Opini
Oleh Djoko Edhi Abdurrahman (Mantan Anggota Komisi Hukum DPR dan Wakil Sekretaris Lembaga Penyuluhan Bantuan Hukum Nahdlatul Ulama, PBNU) pada hari Kamis, 04 Mei 2017 - 06:25:22 WIB
Bagikan Berita ini :

Rezim Hoax

70SAVE_20160822_125409.jpg
Djoko Edhi Abdurrahman (Mantan Anggota Komisi Hukum DPR dan Wakil Sekretaris Lembaga Penyuluhan Bantuan Hukum Nahdlatul Ulama, PBNU) (Sumber foto : Ilustrasi oleh Kuat Santoso )

Istana dan Menkeu, Sri Mulyani, membantah bahwa ranking ekonomi Indonesia dalam pidato Presiden Jokowi adalah ranking ketiga dunia. Melainkan ranking ketiga G20.

Kasihan Mukidi. Kekurangan RAM (random access memory). Mestinya minimal 4 giga, adanya 1 giga. Terus terusan hang. Kalau mau berdusta, kira-kira dulu deh, yang kira-kira tak ketahuan. Malu-maluin bangsa Indonesia. Data ekonomi di-hoax-in yang di tiap pusat statistik dunia tercantum 24 jam.

Tampaknya, rezim Presiden Jokowi penganut mazhab yang dikemukakan Dr. Syahganda Nainggolan, "How to lie with statistic". Masalahnya, Presiden Clinton diimpeach bukan karena blowjob dengan Lewinsky, melainkan karena berdusta!

Ranking ketiga dunia itu sudah saya dengar dari Luhut Binsar Panjaitan (LBP) bulan puasa lalu ketika kami diundang ke kantor Menkopolhukam, kantor LBP.

Dengan gaya sedang menilpon Sri Mulyani di New York (markas Bank Dunia), dengan menyitir Sri, LBP lantas mengemukakan ranking itu ke forum. Kami senyum-senyum saja, karena kami tahu itu rang ngarang. Tapi sempat saya tanya ke LBP, mengapa pemerintah selalu berdusta?

Kami, Syahganda Nainggolan, Iksan Modjo, Sofiano, Connie Rahakundini, Taufikurrahman Ruki, dan Ferdinan Hutahaean diundang LBP, setelah kami mengkritik Tax Amnesty sebagai pengampunan para koruptor BLBI, mafia narkoba, judi, pengemplang pajak, dan penjahat tax heaven. Tak disebut ranking ketiga dari G20, melainkan dunia.

Tak kami persoalkan ranking itu, anggap saja LBP blufing sebagaimana biasanya.

Kali ini fatal karena dikemukakan Presiden Jokowi di fora internasional. Lalu disebut para ekonom data fake. Saya kutip pandangan ekonom Hongkong, dikutip ekonom Indonesia di sana, dan menjadi trending topic di Sosmed.

Judulnya: "Saat Jokowi Berkunjung ke Hong Kong"

Saya cukup terkejut membaca kolom bisnis di South China Morning Post (SCMP). Seorang pengamat ekonomi Jake Van Der Kamp menyoroti pernyataan Presiden Joko Widodo dalam kolom opini bisnisnya.

Pada edisi 1 Mei SCMP, Jake Van Der Kamp memberi judul opininya sangat menghentak. "Opinion : Sorry President Widodo, GDP Ranking are Economists' Equivalent of Fake News."

Si Jake mengutip ucapan Jokowi. "Indonesia's economic growth is the third in the world after India and China," said Indonesian President Joko Widodo.

Dengan nada yang menyeleneh, Jake menulis opininya dengan kalimat: Third in the world, is it? What world is that? Pernyataannya tersebut seakan balik bertanya dari mana angka pertumbuhan ekonomi Indonesia berada nomor ketiga dunia tersebut.

Selanjutnya Pak Jake menguraikan pendapatnya. Dia menjelaskan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia yang berada di kisaran 5,02 persen itu hanya berada di urutan ke-13. Urutan tersebut pun bukan dunia tetapi di kawasan Asia.

Om Jake pun menjelaskan siapa saja negara yang masuk 12 besar dalam pertumbuhan ekonomi Asia tersebut. Dia menulis India 7,5 persen, Laos 7,4 persen , Myanmar 7,3 persen, Kamboja 7,2 persen, Bangladesh 7,1 persen, Filipina 6,2 persen, China 6,7 persen, Palau 5,5 persen, dan Timor Leste 5,5 persen.

Setelah baca opini tersebut saya dibuat semakin heran. Apalagi Pak Jake mengatakan pernyataan yang bikin penasaran. "Don't let the facts get in way of good story."

Opini tersebut jelas menampar saya sebagai orang Indonesia. Apalagi pernyataan Jokowi dituduh 'mengarang cerita soal pertumbuhan ekonomi Indonesia yang hebat'. Saya yakin Pak Jokowi hanya mendapat data dan informasi dari para pembantunya dalam hal ini para menteri terkait.

Siapa yang memberi data yang 'debatable' disajikan di forum internasional saat Jokowi kunjungan ke Hong Kong. Para menteri terkait harus menjelaskan dan bertanggung atas data yang dibantah pengamat ekonomi internasional. Jangan sampai Jokowi dipermalukan dengan data tak akurat di depan mata internasional.

Segera copot para hoaxer itu Mister President!(*)

Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.

tag: #  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
Leap Telkom Digital
advertisement
thejoint
advertisement
HUT R1 2025 AHMAD NAJIB
advertisement
HUT RI 2025 M HEKAL
advertisement
We Stand For Palestinian
advertisement
HUT RI 2025 SOKSI
advertisement
Opini Lainnya
Opini

Bangkit, atau Tenggelam: Indonesia Butuh Kepemimpinan yang Kuat

Oleh Ariady Achmad Founder teropongsenayan.com
pada hari Selasa, 23 Sep 2025
TEROPONGSENAYAN.COM - Bangsa Indonesia hari ini berada di persimpangan sejarah. Tantangan global dan domestik datang silih berganti: krisis ekonomi, perpecahan sosial, degradasi budaya, hingga krisis ...
Opini

Kemiskinan Turun Menurut BPS, Tapi Apakah Angka Itu Realitas?

Tingkat kemiskinan nasional Indonesia per Maret 2025 tercatat 8,47% atau sekitar 23,85 juta orang. Angka ini dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) dan menunjukkan penurunan dibanding periode ...