JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) - Pengamat sosial politik dari Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Ubedilah Badrun mengaku kaget dengan lonjakan jumlah daftar pemilih tambahan (DPTb) di putaran pertama Pilgub DKI 2017 lalu.
Berdasarkan data dari KPU DKI, Pilkada DKI putaran pertama 15 Februari lalu, jumlah daftar pemilih tetap sebanyak 7.108.589 orang, dan DPTb sebanyak 57.763 orang.
"Setelah putaran pertama 15 Februari usai, saya dikejutkan dengan data jumlah DPTb pada putaran pertama Pilgub DKI Jakarta tersebut. Datanya cukup mencengangkan hingga mencapai 237.003 pemilih. Jumlah itu terdiri dari 109.238 pemilih laki-laki dan 127.765 pemilih perempuan," kata Ubedilah kepada TeropongSenayan di Jakarta, Senin (06/03/2017).
Ubedilah menegaskan, jumlah tersebut mengejutkan dirinya pasalnya kenaikannya menembus 300 persen lebih.
"Parahnya sampai saat ini data DPTb tersebut belum diketahui berapa pemilih yang menggunakan Suket (surat keterangan Dukcapil), dan berapa yang membawa Kartu Keluarga (KK) atau yang hanya membawa KTP? Faktanya model suket yang digunakan saat putaran pertama ternyata ada tujuh varian model suket (temuan bawaslu,2017)," tandas dia.
Menurutnya, DPTb yang mengalami kenaikan sangat drastis itu patut menjadi catatan kritis, karena ini terjadi di DKI Jakarta bukan di Papua.
"DKI Jakarta adalah ibu kota negara yang memiliki sumber daya birokrasi yang jauh lebih baik dibanding derah lain. Juga didukung akses fasilitas teknologi informasi yang jauh lebih mudah dibanding daerah lain. Jangkauan pendataan oleh struktur terendah RT (Rukun Tetangga) terhadap warganya juga jauh lebih mudah dibanding daerah lain. Dengan tiga hal itu seharusnya tidak terjadi DPTb yang mencapai 237.003 tersebut," ujar dia.
Menurutnya, jika setiap kali Pemilu problem data tersebut kerap terjadi di DKI Jakarta, maka patut dicurigai bahwa tidak ada keseriusan pemerintah untuk menyelesaikan persoalan tersebut.
"Sebab angka DPTb yang jumlahnya ratusan ribu tentu cukup signifikan untuk menentukan kemenangan pada kontestasi politik di DKI Jakarta," katanya.
Pada titik ini, ungkap dia, ada ruang kemungkinan data DPTb menjadi celah yang dipakai untuk melakukan kecurangan Pemilu.
"Ini problem paling berbahaya yang merusak kualitas pilkada DKI 2017. Fakta ini seharusnya menjadi perhatian sangat serius KPU DKI Jakarta untuk melakukan verifikasi dan validasi berlapis terkait data pemilih untuk putaran dua pilkada DKI 19 April mendatang," tukasnya.(yn)