Opini
Oleh Faizal Assegaf (Ketua Progres 98) pada hari Sabtu, 06 Jan 2018 - 17:11:24 WIB
Bagikan Berita ini :

Rasain, Ketum Golkar Pilihan Istana Khianati Jokowi dan PDIP

21IMG-20180105-WA0083.jpg
Faizal Assegaf (Ketua Progres 98) (Sumber foto : Istimewa )

Pelan dan lembut, Ketua Umum Golkar Airlangga Hartarto akhirnya memilih berseberangan dengan kepentingan politik Jokowi dan PDIP di Pilkada 2018.

Airlanggi yang naik pamor, menduduki kursi panas Golkar atas restu Istana, ternyata berbelok dan menyusun kekuatan. Langkah politik itu dinilai licik dan menusuk dari belakang.

Sebagai Ketum Golkar dan sekaligus anggota kabinet Jokowi, Airlangga bertindak nekat mendukung Letjen Edy Rahmayadi di Pilgub Sumatera Utara.

Keputusan mendadak itu membuat Jokowi dan PDIP kian terpuruk dan galau menghadapi Edy yang didukung oleh partai oposisi (PAN, Gerindra dan PKS).

Lantas untuk apa Istana bersusah payah menjadikan Airlangga sebagai Ketum Golkar, bila hasilnya berujung pengkhianatan? Deal politik yang telah dibangun menjadi sia-sia.

Sah saja di arena Pilkada, koalisi lintas partai berlangsung dinamis dan bebas untuk mengusung figur manapun. Tidak ada aturan dan kesepakatan politik yang membatasi.

Tetapi, secara etika dan kepentingan konsolidasi jelang Pilpres 2019, sikap Golkar menyebrang ke kubu oposisi untuk mengusung Edy Rahmayadi adalah fatal.

Dari sisi kalkulasi politik, tindakan Golkar jelas berakibat merugikan Jokowi dan PDIP. Sebab bila Edy meraih kemenangan, sudah pasti memberi energi politik bagi kubu oposisi (PAN, PKS dan Gerindra).

Hal serupa juga terjadi di Pilkada Maluku, dimana Golkar memilih mengusung petahana untuk berhadapan dengan figur yang didukung oleh PDIP.

Sikap Golkar yang kontra dengan kepentingan Jokowi dan PDIP dapat ditafsikan sebagai bentuk perlawanan. Airlangga tampaknya, dengan jeli memanfaatkan situasi itu sebagai pemanasan untuk lepas dari ikatan koalisi.

Terlebih Airlangga menyadari bahwa Jokowi tidak akan memungutnya sebagai cawapres. Maka kini saat yang tepat untuk pelan-pelan mundur dari koalisi.

Pengkhianatan itu sudah terbaca oleh Jokowi dan PDIP. Munculnya ancaman mencopot Airlangga dari kabinet memberi sinyal bahwa Istana mulai meragukan komitmen Airlangga dan Golkar.

Apalagi rekam jejak Golkar terkenal sangat lihai dalam memerebut pelung kekuasaan. Untuk sementara berpura-pura mesra dengan Jokowi, namun di balik layar mengatur strategis, melakukan pembusukan.

Lihat saja nanti, bila PDIP mengalami kekalahan telak di sejumlah daerah strategis, termasuk Pilgub Sumut, maka sangat membuat Jokowi dan PDIP terjepit. Agenda konsolidasi nasional mereka jadi kacau-balau.

Hal itu sesungguhnya yang diinginkan oleh Golkar, apalagi jarak waktu Pilgub dengan Pilpres sangat dekat. Tentu mudah untuk kabur dari kontrol kekuasaan Jokowi.

Sekali lagi, elite Golkar emang mirip belut yang licin, membuat Jokowi telah terjebak dan tertipu. Lakon dan politik mereka tidak bisa ditebak, namanya juga politik licik.

Kecuali bila Jokowi dan PDIP sudah mengantongi ihwal dugaan skandal penggelapan pajak perusahan milik Airlangga. Maka Golkar yang berwatak belut terpaksa tetap memilih jinak dan manut pada Istana.

Pertunjukan politik tipu-tipu dan saling menyandera di perhelatan Pilkada 2018, tak ubahnya panggung komedi politik. Demi lezatnya kekuasaan, rela berakrobat dihadapan rakyat. Memalukan!(*)

Penulis adalah Faizal Assegaf, Ketua Progres 98

TeropongKita adalah media warga. Setiap opini/berita di TeropongKita menjadi tanggung jawab Penulis.

Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.

tag: #  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
Leap Telkom Digital
advertisement
PEMPEK GOLDY
advertisement
KURBAN TS -DD 2025
advertisement
We Stand For Palestinian
advertisement
DD MEMULIAKAN ANAK YATIM
advertisement
Opini Lainnya
Opini

Rasionalitas Warga Waras

Oleh Beathor Suryadi
pada hari Jumat, 06 Jun 2025
Seorang tokoh nasional mengaku memiliki ijazah sarjana yang terbit pada 1985. Namun, skripsinya baru dibuat pada 2018. Dugaan pemalsuan itu semula luput dari perhatian publik. Ijazah cukup ...
Opini

MENDENGAR OBAMA YANG MENDUKUNG HARVARD UNIVERSITY, MELAWAN DONALD TRUMP

Barack Obama bukan hanya mantan Presiden Amerika Serikat. Ia juga alumni Fakultas Hukum Universitas Harvard. Ketika saya membaca pernyataan publik Obama yang membela kebebasan akademik dan ...