Opini
Oleh Asyari Usman (wartawan senior) pada hari Selasa, 02 Jul 2019 - 09:10:09 WIB
Bagikan Berita ini :

Mengenang Kembali Wasiat dan Wakaf Nyawa Prabowo

tscom_news_photo_1562033409.jpg
(Sumber foto : Istimewa)

Ketika atmosfir perlawanan terhadap kezaliman para penguasa mencapai puncaknya, Prabowo Subianto (PS) pernah berucap bahwa dia mewakafkan sisa hidupnya untuk bangsa dan negara Indonesia. Prabowo juga membuat surat wasiat. Walaupun isinya masih belum terungkap secara pasti.

Kalau dilihat suasana patriotis dan penuh emosional di tengah kezaliman dan kesewenangan yang sedang dihadapi mantan Danjen Koppasus itu, tidaklah berlebihan jika wasiat itu diartikan sebagai pertanda bahwa beliau siap mati demi kebanaran, keadilan, dan kejujuran. Memang kemudian muncul klarifikasi bahwa wasiat itu maksudnya adalah bahwa langkah-langkah perjuangan haruslah selalu berada di koridor hukum.

Namun begitu, semua orang masih ingat suasana perjuangan dalam 1.5 tahun belakangan. Termasuklah di masa-masa kampanye pilpres 2019. Ketika itu, Prabowo melihat kesewenangan para penguasa memang harus dihentikan sekalipun nyawa taruhannya. Artinya, sangatlah cocok tafsiran wasiat dan wakaf nyawa itu sebagai sinyal bahwa Pak Prabowo siap menghadapi apa saja. Termasuk kehilangan nyawa.

Beliau bahkan sudah memahami konsep ‘hidup mulia atau mati syahid’. Yaitu, ‘isy kariman aw mut syahidan’. Slogan ini pernah dia ucapkan beberapa kali di depan publik. Beliau juga pernah mengatakan bahwa tidak ada apa pun yang ditakutinya selain Allah SWT. Artinya, Prabowo siap sepenuhnya berjuang dengan segala pengorbanan. Rakyat pendukung beliau pun menjadi sangat bersemangat mendengar penegasan pemimpin yang gagah dan cerdas itu.

Alhamdulillah, gerak maju Pak Prabowo untuk menyingkirkan apa yang dia sebut sebagai ‘para pengkhianat’ bangsa mendapatkan sambutan kuat dari publik. Kebetulan publik juga menginginkan pergantian pemimpin. Prabowo berhasil meyakinkan rakyat tentang ‘keberanian’ dia melawan kesewenangan. Orasi (pidato) yang ia sampaikan selalu berapi-api. Mampu membangkitkan semangat tempur para pendukung.

Ke mana pun beliau pergi selalu membludak massa yang menyambut. Keyakinan semakin kuat untuk menghentikan pengkhianatan para penguasa. Logika mata menyimpulkan bahwa Pak PS tak terbendung lagi. Kemenangan sudah di tangan. Karena memang faktual bahwa kampanye lawan tanding beliau jauh tertinggal di belakang. Sepi selalu. Di mana-mana publik menyambut Jokowi-Ma’ruf dengan teriakan ‘Prabowo’ plus acungan dua jari.

Kampanye Jokowi-Ma’ruf memang ‘memble’. Logika mata menyimpulkan bahwa kekalahan paslonpres 01 tak terelakkan. Di mana-mana orang yakin Prabowo-Sandi paling sedikit akan merebut 60% suara pemilih. Meskipun lembaga-lembaga survei membohongi khalayak bahwa Jokowi-Ma’ruf-lah yang akan menang.

Kubu 02 yakin calon mereka akan masuk ke Istana. Keyakinan itu tak berlebihan. Mengingat begitu beratnya tim sukses Jokowi menghadirkan massa di kampanye-kampanye 01. Padahal, mereka menyediakan berbagai fasilitas bagus yang tidak dinikmati oleh massa kampanye 02.

Sangat pantas diduga bahwa kesulitan dalam menampilkan kampanye besar itu membuat para penguasa tidak punya pilihan lain. Mereka harus menyalahgunakan berbagai instansi negara untuk membantu penyuksesan kampanye. Agar kampanye 01 terlihat meriah.

Cara ini tetap tak mampu mendongkrak kampanye Jokowi-Ma’ruf. Padahal kepolisian terlibat aktif menggalang dukungan untuk 01. Di seluruh Indonesia. Namun demikian, kampanye-kampanye mereka selalu memalukan, bahkan di basis-basis pendukung Jokowi sekalipun.

