JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Memasuki tahun politik 2019, KPK dan masyarakat diminta bersama-sama mengawal kinerjaBadan Usaha Milik Negera (BUMN).
Sebab, perysahaan pelat merah itu rawan dimanfaatkan oleh oknum partai politik untuk melanggengkan kuasa politik dan ekonomi.
“Saya mengingatkan, sebentar lagi adalah masa pemilu dan bulan ini akan dilakukan RUPS sejumlah BUMN yang berujung pada pergantian direksi dan komisaris BUMN. Artinya, akan ada upaya menggunakan BUMN untuk mencari dana politik mengikuti pemilu,” kata Pengajar Fakultas Hukum Universita Katolik Parahyangan, Liona Nanang Supriatna, Selasa (6/11/2018).
Hal senada juga dikatakan Profesor Jeffry Winters, pengamat politik dari Northwestern University, tentang langkah gugatan hukum terhadap UU BUMN maupun Peraturan Pemerintah tentang holding BUMN Pertambangan merupakan tindakan yang benar dalam kerangka demokrasi di Indonesia.
“Menggunakan cara benar belum tentu menghasilkan hal yang baik, namun paling tidak dilakukan dengan cara yang benar dalam sistem demokratis. Upaya menggugat regulasi adalah upaya benar dalam demokrasi, membuat banyak pihak tetap menyadari adanya persoalan pada institusi yang seharusnya memperjuangkan kesejahteraan rakyat,” paparnya.
Sementara itu, Agus Pambagio menuturkan upaya gugatan terhadap pengelolaan BUMN tidak sekali saja dilakukan, sebelumnya pihaknya juga pernah melakukan gugatan PP 72 yang berujung pada kekalahan.
Meski demikian semangat gugatan tersebut tetap ada pada gugatan terhadap PP 47 tentang holding BUMN Pertambangan.
“Dasar kami menggugat adalah status sejumlah BUMN yang sebelumnya berdiri sendiri kemudian karena adanya holding dipaksa menjadi anak perusahaan yang membuat pengawasan eksternal (DPR) termasuk sulitnya pemeriksaan KPK dan BPK. Ini beresiko penyalahgunaan BUMN,” ujarnya seperti dikutip industycoid.
Dia juga mengingatkan adanya peluang masalah di masa mendatang akibat seluruh BUMN Karya yang dipaksa membangun infrastruktur dalam waktu singkat. Tuntutan cepat membangun membuat BUMN Karya berhutang yang pada suatu saat harus membayar hutan beserta bunganya. (Alf)