Opini
Oleh M Rizal Fadillah (Mantan Aktivis HMI) pada hari Jumat, 23 Agu 2019 - 13:09:40 WIB
Bagikan Berita ini :

Referendum Pindah Ibu Kota

tscom_news_photo_1566540580.jpg
Desain Lapangan dan Monumen Pancasila yang masuk dalam paparan bertajuk Gagasan Rencana dan Kriteria Desain Ibu Kota Negara. (Sumber foto : Ist)

Kampanye soal pembangunan infrastruktur menjengkelkan. Masalahnya bukan tidak perlu dan manfaat, tetapi dananya dari mana. Jika modal hanya pada hutang maka itu beban berbayar jangka panjang. Catatan kini hutang Indonesia mencapai 5.600 Trilyun. Angka besar yang tak bisa selesai dibayar satu masa jabatan periode Jokowi ke depan. Dipastikan sulit ada kemajuan berarti lima tahun dengan beban sebesar itu.

Ditambah dengan ambisi membangun ibukota negara di Kalimantan dengan biaya besar pula. Gagasan tanpa perhitungan dan tanpa persetujuan rakyat. Kemauan yang tidak berbasis kemampuan. Andai perekonomian sedang merokettentu layak untuk dipertimbangkan. Jika tidak, spekulasi yang sangat berisiko.

Pindah Ibukota tidak semudah dipidatokan Jokowi. Jika Kalimantan Tengah sebagai pilihan maka sepertinya harus membangun "dari nol". Biaya hitungan sekarang saja 466 Trilyun, esok biaya akan membengkak. Biasa begitu. Jika Jokowi menjabat Presiden hanya sekedar menambah nambah hutang, baiknya rakyat berfikir ulang. Masa depan suram sudah terbayang. Indonesia bisa bergerak menuju status negara gagal (failed state).

Pindah Ibukota seperti yang sudah pasti saja. Dalam pidato resmi dinyatakan Kalimantan sebagai pilihan. Hitungan biaya sdh dikemukakan, tahun 2020 konon mulai awal realisasi. Nah persoalannya memindahkan Ibukota bukan hanya ditentukan maunya sendiri, apalagi berbiaya besar. Harus dengan persetujuan rakyat, Pak.
Wakil rakyat harus dimintakan pandangan dan mesti memproses melalui mekanisme kedewanan. Ada Pansus dan ada hearing hearing. Suara dan aspirasi masyarakat di dengar dulu. Yang perlu dikaji juga soal penjualan aset di Jakarta. Konon itu untuk biaya pindah. Kok bisa jualan seenaknya begitu.

Jika alasan bahwa Dewan akan mengakhiri masa jabatan, sementara anggota Dewan baru belum dilantik dan perlu waktu penyesuaian kerja, lalu Presiden berjalan sendiri maka hal demikian tetap merupakan tindakan sewenang wenang. Negara ini bukan milik Pemerintah atau Presiden. Rakyat harus terlibat dalam penentuan kebijakan yang strategis seperti ini. Oleh karenanya solusi cepat yang perlu dilakukan adalah Referendum. Tanyakan dahulu pada rakyat setuju atau tidaknya pemindahan Ibukota tersebut.

Jika hasil referendum rakyat menyetujui pemindahan, barulah Pemerintah melakukan langkah langkah persiapan. Bila tidak disetujui maka stop rencana tersebut. Hal ini agar tidak sia sia langkah dan biaya yang dikeluarkan. Bocor dan pemborosan menjadi penyakit kronis. Belum lagi dana yang dikorupsi.

Referendum yang dihapus oleh MK adalah Referendum tentang perubahan Undang Undang Dasar. Referendum selainnya masih dimungkinkan. Oleh karena itu bisa dibuat suatu Konvensi untuk pemindahan Ibukota dengan Referendum ini.

Jika Presiden Jokowi tetap berjalan sendiri maka itu berarti pelanggaran Konstitusi. Ia telah mengubah sistem demokrasi menjadi otokrasi. Sikap politik yang tidak menghargai pandangan rakyat merupakan kesalahan besar.
Bisa segera dimakzulkan.

22 Agustus 2019 (*)

Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.

tag: #jokowi  #ekonomi-indonesia  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
IDUL FITRI 2024
advertisement
IDUL FITRI 2024 MOHAMAD HEKAL
advertisement
IDUL FITRI 2024 ABDUL WACHID
advertisement
IDUL FITRI 2024 AHMAD NAJIB
advertisement
IDUL FITRI 2024 ADIES KADIR
advertisement
Opini Lainnya
Opini

Ahlan Wa Sahlan Prabowo Sang Rajawali!

Oleh Syahganda Nainggolan
pada hari Rabu, 24 Apr 2024
JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Mahkamah Konstitusi sudah memutuskan Prabowo Subianto sah sebagai Presiden RI ke delapan. Itu adalah takdir Prabowo yang biasa dipanggil 08 oleh koleganya. Keputusan MK ...
Opini

Jalan Itu Tidaklah Sunyi

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --"Jika Mamah jadi penguasa apakah Mamah akan menjadikan anak Mamah pejabat saat Mama berkuasa?" Itu pertanyaan anakku malam ini. Aku mendengarkan anakku ini. ...