JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) - Sekretaris Komisi A DPRD DKI Jakarta, Syarif menyebut Gubernur DKI, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) terlalu berlebihan alias lebay dalam menanggapi sistem Qlue yang tengah dipersoalkan para RT dan RW di Ibu Kota.
"Ini masalahnya apa, Ahok komentarnya justru muter kemana-mana. Tulis yang gede, kalau Ahok itu narsis dan lebay," kata Syarif saat ditemui TeropongSenayan, di Gedung DPRD DKI Jakarta, Jumat (27/5/2016).
Syarif juga menilai, reaksi Ahok tersebut bisa melukai perasaan seluruh pengurus RT dan RW se-DKI Jakarta. Menurutnya, Ahok gagal paham dalam menanggapi protes atau aspirasi yang disampaikan para pengurus RT dan RW.
"Ahok melukai perasaan pengurus RT dan RW se-DKI. Yang diinginkan oleh mereka itu bukan boikot, atau yang dimaknai oleh Ahok itu ‘Dia tidak milih saya (Ahok)’. Jadi, itu hanya dinamika saja dalam dialog kemudian timbul emosi," katanya.
"Enggak ada itu boikot, mereka cuma mau mundur dari pengurus RT dan RW jika SK Gubernur tersebut (Qlue) tidak dicabut."
Menurut Syarif, pengurus RT dan RW tersebut bukan sama sekali bermaksud untuk memboikot Pilkada 2017.
"Yang betul itu, mereka (RT/RW) mengancam mundur dari pengurus RT/RW, dia mengumpulkan stempel. Jadi, Ahok itu narsis aja. Siapa juga yang mau pilih dia?" cibir Syarif.
Mestinya, menurut politisi Gerindra ini, Ahok hanya perlu mendengarkan aspirasi RT/RW perihal kewajiban mereka melaporkan lewat Qlue minimal tiga kali per hari.
"Kan masih banyak opsi lain, jangan memaksakan kebijakan gitu dong. Kalau ingin meminta RT/RW bekerja (menyuplai informasi) tidak harus dengan Qlue," jelas dia.
“Yang perlu dipikirkan oleh gubernur itu, cari pengganti instrumennya. Kreatif dikitlah. Itu sudah ditolak, tapi ngotot. Kalau begitu bukan pemimpin namanya."
"Jadi, Ahok jangan menganggap Qlue sesuatu yang mutlak dan benar."
Diketahui, di Ibu Kota Jakarta, terdapat lebih dari 33.000 RT/RW. Apabila mereka wajib melaporkan persoalan lingkungan tiga kali per hari, maka setiap hari tercatat ada 99.000 laporan.
"Bicara soal informasi, Ahok sebaiknya mengutamakan kualitas ketimbang kuantitas. Ahok juga harus bisa membedakan mana instrumen dan tujuan," terang Syarif.
Dijelaskan Syarif, pasca-pertemuan dengan RT/RW, Komisi A DPRD DKI sepakat untuk merekomendasikan Ahok mencabut SK Gubernur Nomor 903 Tahun 2016 serta menunda pemberlakuan Pergub Nomor 1 Tahun 2016.
Sebelumnya, sejumlah pengurus RT dan RW melakukan dialog dengan Komisi A DPRD DKI. Mereka mengeluhkan penggunaan aplikasi Qlue sebagai perangkat pelaporan kinerja. Para pengurus RT/RW ini mengaku keberatan dengan kewajiban melapor tiga kali sehari melalui Qlue. Selain itu, mekanisme pembayaran Rp10 ribu per pelaporan juga membuat mereka merasa terhina.
Para pengurus RT dan RW yang menyambangi DPRD, datang dari berbagai kelurahan seperti Kelurahan Kebon Melati, Kebon Baru, Tambora, Kapuk Muara, Penjagalan, Cipinang Besar Utara, dan Bintaro. (iy)