Opini
Oleh Djoko Edhi Si Abdurrahman (Mantan Anggota Komisi Hukum DPR-RI) pada hari Selasa, 26 Sep 2017 - 16:24:41 WIB
Bagikan Berita ini :

Untuk Siapa Senjata Itu?

50SAVE_20160822_125409.jpg
Kolom bersama Djoko Edhi S Abdurrahman (Mantan Anggota Komisi Hukum DPR RI) (Sumber foto : Ilustrasi oleh Kuat Santoso )

Canggih LBHI. Jadi agen. Dua minggu, TOR seminar itu sudah diedar di sosmed. Menarik. Seperti gula dan semut. Lalu, mendekati eventnya, muncul Beathor yang minta Tap MPRS nomor 25 dicabut. Tensi langsung naik ke titik nadir. Dua pihak yang berseteru Kivlan vs anak-anak PKI diundang ke seminar.

Dalam TOR disebut pelurusan sejarah. Subtansinya, Soeharto berdosa. PKI korban. Alamatnya adalah TNI AD, mereka masuk menjadi pihak yang memanggul dosa genocida PKI. Melawan TNI, GN perintahkan Nobar filmnya Arifin C Noor Gestapo PKI.

GN lalu membuka rencana impor senjata berat oleh BIN, dilaporkan ke presiden. Kayak kisah Angkatan ke V dan detik-detik isu Dewan Jenderal dan serangan Cakrabirawa. Menurut saya, kejauhan dari issu pilpres. Itu issu gerakan pisik yang sangat dekat dengan peristiwa yang sedang bergulir. Rivalitas TNI vs Polri.

Wiranto muncul, lebih mengeruhkan. Katanya senjata itu buat BIN dan jumlahnya cuma 500. Kata Buwas untuk BNN. Kata Tito untuk Polantas. Artinya, mereka pun tak begitu jelas untuk siapa senjata itu. Saling menutupi, hasilnya saling membuka. Kata Tito sudah izin DPR, dan menggunakan dana APBN. Tambah tak jelas.

Sewaktu Kapolri Dai Bachtiar beli senjata, 2003, Komisi III diberitahu. Saya anggota Komisi III 2004. Dananya dari kredit ekspor. Komisi III rame. Di antara yang dibeli ada senjata serbu yang tidak boleh dipakai Polri. Dan, senjata itu akhirnya tak bisa digunakan karena melengkung jika ditembakkan beruntun. Ujungnya melengkung. Habis, belinya di home industri di Guangdong.

Jadi kalau beli senjata, tak mungkin anggota komisi III tak tahu. Bahkan alat sadap KPK yang tak menggunakan Keppres No 80 tentang pengadaan, minta izin ke Komisi III karena spek barang harus dirahasiakan.

Pengadaan senjata, di negara maju pun diawasi ketat. Di Amerika, wajib beroleh izin dari Kongress. Ada dua skandal soal izin senjata di Amerika. Yang pertama disebut Watergate yang memundurkan Presiden Nixon. Yang kedua skandal Contra yang melibatkan Goerge Bush. Ia selamat setelah mengorbankan seorang kolonelnya. Masih ingat?

Ha ha ha makin keruh saja. Kata Buwas impor dari tiga negara. Senjata berat pula. Apa ada marketer narkoba pakai senjata berat Pak Jenderal? Setahu saya restik yang ditembak mafia narkoba belum satu pun yang tewas, dengan senjata berat. Tak biasa berdusta, Buwas ketahuan bohongnya. Tak tahunya dari Pindad 517 pucuk laras panjang, kata Bayu Fiantori, Sekretaris Pindad kepada Kompas.

Situasinya kian berbahaya. Tiap kelompok bersenjata boleh memasok senjata tanpa diketahui untuk apa. Tak ada kontrol. Ini mirip tahun 1970an, sempalan-sempalan ABRI memiliki senjata masing-masing. Lebih 10 tahun Soeharto untuk membersihkannya.(*)

Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.

tag: #  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
Leap Telkom Digital
advertisement
thejoint
advertisement
We Stand For Palestinian
advertisement
DD MEMULIAKAN ANAK YATIM
advertisement
Opini Lainnya
Opini

Terima Kasih Mr. Trump

Oleh Fuad Bawazier Menteri Keuangan Era Orde Baru
pada hari Selasa, 29 Apr 2025
Saya senang dan setuju dengan apa yang di katakan oleh Mr. Wong PM Singapore yang notabene sudah pernah saya tuliskan berkali kali dan terakhirnya dengan dua tulisan pendek saya yang di muat puluhan ...
Opini

Dari Soeharto ke Gibran: Terpilih Secara Konstitusional Bukan Imunitas

Jakarta, TEROPONGSENAYAN.COM - Pada 11 Maret 1998, Soeharto kembali dilantik sebagai Presiden Republik Indonesia setelah Pemilu yang memenangkan Golkar secara mutlak. Di atas kertas, keabsahan ...