JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --DPR RI mengundang pemerintah untuk melakukan rapat konsultasi dalam hal ini Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Menteri Hukum dan HAM (Menkumham), Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Bawaslu.
Ketua DPR RI Bambang Soesatyo mengatakan rapat konsultasi itu untuk membahas Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU)Nomor 20 tahun 2018 tentang larangan mantan narapidana korupsi nyaleg, yang telah diundangkan oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham).
"Hari ini memang sudah diagendakan pertemuan komisi II, Bawaslu, pimpinan KPU, Mendagri dan Menkumham. Intinya adalah kita ingin penjelasan mengenai PKPU itu, yang sudah diundangkan oleh Menkumham dalam lembaran negara karena ada beberapa pasal saya lihat masih confuse antara integritas pimimpinan parpol dengan tidak menyertakan pasal berikutnya orang-orang yang pernah menjadi terpidana korupsi kejahatan anak, narkoba," kata Bambang Soesatyo di komplek parlemen, Jakarta, Kamis (5/7/2018).
Politisi Partai Golkar itu menilai larangan mantan napi korupsi nyaleg menjadi preseden buruk bagi perjalanan demokrasi kedepan. Sebab, akan berdampak pada DPR RI sebagai lembaga negara.
Menurutnya, dalam UUD 1945 hak dasar adalah memilih dan dipilih sehingga PKPU tersebut berpotensi melanggar konstitusi.
"Catatan yang akan kita konsultasikan karena bagi DPR ini adalah menjadi preseden buruk bagi perjalanan bangsa ini ke depan. Bayangkan nanti semua lembaga termasuk DPR bikin aturan sendiri diluar ketentuan UU yang ada di atasnya. lalu kemudian mendesak dan menekan Kumham untuk mengundangkan jadi repot semua kan yah," kata pria yang sering disapa Bamsoet itu.
Sebelumnya, PKPU resmi diundangkan pada 2 Juli 2018. PKPU tersebut mengatur Pencalonan Anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota dalam Pemilu 2019. Ketentuan larangan mantan napi kasus korupsi mencalonkan diri menjadi anggota legislatif otomatis diterapkan.
Pelarangan tertera pada Pasal 4 ayat 3 yang berbunyi, 'Dalam seleksi bakal calon secara demokratis dan terbuka sebagaimana dimaksud pada ayat 2 tidak menyertakan mantan terpidana narkoba, kejahatan seksual terhadap anak dan korupsi'. (Alf)