JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) - Kepesertaan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (BPJSTK) baru mencapai 40 persen. Hal itu diungkapkan Kepala Divisi Komunikasi BPJSTK Abdul Latief.
Capaian tersebut, menurut Latief, lantaran negara dianggap terlambat membangun sisten jaminan sosial, padahal konstitusi sudah mengamanatkan sebelumnya.
"BPJS Tenaga Kerja untuk seluruh pekerjan punya cakupan sekitar 50 jutaan, formal dan informal. Posisi sekarang per Agustus baru 40 persen, jadi masih jauh dari target," ungkapnya dalam dialog publik bertema 'Potret Kinerja BPJS Ketenagakerjaan, Tinjauan Peta Jalan' di Jakarta, Kamis (15/9/2016).
Latief menambahkan bahwa BPJSTK dalam melaksanakan kinerjanya masih menghadapi kendala secara kelembagaan dan program.
"Kita masih menghadapi kendala seperti penegakan hukum dan regulasi. Padahal di dalam UU BPJS telah disediakan sanksinya dan penegakan hukumnya. Seharusnya mudah diimplementasikan," terang dia.
Dalam forum yang sama, perwakilan dari Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) Yusuf menyatakan, roadmap BPJSTK sebenarnya sudah jelas, yaknni di tahun 2019 ditargetkan semua tenaga kerja sudah bergabung menjadi peserta BPJSTK. Namun, menurutnya target itu tidak mudah.
"Kondisi perekonomian sekarang, harus diperhatikan, karena kondisi ekonomi yang memburuk akan berpengaruh pada kemampuan serikat pekerja yang merupakan penyumbang dana terbesar BPJSTK," katanya.
Jadi, kata Yusuf, target itu bisa tak tercapai jika kondisi ekonomi mengalami kemunduran.
"Selain itu, pemahaman masyarakat masih terbatas, terkait pentingnya BPJSTK yang juga mengurangi tingkat partisipasi," jelas dia.
Sedangkan Hery Susanto dari Masyarakat Peduli BPJS berpandangan, sekarang ini masyarakat mengalami krisis kepercayaan, karena itu BPJSTK memerlukan mitra dari masyarakat yang bisa menarik partisipasi seluruh tenaga kerja.
Menurut dia, masih stagnannya laju jumlah kepesertaan BPJSTK juga disebabkan kepemimpinan yang masih merasa memimpin di korporasi, bukan lagi badan hukum publik.
"Kondisi semacam itu membuat eksklusif dan terpisah dari masyarakat, seakan terperangkap dalam istilah dari BPJS, oleh BPJS, untuk BPJS," katanya.
Seharusnya, saran dia, direksi dan dewan pengawas BPJSTK harus satu visi menyatakan bahwa rakyat sebagai pemegang saham.
Hery menambahkan, target sulit tercapai jika tidak melibatkan masyarakat, apalagi hanya mengandalkan karyawannya yang jumlahnya 4.000-an.
"Manajemen BPJSTK harus membaur di tengah masyarakat baik itu pekerja formal dan informal, karena mereka adalah pemegang saham. Jadi lebih baik dana iklan di televisi dialihkan untuk pebangunan posko pendaftaran peserta di kampung-kampung," katanya.(yn)