JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) -Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Arsul Sani tak sepakat jika kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam menyadap dikecualikan dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyadapan.
Menurut Arsul, tidak ada peraturan perundang-undangan maupun doktrin ilmu hukum yang dapat menjustifikasi pengecualian kewenangan KPK.
"Kalau hanya untuk kepentingan penegakan hukum saja diaturnya cukup di KUHAP dalam satu bab tersendiri nanti kalau revisi KUHAP. Kalau diatur oleh penegakan hukum tidak ada alasannya kenapa kok KPK harus dikecualikan, apa alasan hukumnnya," kata Arsul di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (11/7/2019).
Arsul menambahkan, putusan MK sudah jelas bahwa atas judicial review Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) pada tahun 2010 menyatakan bahwa mekanisme penyadapan harus diatur dalam undang-undang.
"Penyadapan yang dilakuan oleh siapa, yang dilakukan oleh semua penegak hukum. MK kan tidak bilang kalau KPK harus dikecualikan gak perlu diatur dalam undang-undang tentang tata cara penyadapan," kata dia.
Berdasarkan draf RUU Penyadapan per 2 Juli 2019, Pasal 5 mengatur tiga ketentuan pelaksanaan penyadapan. Pertama, pelaksanaan penyadapan dilakukan berdasarkan ketentuan dan proses hukum yang adil, transparan, dan bertanggung jawab.
Kedua, penyadapan wajib memperoleh penetapan pengadilan. Dan ketiga, pelaksanaan penyadapan dikoordinasikan oleh Kejaksaan Agung dengan lembaga peradilan.
Berdasarkan draf RUU Penyadapan per 2 Juli 2019, Pasal 5 mengatur tiga ketentuan pelaksanaan penyadapan. Pertama, pelaksanaan penyadapan dilakukan berdasarkan ketentuan dan proses hukum yang adil, transparan, dan bertanggung jawab.
Kedua, penyadapan wajib memperoleh penetapan pengadilan. Dan ketiga, pelaksanaan penyadapan dikoordinasikan oleh Kejaksaan Agung dengan lembaga peradilan.
Kemudian Pasal 6 ayat (1) menyatakan, pelaksanaan penyadapan dilakukan pada tahap penyidikan dan pelaksanaan putusan pengadilan.
Namun, dalam Pasal 6 ayat (3), dinyatakan bahwa seluruh ketentuan tersebut tidak berlaku bagi pelaksanaan penyadapan yang dilakukan oleh KPK.
Adapun, ketentuan pelaksanaan penyadapan mencakup pada kasus korupsi yang menjadi kewenangan Polri dan Kejaksaan, perampasan kemerdekaan atau penculikan, perdagangan orang, penyeludupan, pencucian dan/atau pemalsuan uang, psikotropika dan/atau narkotika, penambangan tanpa izin, penangkapan ikan tanpa izin, kepabeanan dan perusakan hutan.(plt)