Jauh ke belakang, “tour the country” yang dilakukan Sandiaga Uno ke lebih 1,300 titik persinggahan, juga sukses luar biasa. Di sambut di mana-mana. Tanpa fasilitas apa-apa. Tanpa nasi bungkus. Bahkan tanpa segelas air pun yang disediakan panitia.

Artinya, rakyat menunjukkan ketulusan mereka mendukung Praboso-Sandi. Bahkan sebaliknya rakyat yang mengumpulkan dukungan dana untuk 02. Di banyak tempat. Prabowo-Sandi menjadi sangat terharu. Mereka berjanji tidak akan menyia-nyiakan dukungan rakyat. Tidak akan mengkhianatinya.

Rakyat bersungguh-sungguh mendukung dan berjuang karena mereka tidak ingin rezim Jokowi berlanjut dua periode. Mereka ingin Prabowo yang memimpin Indonesia. Semua pertanda elektoral menunjukkan 02 akan menang. Menang telak.

Akhirnya, perasaan rakyat tertusuk. Marah. Sangat marah. Ketika KPU akhirnya memenangkan Jokowi-Ma’ruf dengan dugaan kuat berdasarkan perhitungan curang. Curang besar. Yang kemudian diperkuat oleh keputusan aneh Mahkamah Konstitusi (MK) pada 27 Juni 2019.

Alhamdulillah, proses yang dilakukan untuk memenangkan Jokowi oleh KPU dan MK berjalan lancar. Sebaliknya, tidak terjadi protes apa-apa dari Prabowo ketika dia dinyatakan kalah.

Suatu kali, pertengahan Mei 2019, Prabowo menyatakan sikap tegas tentang dugaan kuat kecurangan pilpres. Beliau bersumpah tidakan membiarkannya. Akan melawan kecurangan yang tanda-tandanya sangat jelas.

“Tidak mungkin saya meninggalkan rakyat Indonesia. Saya siap timbul dan akan tenggelam bersama rakyat sampai titik darah yang terakhir. Selama rakyat percaya dengan saya, selama itulah saya akan tetap bersama rakyat melawan kecurangan,” kata Sang Jenderal.

Begitulah kisah Prabowo yang dimulai dengan semangat patriotisme, wakaf nyawa, wakaf sisa hidup, dan surat wasiat. Inilah figur gagah berani yang diidolakan rakyat. Ratusan juta rakyat. Tua, muda, laki-laki dan perempuan. Emak-emak dan nenek-nenek. Remaja dan anak-anak. Di mana ada kampung, di situ ada dominasi Prabowo.

Tapi, sekarang, semua menjadi gelap. Orang-orang ‘inner circle’ (lingkaran inti) beliau menjadi tak jelas. Mereka semua memakai topeng abu-abu. Siap lompat mengabaikan Sang Jenderal. Untuk menerkam sisa-sisa kueh yang dirampok dari rakyat. Untuk merebut beberapa kursi jorok yang amis berbau darah.

Pak Prabowo menjadi galau. Bumi di pijak, tapi langit tak dijunjung. Langit semakin tinggi, bumi terasa sempit. Dada pun sesak.

Semoga saja masih ada peluang untuk “Hidup mulia, atau mati syahid”. Bukan “Hidup hina, mati sakit”. Namun, untuk saat ini, kelihatannya perjuangan Prabowo berakhir dengan mati langkah. Mati kutu. Wallahu a’lam.

Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.

tag: #  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
Leap Telkom Digital
advertisement
BANK DKI JACKONE
advertisement
We Stand For Palestinian
advertisement
HUT RI 79 - SOKSI
advertisement
HUT RI 79 - ADIES KADIR
advertisement
DD MEMULIAKAN ANAK YATIM
advertisement
Opini Lainnya
Opini

Dalang Mana Dalang

Oleh Rizal Fadila
pada hari Sabtu, 05 Okt 2024
JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Ceritra gerombolan penyerang FTA di Grand Kemang masih berlanjut. Bagi gerombolan preman itu mungkin tugas membubarkan dianggap enteng, orderan cepat diterima. Berbagi ...
Opini

Sebelum Eksekusi Ekspor Pasir Laut, Audit Dulu Kerusakan Lingkungan Selama Ini

Berkaca pada fakta kebijakan ekspor pasir laut di masa lalu, walhasil begitu banyaknya pulau-pulau kecil yang tenggelam atau setidaknya menyisakan daratan-daratan yang rusak di sekitar kepulauan Riau ...