Opini
Oleh Dr. Syahganda Nainggolan, MT [Direktur Sabang Merauke Ciecle (SMC)] pada hari Senin, 06 Mei 2019 - 14:53:48 WIB
Bagikan Berita ini :

Marhaban Ya Ramadhan

tscom_news_photo_1557129342.jpg
Ilustrasi (Sumber foto : Twitter Jokowi)

Hari ini, pagi tadi, saya menyusuri jalan lenteng agung, ring-road Simatupang,Kemang dan Brawijaya, antar anak ke rumah kawannya,sepi. Jalan lenggang. Hari pertama bulan suci Ramadhan.

Seperti kata Jokowi dalam tweeter nya, pilihan masyarakat Muslim H-1 Ramadhan mereka Ziarah atau Silaturahim ke keluarga besar atau belanja kebutuhan pokok. Atau tentu bisa kombinasinya. Wajar setengah penduduk Jakarta masih di luar kota. Atau mungkin penduduk Botabek belum masuk ke Jakarta. Jakarta sepi.

Tiga pilihan yang disebutkan Jokowi memang sudah menjadi tradisi rakyat kita. Bagi yang tidak masuk dalam tradisi ini membutuhkan penjelasan, kenapa kita tidak ziarah?Kenapa tidak Silaturahim ke keluarga besar bermaaf maafan?Kenapa tidak belanja persiapan Ramadhan?Itu logika yang harus jadi pertanyaan.

Prabowo misalnya tentu tidak akan Ziarah ke makam ibunya karena ibunya beda agama. Kenapa tidak ke makam ayahnya? mungkin saja tidak ada tradisi
itu dalam keluarga dia selama ini. Kenapa Prabowo tidak ke kampung halamannya? Silaturahim dengan keluarga besarnya? Catatan sejarah keluarga besar Prabowo ada di Jakarta dan umumnya beda agama dengan Prabowo, sehingga tradisi silaturahim jelang puasa tidak ada.

Bagi keluarga seperti Prabowo umumnya silaturahim terjadi atau tradisi di Idhul Fitri. Seperti saya, ibu saya yang semua keluarganya Kristen, tradisi silaturahim kepada dia, ketika masih hidup,pada saat Idul Fitri. Ibu saya membalasnya pada saat tahun baru. Jadi tradisi silaturahim sesama keluarga menjelang bulan puasa sangat sakral untuk seagama saja.

Menariknya tentang Jokowi adalah memilih jalan jalan ke Mall. Bukan diantara tiga pilihan yang dia sampaikan kepada rakyatnya. Apakah artinya Jokowi sudah melakukan nyekar (Ziarah) sebelum ke Mall? Atau ke keluarganya silaturahim?

Jika Jokowi ber silaturahim kepada keluarga besarnya atau sudah nyekar alias Ziarah ke kampung halamannya baru ke Mall Botani Square di Bogor, tentu kultur yang dilakukan Jokowi sesuai dengan ekspektasi atas pertanyaannya pada kita dalam tweeter tersebut. Jika tidak, maka Jokowi mungkin menawarkan kultur baru agar menjelang Ramadhan sebaiknya kita meneladani dia, jalan-jalan ke Mall.
Atau setidaknya ada empat kemungkinan rakyat kita lakukan menyambut Ramadhan : 1) Ziarah, 2) Silaturahim kepada keluarganya, 3) Belanja kebutuhan pokok dan ke 4) jalan2 ke Mall.

Namun,saya,jika rezeki beli tiket peswat selalu ada, akan memilih Ziarah ke makam Ibu saya. Berdoa untuknya. Karena doa2 anak Soleh itu (semoga) yang mungkin membuat ibu kita bahagia di alam lain.

Marhaban Ya Ramadhan (*)

Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.

tag: #jokowi  #ramadhan  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
Leap Telkom Digital
advertisement
PEMPEK GOLDY
advertisement
KURBAN TS -DD 2025
advertisement
We Stand For Palestinian
advertisement
DD MEMULIAKAN ANAK YATIM
advertisement
Opini Lainnya
Opini

GOLKAR: Dari Mesin Orde Baru Menuju Dinamika Demokrasi Modern

Oleh Ariady Achmad,Aleg Fpg 1997-2004
pada hari Minggu, 06 Jul 2025
Partai Golongan Karya, atau yang akrab disebut Golkar, merupakan salah satu entitas politik paling berpengaruh dalam sejarah Republik Indonesia. Dari awal berdirinya hingga saat ini, Golkar telah ...
Opini

Kembali ke UUD 1945: Refleksi atas Dekrit 5 Juli 1959 dalam Konteks Demokrasi Kontemporer

Pada 5 Juli 1959, Presiden Soekarno mengeluarkan sebuah dekrit yang menandai titik balik perjalanan konstitusional Indonesia: Dekrit Presiden tentang Kembali ke UUD 1945. Dekrit ini, yang menandai ...