkir dari PKS. Tak menutup kemungkinan perolehan suara PKS di provinsi NTB akan menurun pada pileg 2019.

Saya menduga pola pemahaman politik yang kental dengan nuansa taklid, tsiqoh dan sami’na watokna kepada qiyadah/pimpinan itulah yang membuat kader PKS yang kritis tidak mendapat tempat yang layak. Untungnya, kader yang tersisih diatas masih aktif berdakwah dan beraktivitas seperti biasanya. Ada yang tetap di dunia politik, mendirikan website islam, menjadi narasumber pengajian/tabligh akbar dan ada juga yang fokus mengajar di Mahad maupun Sekolah islam terpadu. Wallahu’allam.

Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.

tag: #  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
IDUL FITRI 2024
advertisement
IDUL FITRI 2024 MOHAMAD HEKAL
advertisement
IDUL FITRI 2024 ABDUL WACHID
advertisement
IDUL FITRI 2024 AHMAD NAJIB
advertisement
IDUL FITRI 2024 ADIES KADIR
advertisement
Opini Lainnya
Opini

Ahlan Wa Sahlan Prabowo Sang Rajawali!

Oleh Syahganda Nainggolan
pada hari Rabu, 24 Apr 2024
JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Mahkamah Konstitusi sudah memutuskan Prabowo Subianto sah sebagai Presiden RI ke delapan. Itu adalah takdir Prabowo yang biasa dipanggil 08 oleh koleganya. Keputusan MK ...
Opini

Jalan Itu Tidaklah Sunyi

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --"Jika Mamah jadi penguasa apakah Mamah akan menjadikan anak Mamah pejabat saat Mama berkuasa?" Itu pertanyaan anakku malam ini. Aku mendengarkan anakku ini. ...